Istimewanya FGD Penguatan Peran DPD di Yogyakarta

Senin, 08 Juli 2024 - 20:23 WIB
loading...
Istimewanya FGD Penguatan...
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggelar FGD di Grand Ambarukmo Hotel Yogyakarta, 5- 7 Juli 2024. Foto: Ist
A A A
YOGYAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Grand Ambarukmo Hotel Yogyakarta, 5- 7 Juli 2024. Acaranya disebut istimewa mengingat tingginya antusiasme dan partisipasi anggota DPD terpilih.

Hadir 53 senator yang merupakan anggota terpilih dari berbagai daerah. Acara ini turut dihadiri tokoh masyarakat Yogyakarta. Kemudian, hadir narasumber yakni Ahli Hukum Tata Negara Prof Zainal Arifin Mochtar dan Wakil Ketua DPD Sultan B Najamuddin.



Sultan mengatakan, evaluasi dan rencana strategi penguatan lembaga DPD antara lain pertama, Senator tiga periode asal Bengkulu itu merekomendasikan agar lembaga DPD perlu melakukan pendekatan Collaborative Parliament bersama DPR. DPD dan DPR merupakan lembaga yang sama-sama mewakili daulat rakyat.

"Anggotanya sama-sama dihasilkan melalui pemilihan umum secara langsung. Dan sama-sama diberikan mandat imperatif oleh konstitusi. Namun, meskipun keduanya memiliki legitimasi politik yang konstitusional, tapi tidak dengan kewenangan dan perannya masing-masing," ujar Sultan.

Menurut mantan aktivis KNPI ini, DPD dan DPR memang memiliki sejarah yang berbeda. Keberadaan lembaga DPR yang sebelumnya disebut Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI) usianya hampir sama dengan Republik Indonesia.

Bahkan, sebelum Indonesia merdeka eksistensi DPR telah resmi dibentuk oleh Belanda yang disebut Dewan Rakyat atau Volkstraad. Sementara DPD secara kelembagaan baru terbentuk setelah amendemen UUD 2001.

Namun, yang menjadi penting untuk diperhatikan adalah bahwa DPD dibentuk sebagai konsekuensi diterapkan otonomi daerah dan bentuk NKRI. Kita tahu asas negara kesatuan merupakan ketentuan yang tidak bisa diganggu gugat dalam konstitusi. Sehingga, upaya negara dalam menjaga persatuan Indonesia di tengah rezim desentralisasi kekuasaan ini menjadi dasar filosofis dibentuknya lembaga DPD.

"Artinya, eksistensi DPD sejatinya sama pentingnya dengan DPR. DPD sangat dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan politik nasional, demokrasi dan keadilan fiskal pusat-daerah," katanya.

Sultan yang juga pernah menjabat kepala daerah melanjutkan rekomendasinya yang kedua adalah dengan merevisi UU terkait fungsi dan peran DPD. Untuk memperkuat peran lembaga perwakilan tersebut bisa dimulai dengan merevisi UU tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) dan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Kedua UU ini perlu direvisi agar peran politik legislasi dan pengawasan DPD dan DPR bisa diberikan secara proporsional.

Khusus UU MD3 diharapkan dapat dipisah menjadi UU sendiri masing-masing lembaga perwakilan tersebut (baik MPR-DPR-DPD dan DPRD). Pemisahan UU ini dimaksudkan agar terjadi upaya mewujudkan kolaborasi dan juga keadilan kekuasaan legislatif.

Zainal Arifin Mochtar mengatakan, sejatinya terdapat beberapa opsi yang bisa dilakukan sebagai upaya penguatan kewenangan dan peran DPD. Tidak mutlak hanya melalui agenda amendemen konstitusi yang terbilang sulit secara politik. Memaksakan kehendak politik DPD dengan jalan amendemen konstitusi adalah sangat sulit untuk ditempuh jika kita memahami realitas politik yang ada.

"Oleh karena itu, Pimpinan DPD ke depan diharapkan bisa realistis dengan dinamika politik Indonesia yang multipartai dengan sistem presidensial. DPR sebagai pemegang kuasa membuat UU terlihat agak sulit berbagi fungsi legislasinya dengan DPD," ujar Zainal.

Menurut dia, hal itu bukan berarti DPR tidak sepenuh ingin melemahkan atau setidaknya membonsai kewenangan politik DPD. Demikian juga dengan presiden, sebagai pembuat dan pelaksana UU. Memberikan kewenangan politik legislasi yang lebih kepada DPD dinilai akan memperumit proses legislasi UU itu sendiri.

"Tapi kami meyakini semua opsi politik terkait penguatan peran DPD masih terbuka dan terdapat banyak alasan bagi presiden dan DPR untuk memberikan kewenangan politik legislasi kepada DPD. Fraksi-fraksi parpol di DPR tentu berkepentingan dengan eksistensi DPD sebagai sarana untuk meningkatkan pengaruh politik legislatif dan distribusi kader. Juga kekuasaan eksekutif. Tentu sangat menghormati konstitusi dan berkepentingan dengan lembaga DPD yang diisi anggotanya yang nonpartisan," ungkapnya.

Keistimewaan lainnya pada momentum FGD ini adalah saat anggota DPD diterima dan dijamu secara istimewa di Keraton Jogja. Tepat di malam Tahun Baru Islam (1 Muharram 1446 H) atau Malam Satu Suro.

Semua peserta FGD diundang Gubernur DIY yang juga merupakan Raja Jogjakarta Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk beramah tamah di kediamannya. Dalam tradisi sosial politik Indonesia yang terpusat di Jawa, peristiwa seperti ini menjadi sangat sakral dan penting bagi konstelasi politik nasional.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1704 seconds (0.1#10.140)