Parpol Diharapkan Bisa Memilih Calon Kepala Daerah Berintegritas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, calon kepala daerah berstatus tersangka korupsi tidak akan optimal dalam mengakomodir aspirasi rakyat. Maka itu, dia menyesalkan seorang tersangka dicalonkan sebagai calon kepala daerah Ogan Komering Ulu (OKU).
(Baca juga: Pengamat Ungkap Cara PDIP Memenangkan Paslon di Pilkada)
"Esensi Pilkada itu mencari pemimpin yang bisa berdialog dengan pemilih. Kalau calonnya sibuk mengurus masalah hukumnya sendiri, bagaimana dia bisa berdialog dengan pemilihnya," kata Fadli dihubungi wartawan, Senin (24/8/2020).
(Baca juga: PKB Targetkan 80% Kemenangan di Pilkada Serentak 2020)
Dia mengatakan, seharusnya partai politik (Parpol) selektif dalam memilih calon kepala daerah yang bakal diusung atau didukung. Sebab, kata dia, calon kepala daerah yang berstatus tersangka bakal menghambat keleluasaan yang bersangkutan untuk sepenuhnya dapat mengikuti setiap tahapan kontestasi Pilkada.
"Problem mendasar dari fenomena ini ada di partai menurut saya. Karena partai salah satu organ yang punya otoritas mencalonkan kepala daerah. Untuk apa mencalonkan orang yang sedang bermasalah secara hukum, apalagi korupsi dicalonkan sebagai kepala daerah," ucap Fadli.
Di samping itu, dia menuturkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak bakal bisa berbuat banyak terhadap calon kepala daerah yang berstatus tersangka itu. Karena, kata dia, hanya Parpol yang bisa mengambil kebijaksanaan untuk menetapkan calon yang bebas dari persoalan hukum.
"Otoritas pencalonan di partai. Partai yang harus berbenah dan menyadari untuk mencari calon yang lebih berintegritas," katanya.
Sekadar diketahui, pada Desember 2020 nanti, ada 270 daerah yang bakal menggelar Pilkada serentak. Akan tetapi, sejumlah calon yang diusung partai politik diduga masih bermasalah, seperti di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Pasangan petahana Bupati OKU, yakni Kuryana Azis dan Wakil Bupati Johan Anuar maju kembali di Pilkada OKU 2020. Pasangan ini telah meraih tiket rekomendasi dari PPP dan Gerindra.
Adapun Johan Anuar diketahui sempat tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan di OKU yang bersumber dari APBD sebesar Rp6,1 Miliar. Johan sempat menang praperadilan usai ditetapkan polisi sebagai tersangka pada tahun 2018.
Kemudian, Johan kembali ditetapkan tersangka pada kasus serupa pada awal Desember 2019. Akan tetapi, gugatan praperadilan yang kembali diajukan Johan ditolak oleh pengadilan. Kini, Johan dibebaskan dari sel sejak 12 Mei karena masa penahanan habis.
Dalam kasus Johan, KPK diketahui telah melakukan supervisi dengan Polda Sumatera Selatan (Sumsel) yang menangani kasus itu. KPK pun sudah mengantongi berkas perkara, barang bukti, dan dokumen pendukung lainnya.
Terkait status Johan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan tetap akan mengusung. Gerindra tak mempermasalahkan status Johan Anuar yang saat ini menjadi tersangka di Polda Sumsel. DPD Gerindra saat ini hanya tinggal menunggu DPP mengeluarkan Surat Keputusan (SK).
(Baca juga: Pengamat Ungkap Cara PDIP Memenangkan Paslon di Pilkada)
"Esensi Pilkada itu mencari pemimpin yang bisa berdialog dengan pemilih. Kalau calonnya sibuk mengurus masalah hukumnya sendiri, bagaimana dia bisa berdialog dengan pemilihnya," kata Fadli dihubungi wartawan, Senin (24/8/2020).
(Baca juga: PKB Targetkan 80% Kemenangan di Pilkada Serentak 2020)
Dia mengatakan, seharusnya partai politik (Parpol) selektif dalam memilih calon kepala daerah yang bakal diusung atau didukung. Sebab, kata dia, calon kepala daerah yang berstatus tersangka bakal menghambat keleluasaan yang bersangkutan untuk sepenuhnya dapat mengikuti setiap tahapan kontestasi Pilkada.
"Problem mendasar dari fenomena ini ada di partai menurut saya. Karena partai salah satu organ yang punya otoritas mencalonkan kepala daerah. Untuk apa mencalonkan orang yang sedang bermasalah secara hukum, apalagi korupsi dicalonkan sebagai kepala daerah," ucap Fadli.
Di samping itu, dia menuturkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak bakal bisa berbuat banyak terhadap calon kepala daerah yang berstatus tersangka itu. Karena, kata dia, hanya Parpol yang bisa mengambil kebijaksanaan untuk menetapkan calon yang bebas dari persoalan hukum.
"Otoritas pencalonan di partai. Partai yang harus berbenah dan menyadari untuk mencari calon yang lebih berintegritas," katanya.
Sekadar diketahui, pada Desember 2020 nanti, ada 270 daerah yang bakal menggelar Pilkada serentak. Akan tetapi, sejumlah calon yang diusung partai politik diduga masih bermasalah, seperti di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Pasangan petahana Bupati OKU, yakni Kuryana Azis dan Wakil Bupati Johan Anuar maju kembali di Pilkada OKU 2020. Pasangan ini telah meraih tiket rekomendasi dari PPP dan Gerindra.
Adapun Johan Anuar diketahui sempat tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan di OKU yang bersumber dari APBD sebesar Rp6,1 Miliar. Johan sempat menang praperadilan usai ditetapkan polisi sebagai tersangka pada tahun 2018.
Kemudian, Johan kembali ditetapkan tersangka pada kasus serupa pada awal Desember 2019. Akan tetapi, gugatan praperadilan yang kembali diajukan Johan ditolak oleh pengadilan. Kini, Johan dibebaskan dari sel sejak 12 Mei karena masa penahanan habis.
Dalam kasus Johan, KPK diketahui telah melakukan supervisi dengan Polda Sumatera Selatan (Sumsel) yang menangani kasus itu. KPK pun sudah mengantongi berkas perkara, barang bukti, dan dokumen pendukung lainnya.
Terkait status Johan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan tetap akan mengusung. Gerindra tak mempermasalahkan status Johan Anuar yang saat ini menjadi tersangka di Polda Sumsel. DPD Gerindra saat ini hanya tinggal menunggu DPP mengeluarkan Surat Keputusan (SK).
(maf)