KPK dan Pimpinan KPK

Minggu, 11 Agustus 2024 - 09:36 WIB
loading...
A A A
Titik sentral masalah pemberantasan korupsi sampai saat ini adalah pengawasan: who control the controller/who whatsdog the watschdoger? Sekalipun terhadap masalah ini telah dibentuk Dewan Pengawas yang kini Tengah mencari calon anggota untuk periode 2024 s.d. 2029; setelah 8 -10 tahun berkarya belum tampak maksimal keberhasilan Dewas mengawasi baik pimpinan kpk dan karyawan KPK tetapi yang terjadi adalah kegaduhan antara pimpinan KPK terhadap anggota Dewas KPK melebihi sukses Dewas menindak ke 15 pegawai KPK yang melakukan pemerasan terhadap para tahanan KPK di masa yang lampau.

Keberhasilan pengawasan itupun baru muncul setelah pembentukan Dewas berdasarkan UU Nomor 19 tahun 2019, tidak sebelumnya padahal telah hampir 20 tahun lebih KPK bekerja. Keberadaan inspektorat KPK memang tidak tampak di balik ketidakberesan kasus pemerasan dalam jabatan di KPK.

Pemerintah perlu melakukan evaluasi sistem pengawasan yang lebih sistematis dan terukur serta focus pada peningkatan Good Governance (GG) jika KPK ingin tetap memperoleh Tingkat kepercayaan public dalam pemberantasan korupsi; KPK tidak boleh hanya memberikan advis tentang bagaimana melaksanakan GG kepada aparatur penyelenggara negara akan teapi tidak berhasil dilaksanakan dirinya sendiri; bagaimana kepatuhan dan kepercayaan dapat dibangun Masyarakat jika demikian halnya?

Sosok pimpinan KPK yang berjumlah 5 (lima) orang dari 10 calon pimpinan KPK harus mengutamakan koordinasi dan sinergitas sesame anggota pimpinan kemudian dengan karyawan untuk mencegah masalah-masalah yang pernah terjadi di masa lalu. Seperti mencegah terjadinya sistem voting dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan alasan tidak ada kekompakan antar sesame anggota pimpinan dalam hal tersebut atau tidak boleh terjadi sikap egoistis atau merasa lebih pandai terhadap sesama anggota pimpinan KPK, sekalipun bergelar profesor atau doctor.

Karena yang utama diperlukan KPK adalah sosok pimpinan yang memiliki sifat percaya diri tetapi dewasa baik dalam pikiran dan Tindakan serta saing menenggang rasa dalam keseharian relasi sosial sesame pimpinan dan juga terhadap karyawan. Untuk mewujudkan sikap dan pribadi pimpinan KPK tersebut sangat diutamakan psiko-tes di awal seleksi calon pimpinan KPK dan juga karyawan bagian penyelidikan dan penyidikan sekalipun berasal dari penugasan instansi kepolisian.

Begitupula dalam hal tugas penuntutan ada baiknya jika Instansi Kejaksaan/Kejaksaan Agung menunjuk jaksa-jaksa terpilih dengan integritas, akuntabiltias dan profesionalisme yang memadai untuk dialihtugaskan di KPK karena baik buruknya proses penuntutan terpulang pada instansi asalnya.

Sejak awal pembahsan RUU KPK pada Tahun 2000, pemerintah dan Komisi II DPR Ketika itu sepakat bahwa KPK harus memiliki pimpinan oleh mereka yang telah berpengalaman dalam tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan serta digabung bersama calon pimpinan berasal dari akademisi.

Adapun suara-suara/reaksi Masyarakat bahwa calon pimpinan KPK tidak harus dari unsur kepolisian adalah sikap naif karena telah mengeneralisasi pandangan negatif terhadap unsur kepolisian.

Sebab point of entry lahir dan berhasilnya perkara-perkara pidana khususnya korupsi dari profesinonalisme teknis penyelidikan bukan penuntutan atau karena laporan pengaduan masyarakat semata-mata; suatu kekeliruan tugas penyelidikan hanya mengandalkan adanya laporan pengaduan Masyarakat, karena tugas kepolisian tiga zaman, Belanda, jepang dan Republik Indonesia sejak dulu adalah penyelidikan oleh penyelidik kepolisian bukan karena semata laporan Masyarakat.
(maf)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1265 seconds (0.1#10.140)