Hoegeng, Jenderal Antisuap Hidup Pas-pasan dari Gaji Polisi
loading...
A
A
A
"Sebuah kenyataan yang amat memalukan," katanya geram.
Namun si wanita tak patah arang, dia terus membujuk Jenderal Hoegeng. Hoegeng terheran-heran karena para koleganya di kepolisian dan kejaksaan memintanya melepaskan wanita cantik itu. Hoegeng heran lantaran mengapa begitu banyak pejabat yang berusaha menolong pengusaha wanita tersebut.
Belakangan Hoegeng memperoleh kabar bahwa wanita itu tak segan-segan tidur dengan pejabat demi melancarkan aksi penyelundupannya. Hoegeng hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan koleganya yang terbius uang dan rayuan wanita.
"Nanti semua orang yang berurusan dengan Imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," kata Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk menerapkan kejujuran, ia memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu. "Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak,” kata Merry.
Aditya Soetanto dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa(2009) menggambarkan bagaimana kejujuran dan kesederhanaan ayahnya. Polisi kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921 itu menolak segala bentuk hadiah atau pemberian yang bukan haknya. Suatu hari ada ada seorang pengusaha mengirimkan dua unit sepeda motor Lambretta ke rumah Hoegeng. Motor itu merupakan jatah bagi pejabat negara. Namun setelah diketahui asal usulnya, Hoegeng meminta ajudannya untuk mengembalikan sepeda motor itu karena merasa tidak berhak menerima.
Beberapa hari kemudian Adit diminta datang ke Mabes Polri. Hoegeng menanyakan kemantapan hati Adit yang ingin masuk militer. Namun ayahnya itu juga menyampaikan bahwa tidak ingin ada Hoegeng lain di Kepolisian. Adit sangat marah karena ayahnya tidak memberikan rekomendasi dan ternyata pendaftaran masuk Akabri telah tutup dua hari sebelumnya. Di tengah kemarahan anaknya itu, Hoegeng menjelaskan bahwa hati kecilnya berharap tidak ada lagi yang mengikuti jejaknya di angkatan. Tak hanya itu, Hoegeng juga menjelaskan alasannya tidak mengizinkan Adit bergabung di Akabri. Hoegeng tidak ingin jabatannya sebagai Kapolri akan memudahkan atau setidaknya memengaruhi anaknya masuk Akabri.
Selepas penjelasan panjang lebar terkait alasannya tidak memberi izin bergabung di Akabri, dengan kerendahan hati, Jenderal Hoegeng berdiri dari kursinya dan menghampiri anaknya untuk meminta maaf.
2. Tegas dan Tahan Godaan
Selama bertugas di Medan, Sumut, Hoegeng gencar memerangi penyelundupan. Dia tak peduli siapa beking penyelundup tersebut, semua disikat. Salah satunya seorang pengusaha wanita berparas cantik. Dia berupaya mengajak damai Hoegeng dengan mengirimkan berbagai hadiah mewah ke alamat rumah Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak mentah-mentah. Hadiah tersebut pun langsung dikembalikan oleh Hoegeng.Namun si wanita tak patah arang, dia terus membujuk Jenderal Hoegeng. Hoegeng terheran-heran karena para koleganya di kepolisian dan kejaksaan memintanya melepaskan wanita cantik itu. Hoegeng heran lantaran mengapa begitu banyak pejabat yang berusaha menolong pengusaha wanita tersebut.
Belakangan Hoegeng memperoleh kabar bahwa wanita itu tak segan-segan tidur dengan pejabat demi melancarkan aksi penyelundupannya. Hoegeng hanya bisa mengelus dada prihatin menyaksikan koleganya yang terbius uang dan rayuan wanita.
3. Jujur dan Sederhana
Hoegeng hanya mengandalkan gaji dari kepolisian untuk menghidupi keluarganya. Karena itu, istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko bunga. Toko bunga itu pun laris dan terus berkembang. Namun sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut Dirjen Imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan Imigrasi dengan menutup toko bunga."Nanti semua orang yang berurusan dengan Imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," kata Hoegeng.
Istri Hoegeng yang selalu mendukung suaminya untuk menerapkan kejujuran, ia memahami maksud permintaan Hoegeng. Dia rela menutup toko bunga yang sudah maju dan besar itu. "Bapak tak ingin orang-orang beli bunga di toko itu karena jabatan bapak,” kata Merry.
Aditya Soetanto dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa(2009) menggambarkan bagaimana kejujuran dan kesederhanaan ayahnya. Polisi kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921 itu menolak segala bentuk hadiah atau pemberian yang bukan haknya. Suatu hari ada ada seorang pengusaha mengirimkan dua unit sepeda motor Lambretta ke rumah Hoegeng. Motor itu merupakan jatah bagi pejabat negara. Namun setelah diketahui asal usulnya, Hoegeng meminta ajudannya untuk mengembalikan sepeda motor itu karena merasa tidak berhak menerima.
4. Antinepotisme
Hoegeng juga sosok antinepotisme seperti dikisahkan dalam buku berjudul Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanankarya Farouk Arnaz. Waktu itu, anak kedua Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng berniat masuk ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Ia lalu menemui ayahnya yang menjabat sebagai Kapolri untuk meminta surat izin. Namun Hoegeng mengatakan 'nanti saja'.Beberapa hari kemudian Adit diminta datang ke Mabes Polri. Hoegeng menanyakan kemantapan hati Adit yang ingin masuk militer. Namun ayahnya itu juga menyampaikan bahwa tidak ingin ada Hoegeng lain di Kepolisian. Adit sangat marah karena ayahnya tidak memberikan rekomendasi dan ternyata pendaftaran masuk Akabri telah tutup dua hari sebelumnya. Di tengah kemarahan anaknya itu, Hoegeng menjelaskan bahwa hati kecilnya berharap tidak ada lagi yang mengikuti jejaknya di angkatan. Tak hanya itu, Hoegeng juga menjelaskan alasannya tidak mengizinkan Adit bergabung di Akabri. Hoegeng tidak ingin jabatannya sebagai Kapolri akan memudahkan atau setidaknya memengaruhi anaknya masuk Akabri.
Selepas penjelasan panjang lebar terkait alasannya tidak memberi izin bergabung di Akabri, dengan kerendahan hati, Jenderal Hoegeng berdiri dari kursinya dan menghampiri anaknya untuk meminta maaf.