Spirit Bermain, Tragedi dan Kematian Jenaka

Minggu, 30 Juni 2024 - 09:14 WIB
loading...
A A A
Gaya hidup menjadi lebih penting dari hidup itu sendiri, tak lagi milik golongan tertentu, namun telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manusia kota dan yang berbeda hanya pada bentuk pemuasannya, bukan pada intensitasnya.

Spirit Bermain, Tragedi dan Kematian Jenaka


Gejolak hasrat dan ketidaksadaran kolektif manusia tentu saja diperolok oleh karya instalasi Syakieb, dengan memanggungkan sebuah tragedi “kengerian namun elok secara visual”. Sebagai sebuah obyek, yakni tengkorak dan relasinya dengan imej-imej produk makanan cepat saji; yang menggugah justru kewarasan akal dan merasai betapa ringkih kita menjadi manusia?

Syakieb bermain-main dalam kode-kode, menyesatkan konsentrasi imajiner tak hanya pada “sekadar keindahan benda-benda” tentang ikon konsumerisme. Karyanya menggoda kita, McD dan KFC menerbangkan imaji-imaji abstraktif bentuk-bentuk dan teks-teks terbuka atas lambang kesempurnaan kemasan adalah sesuatu paling didamba pada abad ini yang dipasarkan demi mengompori hasrat.

baca juga: MNC Life dan Treasury Gelar Pameran Seni Art Jakarta Gardens 2024

Ia menemani kita, menggiring ironi di sana, keindahan, kecantikan, idealisasi atau kesempurnaan adalah impian-impian yang mewujud sebagai perangkat libidinal manusia untuk tidak mengatakan cukup. Tak menerima apa yang kita butuh, tapi meledakkan keinginan-keinginan berupa hasrat sebagai sebentuk kekuasaan mengonsumsi makanan yang tak terbatas.

Nietzche dan segudang cendekia Barat tak habis-habisnya mengeksplorasi tentang tak sekadar makna will to power, yakni kekuasaan untuk mengendalikan dirinya sebagai manusia bereksistensi. Namun, sebuah konstruk sosial tentang kekuasaan yang sengaja saling berelasi membangun dan dibangun melalui wacana, dan disebarkan oleh dan untuk masyarakat modern dari sekelompok manusia yang memiliki aset kekuasaan lebih unggul dalam politik dan ekonomi.

Kelindan antara produsen junk food, gaya hidup global yang cenderung homogen dan mesin hasrat konsumen bertemu pun diselebrasikan bersama-sama. Cendekia Rene Girard, yang mengamini penuntasan hasrat manusia di abad siber ini sebagai sebuah keinginan subversif mendasar tiap manusia, yang disebutnya konsep keinginan Mimesis -bahwa kita tidak hanya meniru perilaku orang lain tetapi juga keinginan itu sendiri menjadi pokok pangkal.

Bukan keinginan kita semata atas kemauan sang liyan, kita secara tak sadar menginginkan apa yang kita anggap juga diinginkan orang lain. Semacam hukum saling ketertarikan antarsubyek, yang akan menarik juga pihak selanjutnya.

Orang ketiga akan hadir dan segera menyusul membangun industri pornografi anak, menciptakan mitos kekayaan tentang uang Kripto, impresi kolosal keuntungan dasyat pada judi online dan sebuah fenomena ganjil kondisi distopik bumi di masa depan dll, yang viral via internet secara masif. Energi psikis manusia menduplikasi dan membayangkan hasrat sebagai fenomena internal antarsubyek yang terwujud mengglobal dan memaksa.

Di sisi lain, ujaran Kurator Pameran, Anna Sungkar patut direnungkan bahwa kekuasaan dalam konteks lain, secara laten digunakan sebagai sebuah strategi visual dari seniman Syakieb untuk memprovokasi apresian pameran berinteraksi secara intim dengan karya instalasi itu.

Anna menyebut bahwa kisah tragis bisa mewujud secara pelan membuai bahkan elok dan dekat dengan keseharian hidup. “Terjadi pembalikan image dalam karya ini, tempat tidur yang seharusnya menjadi tempat istirahat kemudian diubahnya menjadi kuburan. Syakieb menyadari bahwa karya ini seharusnya tidak menyeramkan namun sebaliknya menjadi lebih friendly dengan memberikan kesempatan pengunjung untuk duduk di sisi tempat tidur dan berfoto”.

Pop Art dan Kejenakaan Kematian

Sejak awal, dimensi pop art merengkuh pengertian banalitas tak terbatas, melebih-lebihkan kekosongan rohani orang-orang modern selain menciptakan kritik dalam dirinya sendiri tentang pemberhalaan objek-objek budaya populer yang sejatinya remeh temeh. Di lain hal, gejala ini menimbulkan justru mereproduksi ledakan makna atas konsep abstraksi kemakmuran, kejayaan pun kemewahan dalam industri seni dunia.

Spirit Bermain, Tragedi dan Kematian Jenaka

Karya seni Tribute to Junk Food dengan instalasi tempat tidur mewah berhias
renda putih, tengkorak bermateri resin serta patung dan lukisan dalam satu lokasi
sungguh membangun narasi seloroh parodikal yang unik. Foto-foto: Istimewa


Jeff Koons, seniman pop art paling ikonik dunia, dengan karya paling fenomenal Balloon Dog, secara eksplisit sengaja memanfaatkan kualitas material karyanya dengan menonjolkan berpendarnya pantulan lembut obyek minimalis yang menggembung, wujud balon yang ringan, sembari memanggungkan rasa mewah konstruksi polychromed aluminum.

“Karya saya sebenarnya artikulatif di permukaan, yang memiliki kemewahan visual. Dan tatkala menyatakan tentang kemewahan visual tak ada kata lain selain maksud untuk merayakan kegembiraan dari wujud atas sensualitas, refleksi, abstraksi, dan perubahan,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan majalah gaya hidup pada 2021.

Pada 2019, karya Koons, yakni Rabbit (1986), dengan patung kelinci yang menggembung dengan tinggi satu meter terbuat dari baja tahan karat, terjual lebih dari USD91 juta, di balai lelang Christie's. Ia memecahkan rekor karya seniman yang masih hidup untuk dirinya sendiri, yang terjual di lelang mengalahkan rekor karya David Hockney pada 2018.

Fenomena Koons sebagai misal, meneruskan warisan Warhol dan sederet pemuka pop art dari Barat adalah memang sebuah keniscayaan perayaan tentang kegembiraan dari abstraksi-abstraksi fenomena urban menyimbolkan dan menghiperbolikkan makna kesejahteraan dan kemajuan, kegembiraan yang semuanya bermuara pada kemewahan atas benda-benda.

Claes Oldenburg, seniman generasi Warhol yang tersisa di usia 93tahun; yang wafat pada 2022 silam direkam oleh media BBC dalam wawancara terdahulunya, selain pengakuannya tentang karya yang terinspirasi benda-benda keseharian, reporter mencatat:

“Seniman patung ini sendiri tak percaya akan ide-ide yang cenderung lugas bisa tercipta. Ia memilih membuat patung-patung raksasa, tertarik untuk menciptakan ide-ide yang bermain-main sekaligus jenaka tetapi menyisakan tampilan teki-teki dan sedikit keseraman,”

baca juga: Sambangi Pameran Seni Butet Kartaredjasa, Mahfud MD: Banyak Pesan Kemarahan soal Hukum

Sementara itu, satu saat, masih dalam skedul pamerannya di Provoke Jakarta!, Syakieb menyatakan bahwa karya seni niscaya berelasi dengan industri, apresian hadir di pameran kemudian tersentuh oleh ide dan gagasan seniman. “Saya membebaskan pengalaman-pengalaman internal mereka menafsirkan karya. Jika seterusnya ingin memiliki dan membawa pulang karya adalah sebentuk kebenaran personal yang diyakini oleh kolektor” katanya.

Tak hendak menyandingkan pada para seniman dunia yang melegenda itu dengan Syakieb, tapi jangan-jangan pernyataanya dalam wawancara, sebentuk kritik visualnya di patung-patung gemoy-nya, lukisan dan intalasinya yang secara parodikal dengan imbuhan kejenakaan tentang kematian adalah meminjam kredo dari tokoh-tokoh sejarah pop art dunia? Anda para apresian dan kolektor seni yang lebih tahu kelak.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1388 seconds (0.1#10.140)
pixels