Paradoks Dramaturgi’ Jokowi di Panggung Besar IKN

Jum'at, 02 Agustus 2024 - 06:44 WIB
loading...
Paradoks “Dramaturgi’...
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
BELAKANGAN ramai berseliweran cerita sekaligus berita Presiden Joko Widodo (Jokowi) memboyong para artis dan influencer Tanah Air ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Selain beranjangsana melihat-lihat langsung progres Pembangunan IKN, hal seru lainnya yang diulik saat Jokowi dan rombongan makan malam bersama di kawasan glamping IKN , Minggu, 28 Juli 2024 malam.

baca juga: Pesan Harmoni Industri Hulu Migas dari Taman Buah Puspantara IKN

Beragam menu yang disajikan mulai masakan khas Indonesia seperti nasi goreng, kambing guling, bakso, mi ayam, mi godok, hingga masakan western seperti sushi dan burger. Jokowi juga sempat mengajak rombongan artis meninjau jembatan Pulau Balang dan jalan tol IKN dengan mengendarai sepeda motor. Mereka di antaranya adalah Raffi Ahmad , Nagita Slavina , Irwansyah, Zaskia Sungkar, Atta Halilintar , Aurel Hermansyah, Sintya Marisca, Ferry Maryadi, Gading Marten, Poppy Sovia, Willie Salim, Meicy Villia, hingga Dian Ayu Lestari.

Tidak hanya artis dan influencer, setelah itu Presiden Jokowi berencana mengajak 500 relawan pendukungnya ke IKN. Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi mengatakan, alasan ratusan relawan ke IKN untuk melihat secara langsung legacy yang telah dibangun oleh Presiden Jokowi. Namun belakangan, Budi Arie menyampaikan bahwa rencana mengajak relawan ke IKN dibatalkan.

Ikut sertanya para artis dan influencer ke IKN bersama Presiden Jokowi, menuai kritik dari sejumlah pengamat. Menurut mereka, seharusnya Jokowi tetap fokus mengejar target pembangunan IKN. Alasannya, agar kepercayaan publik kembali naik, tidak hanya diwakili kalangan artis semata. Sebab kepercayaan publik tidak serta-merta meningkat hanya dengan Jokowi mengajak artis dan influencer ke IKN.

Patut dipertanyakan apa relevansi dan urgensi diajaknya berbagai artis, influencer, dan sebagainya itu ke IKN. Apakah itu lalu serta-merta memberikan satu peningkatan kepercayaan publik kepada Jokowi, atau malah sebaliknya. Yang mestinya dijadikan diskusi itu target-target pembangunan IKN, rasional tidak. Bagaimana supaya representasi dari masyarakat luas itu tidak sekadar dari kalangan artis, tapi juga masyarakat luas menaruh percaya utuh.

Menganggap Jokowi hanya ingin menunjukkan sisi positif dari IKN, dengan mengajak para artis dan influencer, bisa saja ajakan itu malah menunjukkan ada kegagalan dari proses pembangunan IKN. Karena tetap saja, secara tersirat Jokowi sedang mempraktikkan semacam “dramaturgi’, bahwa dia senang membangun panggung depan untuk lebih menunjukkan kepada publik bahwa ia mampu membangun IKN.

Padahal bisa sebaliknya, maknanya membawa artis dan influencer itu menunjukkan ada kegagalan-kegagalan target dari proses pembangunan IKN yang ternyata masih banyak masalah yang harus dituntaskan. Secara praksis Jokowi merupakan manifestasi paling ideal untuk menggambarkan bagaimana “dramaturgi” di panggung besar IKN bekerja.

Dramaturgi sebagaimana dikonseptualisasikan oleh Erving Goffman (1959), bahwa realitas sosial dapat dilihat sebagai panggung yang menampilkan drama atau teater. Dalam hal ini, Goffman menilai praktik sosial individu akan menyesuaikan dengan panggung pertunjukannya yang terdiri atas panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage). Bagian depan itu mencakup setting dan personal front (penampilan diri). Sementara itu, bagian belakang berkaitan dengan the self yakni semua aktivitas tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan akting atau penampilan diri yang ada di depan itu.

baca juga: Jokowi Ajak Artis, Influencer, hingga Relawan ke IKN Dinilai Pemborosan Uang Negara

Bisa dikatakan, wilayah depan biasanya adalah wilayah individu bergaya dan formal. Mengapa? Karena mereka sedang memainkan perannya di panggung. Sedangkan wilayah belakang biasanya merujuk pada tempat dan peristiwa yang memungkinkan mempersiapkan perannya di wilayah depan. Jadi, wilayah belakang akan ikut mendukung peran depan apa yang akan dimainkan. Tentu saja, peran depan itu hanya rekayasa semata.

Kita sekarang menganalogikan panggung besar IKN dengan sebuah panggung pertunjukan. Panggung depan biasanya panggung terlembagakan yang mewakili kepentingan kelompok/organisasi. Agar pertunjukan berlangsung dengan baik, seorang aktor perlu mengabaikan kepentingan dan karakter pribadi agar pertunjukan sesuai skenario. Sementara itu, pembuat skenario, tata rias dan tim kreatif lainnya menyiapkan semuanya. Kaum dramaturgis memandang manusia adalah aktor panggung metaforis yang sedang memainkan peran masing-masing.

Dramaturgi di panggung IKN termanifestasikan di dalam diri Jokowi. Dalam panggung depan, Jokowi selalu menampilkan persona sebagai seorang Presiden yang tampil dengan citra positif, merakyat, populis, dan berbicara mengenai urusan negara, seperti kebijakan, pembangunan, dan program. Jokowi bekerja secara fungsional sebagai seorang Presiden untuk menjalankan kerja-kerja pemerintahan secara konstitusional. Jokowi berkoordinasi dengan para menteri maupun mitra pemerintahan untuk mengakselerasi program pemerintah secara masif.

Sementara dalam panggung belakang, Jokowi merupakan seorang politisi yang secara organik bergerak mengamankan “kepentingannya’. Oleh sebab itu, tidak begitu mengherankan Jokowi melakukan negosiasi maupun manuver politik yang memiliki implikasi positif terhadap kepentingannya tadi. Jokowi juga secara simbolik selalu melakukan "endorsement" kepada para public figure dalam hal ini artis dan influencer yang memiliki korelasi terhadap elektabilitas.

Manuver Jokowi benar-benar tidak dapat diprediksi dan cenderung merubah pandangan awam. Pada konteks ini, persepsi publik yang sangat positif terhadap Jokowi mencerminkan keberhasilannya dalam mengkapitalisasi atau memanfaatkan "panggung depan" sebagai seorang Presiden. Di lain sisi, secara implisit, hal tersebut juga merefleksikan keberhasilan Jokowi dalam menjalankan perannya di "panggung belakang" dengan sangat mahir, taktis, dan oportunis.

Namun, mencermati panggung yang disuguhkan Jokowi di IKN justru terlihat menjauh dari peran-peran dramaturgis. Tampak paradoks. Seakan-seakan terbalik. Back stage menjadi front stage. Artis berikut tim kreatif yang selama ini ibaratnya sebagai juru rias membangun citra positif Jokowi, berikut property di belakang panggung malah ditampilkan di panggung depan. Sementara pentas belakang sangat terlarang bagi interupsi dari masyarakat atau audiens, oleh karena sifatnya yang sangat tertutup dan eksklusif. Dengan penjelasan seperti itu, pada panggung belakang hanya segelintir pihak yang bisa menyaksikan.

Aktor atau individu-individu dalam panggung besar IKN harusnya melakukan pengelolaan kesan atau menajemen kesan (impression management) dalam pentasnya. Manajemen kesan mengarah pada kehati-hatian pada serentetan tindakan yang tidak diharapkan, gangguan yang tidak menguntungkan dan kesalahan bicara atau bertindak maupun tindakan yang diharapkan, seperti membuat adegan (Ritzer, 2014: 285). Hal ini bisa terhindar dengan aktor menggunakan teknik mistifikasi.

baca juga: Jokowi Ajak Artis dan Influencer ke IKN, Mensesneg: Bentuk Sosialisasi ke Masyarakat

Mistifikasi dalam hal ini berarti, aktor atau individu cenderung memistifikasi pertunjukkan mereka dengan membatasi hubungan antara diri mereka dengan audiensi. Hal ini terwujud lewat dibangunnya ‘jarak sosial’ antara diri mereka dengan audiensi, yakni terwujud lewat menciptakan perasaan kagum pada audiensi atau masyarakat (Ritzer, 2014: 284). Tanpa mistifikasi, penonton bisa mempertanyakan pertunjukan, tidak terpesona sama sekali dengan adegan-adegan yang dipertontonkan. Kesan yang muncul posisi Jokowi sebagai presiden mengalami reduksi.

Kita tidak perlu menyalahkan pihak-pihak yang berada di panggung besar IKN. Semua sudah punya tugas masing-masing. Pendukung pemerintah memang punya tugas membela kebijakan. Yang penting apa yang bisa dilakukan untuk kemajuan bangsa ini di masa datang. Mengapa pemerintah dianggap membaik-baikkan pembangunan IKN? Karena pemerintah jelas punya kepentingan.

Sehebat apapun kritik dari masyarakat tetapi masyarakat bukan pihak pengambil keputusan. Dan, pihak opisisi tentu akan menjadikan kebijakan pemerintah sebagai kritik jika tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi mereka sangat mahfum, bahwa memang ada sebuah drama di front stage yang direkayasa dari back stage. Yang perlu diingatkan ke masyarakat adalah sebaiknya jangan ikut hanyut untuk terlibat dalam permainan dramaturgi itu.
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0841 seconds (0.1#10.140)