Mengembalikan Spirit UU Desa
loading...
A
A
A
Abdul Malik Haramain
Anggota Pansus UU Desa (2014)
UNDANG-UNDANG (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memasuki usia 11 tahun. UU ini mengalami perubahan menjadi UU Nomor 3 Tahun 2024. Meski banyak kemajuan telah dicapai, namun sebagian besar desa belum bergerak maju sesuai semangat UU Desa.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memberikan catatan pelaksanaan UU ini; pertama, pengelolaan Dana Desa (DD) belum sepenuhnya dinikmati oleh warga; kedua, DD belum mampu mengangkat (membangkitkan) perekonomian desa; ketiga DD belum maksimal memberdayakan kapasitas masyarakat desa.
UU Desa setidaknya memiliki empat semangat utama, pertama, mengubah paradigma (shifting paradigm) tentang Desa dari "Membangun Desa" menjadi "Desa Membangun". Pergeseran ini bermakna substansial. "Membangun Desa" menempatkan desa sebagai obyek atau sasaran pembangunan (locus).
Desa hanya menerima program dari pemerintah di atasnya dari kabupaten/kota, pemerintah propinsi dan pemerintah pusat. Seringkali mobililisasi program tidak berbasis kebutuhan masing-masing desa. Gelontoran program ini hanya sekadar memenuhi "program formalitas" dari pemerintah.
Sementara paradigma "Desa Membangun" menempatkan desa sebagai subjek, aktor, dan pelaku utama dari proses perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, evaluasi program, hingga pertanggungjawaban program. Perubahan pola pikir dan cara pandang tentang desa mengharuskan tambahan kewenangan kepada Pemerintahan Desa (Pemdes).
Kedua, penguatan kewenangan Pemdes. Kewenangan Pemdes di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Beberapa kewenangan utama itu di antaranya, pertama: kewenangan hak asal usul desa. Pemdes berhak mengelola kepentingan masyarakat desa berdasar tradisi, budaya, dan adat istiadat yang masih berlaku.
Kedua, kewenangan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kewenangan ini berkaitan dengan pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, kewenangan pengelolaan keuangan desa. Kewenangan ini termasuk perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa, terutama DD yang bersumber dari APBN dan ADD dari Pemkab atau Pemkot.
Keempat, Pemdes juga berwenang mengembangkan desa dan membangun Kawasan Perdesaan. Kewenangan ini mencakup pembangunan infrastruktur kawasan perdesaan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi warga.
Selain kewenangan-kewenangan di atas, Pemdes memiliki kewenangan tambahan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan tambahan kewenangan ini Pemdes dapat melaksanakan program atau proyek dari pemerintahan di atasnya. Singkatnya, Pemdes memiliki kewenangan besar mulai perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan hingga pertanggungjawaban pembangunan.
Anggota Pansus UU Desa (2014)
UNDANG-UNDANG (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memasuki usia 11 tahun. UU ini mengalami perubahan menjadi UU Nomor 3 Tahun 2024. Meski banyak kemajuan telah dicapai, namun sebagian besar desa belum bergerak maju sesuai semangat UU Desa.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memberikan catatan pelaksanaan UU ini; pertama, pengelolaan Dana Desa (DD) belum sepenuhnya dinikmati oleh warga; kedua, DD belum mampu mengangkat (membangkitkan) perekonomian desa; ketiga DD belum maksimal memberdayakan kapasitas masyarakat desa.
Spirit UU Desa
UU Desa setidaknya memiliki empat semangat utama, pertama, mengubah paradigma (shifting paradigm) tentang Desa dari "Membangun Desa" menjadi "Desa Membangun". Pergeseran ini bermakna substansial. "Membangun Desa" menempatkan desa sebagai obyek atau sasaran pembangunan (locus).
Desa hanya menerima program dari pemerintah di atasnya dari kabupaten/kota, pemerintah propinsi dan pemerintah pusat. Seringkali mobililisasi program tidak berbasis kebutuhan masing-masing desa. Gelontoran program ini hanya sekadar memenuhi "program formalitas" dari pemerintah.
Sementara paradigma "Desa Membangun" menempatkan desa sebagai subjek, aktor, dan pelaku utama dari proses perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, evaluasi program, hingga pertanggungjawaban program. Perubahan pola pikir dan cara pandang tentang desa mengharuskan tambahan kewenangan kepada Pemerintahan Desa (Pemdes).
Kedua, penguatan kewenangan Pemdes. Kewenangan Pemdes di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Beberapa kewenangan utama itu di antaranya, pertama: kewenangan hak asal usul desa. Pemdes berhak mengelola kepentingan masyarakat desa berdasar tradisi, budaya, dan adat istiadat yang masih berlaku.
Kedua, kewenangan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kewenangan ini berkaitan dengan pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, kewenangan pengelolaan keuangan desa. Kewenangan ini termasuk perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa, terutama DD yang bersumber dari APBN dan ADD dari Pemkab atau Pemkot.
Keempat, Pemdes juga berwenang mengembangkan desa dan membangun Kawasan Perdesaan. Kewenangan ini mencakup pembangunan infrastruktur kawasan perdesaan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi warga.
Selain kewenangan-kewenangan di atas, Pemdes memiliki kewenangan tambahan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan tambahan kewenangan ini Pemdes dapat melaksanakan program atau proyek dari pemerintahan di atasnya. Singkatnya, Pemdes memiliki kewenangan besar mulai perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan hingga pertanggungjawaban pembangunan.