Aburizal Bakrie Minta Ketum Baru Golkar Dengarkan Usulan Daerah Pascaputusan MK

Selasa, 20 Agustus 2024 - 22:04 WIB
loading...
Aburizal Bakrie Minta...
Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menanggapi putusan MK yang membolehkan partai politik mengusung calon kepada daerah meski tidak memiliki kursi di legislatif. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang membolehkan partai politik mengusung calon kepada daerah meski tidak memiliki kursi di legislatif. Ia meminta pimpinan Golkar untuk mempelajari putusan tersebut dan mendengarkan usulan dari daerah.

Hal itu disampaikan Aburizal Bakrie dalam sambutan Munas XI Golkar yang digelar di JCC, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Ia menilai, putusan MK bisa menyebabkan partai politik mengusung pasangan calon (paslon) sendiri.

"Saya ingin berpesan kepada ketua umum yang baru, mengenai satu keputusan dari MK yang dilakukan pada hari ini. Keputusan MK itu akan menyebabkan bahwa partai-partai, termasuk Partai Golkar bisa mencalonkan sendiri," tutur Bakrie.



Kendati demikian, Ical, sapaan akrab Aburizal, meminta pimpinan Partai Golkar mempelajari dan mendengarkan usulan dari daerah. Ia meminta pengurus yang baru bisa membina dan melobi agar Golkar menang Pilkada 2024.

"Nah ini mohon dipelajari dan mohon Bapak Ketum dan pengurus yang akan datang bisa melakukan satu mendengarkan dengan baik usulan-usulan dari daerah, membina, kemudian melakukan suatu negosiasi-negosiasi agar Partai Golkar memenangkan paling banyak pada pilkada yang akan datang ini," katanya.

Menurutnya, Golkar perlu berembuk dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM). Dengan demikian, ia percaya, akan bisa menghasilkan yang baik.

"Tentu kita harus melihat bagaimana kita berunding bersama KIM. Namun demikian, kami harapkan bahwa kita atau pengurus yang akan datang dapat membela mati-matian Partai Golkar ini dengan melakukan negosiasi-negosiasi yang baik," kata Ical.

"Saya kira dengan pengertian dan negosiasi yang baik kita bisa berhasil lebih baik lagi ke depan," katanya.



Untuk diketahui, MK memutuskan partai politik yang tidak mempunya kursi di DPRD bisa mengusung calon kepala daerah. Putusan 60/PUU-XXII/2024 tersebut mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.

Pada pertimbangannya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. Adapun bunyi pasal tersebut ialah sebagai berikut:

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa pasal tersebut bisa mengancam demokrasi jika terus diterapkan.

"Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," kata Enny di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

Dengan begitu, syarat pencalonan pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur ialah pada provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10%.

Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5%.

Pada provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5%.

Kemudian, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5%.

Lebih lanjut, syarat untuk mengusung calon bupati dan wakil bupati serta calon wali kota dan wakil wali kota ialah pada kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10%.

Lalu, kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 sampai 500.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5%.

Pada kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5%.

Di kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5%.

Di sisi lain, MK menolak gugatan soal syarat batas usia calon kepala daerah yang diajukan mahasiswa Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta A Fahrur Rozi dan mahasiswa Podomoro University Anthony Lee.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam pembacaan putusan menjelaskan batas usia calon kepala daerah sudah berlaku pada Pilkada 2017, 2018, dan 2020. Menurut dia, perbedaan perlakuan soal penghitungan syarat usia bagi calon kepala daerah berpotensi membiarkan ketidakpastian hukum.

"Persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," kata Wakil Ketua MK itu di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).

"Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," tambah Saldi.

Dengan begitu, Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa pihaknya menolak seluruh permohonan.

"Perkara nomor 41/PUUXXII/2024, nomor 88/PUUXXII/2024, nomor 89/PUUXXII/2024, nomor 90/PUUXXII/2024 dan nomor 99/PUUXXII/2024, dalam pokok permohonan, menolak permohonan untuk seluruhnya," tegas Suhartoyo.

"Oleh karena itu, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 70/PUU-XXII/2024 secara mutatis mutandis berlaku pula sebagai pertimbangan hukum dalam menilai konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 yang dimohonkan pemohon tersebut di atas," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1454 seconds (0.1#10.140)