Gelontorkan 90 Miliar untuk Influencer, Pemerintah Dianggap Pelihara Sampah Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang pemerintah menggelontorkan dana Rp90,45 miliar untuk keperluan sosialisasi kebijakan melalui jasa influencer atau tokoh berpengaruh menyita perhatian banyak pihak. Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi pun mengungkapkan dua akibat pemerintah menyewa influencer dan menghabiskan dana sekitar Rp90 miliar.
"Pertama, pemborosan anggaran, ada indikasi penyimpangan dalam lelang tersebut," ujar Uchok Sky Khadafi kepada SINDOnews, Minggu (23/8/2020).
Dikatakan pemborosan, lanjut dia, karena tidak ada manfaatnya buat rakyat ketika pemerintah menyewa influencer. Uchok menambahkan, pemerintah tidak mau dikritik dengan keberadaan alokasi anggaran sebesar Rp90 miliar ini.
( ).
Dia mengatakan, dengan keberadaan para influencer ini, pemerintah semakin tertutup kepada rakyat. Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah betul-betul pelihara para sampah demokrasi.
"Kedua, indikasi ada penyimpangan, bisa dilihat dari perusahaan perusahaan pemenang lelang. Tidak percaya bahwa perusahaan pemenangan lelang itu karena ada persaingan sehat, dan perusahaan tersebut menang lelang karena bagus," ungkapnya.
( Baca juga: Apa Perbedaan antara Buzzer dan Influencer? ).
Maka itu, Uchok menilai akan lebih baik perusahaan sewa influencer sebagai pemenang lelang diselidiki oleh aparat penegak hukum. "Tentu aparat hukum harus kerja sama dengan auditor negara untuk membongkar di beberapa kementerian atau lembaga Negara dalam permainan lelang sewa-menyewa influencer tersebut," pungkasnya.
"Pertama, pemborosan anggaran, ada indikasi penyimpangan dalam lelang tersebut," ujar Uchok Sky Khadafi kepada SINDOnews, Minggu (23/8/2020).
Dikatakan pemborosan, lanjut dia, karena tidak ada manfaatnya buat rakyat ketika pemerintah menyewa influencer. Uchok menambahkan, pemerintah tidak mau dikritik dengan keberadaan alokasi anggaran sebesar Rp90 miliar ini.
( ).
Dia mengatakan, dengan keberadaan para influencer ini, pemerintah semakin tertutup kepada rakyat. Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah betul-betul pelihara para sampah demokrasi.
"Kedua, indikasi ada penyimpangan, bisa dilihat dari perusahaan perusahaan pemenang lelang. Tidak percaya bahwa perusahaan pemenangan lelang itu karena ada persaingan sehat, dan perusahaan tersebut menang lelang karena bagus," ungkapnya.
( Baca juga: Apa Perbedaan antara Buzzer dan Influencer? ).
Maka itu, Uchok menilai akan lebih baik perusahaan sewa influencer sebagai pemenang lelang diselidiki oleh aparat penegak hukum. "Tentu aparat hukum harus kerja sama dengan auditor negara untuk membongkar di beberapa kementerian atau lembaga Negara dalam permainan lelang sewa-menyewa influencer tersebut," pungkasnya.
(zik)