Bayar Buzzer-Influencer Rp90 Miliar, PKS: Prioritas Anggaran Pemerintah Lemah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesian Corruption Watch (ICW) menduga pemerintah menggelontorkan anggaran sekira Rp90,45 miliar untuk jasa influencer, baik individu atau kelompok, dengan tujuan memengaruhi opini publik terkait kebijakan dan program pemerintah.
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan temuan ICW tersebut merupakan hasil dari data yang dikumpulkan sepanjang 14 hingga 18 Agustus 2020. Salah satu metode yang dipakai adalah menelusuri Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Menanggapi temuan ICW tersebut, politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati mengingatkan, pemerintah untuk cermat dalam menggunakan anggaran negara. Anis mendorong agar pemerintah mengedepankan skala prioritas yang harus dilakukan untuk saat ini.
"Karena itu, tata kelola anggaran yang baik akan menentukan arah kebijakan dan menentukan sejauh mana kita bisa mencapai tujuan kita bernegara," katanya kepada SINDOnews, Sabtu (22/8/2020).
(Baca: Influencer Dibayar Rp90 Miliar, Demokrat Contohkan Cara SBY Sosialisasi Program)
Saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit akibat pandemi Covid-19. Karena itu, Anis menilai tak tepat anggaran negara digunakan membayar 'buzzer'. Sudah sepantasnya pemerintah menggunakan anggaran belanja sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Peran buzzer seharusnya bisa dimaksimalkan kehumasan pemerintah.
Anis berpendapat pengalokasian anggaran untuk influencer menunjukkan pemerintah belum memiliki skala prioritas yang jelas dan tepat. Jauh lebih bermanfaat jika anggaran itu digunakan untuk memberi subsidi BPJS yang dirasakan berat oleh masyarakat bawah, atau subsidi gas 3 kg, atau untuk penanganan kesehatan masyarakat yang masih dirasakan mahal oleh masyarakat.
"Pemerintah harus punya skala prioritas dalam menggunakan anggaran belanjanya. Masih banyak kebutuhan rakyat yang belum dipenuhi oleh pemerintah," ucapnya.
(Baca: Demokrat: Jangan Salahkan Pemerintah Dianggap Lebih Pentingkan Citra)
Alih-alih mengalokasikan anggaran untuk influencer, anggota komisi XI DPR RI ini juga menyarankan kepada pemerintah untuk memperhatikan kelompok tertentu yang secara langsung terlibat dalam penanganan Covid-19 dan kelompok yang terdampak langsung. "Para petugas pemakaman, para guru ngaji, penjual jasa seperti tukang pijit, lebih layak untuk mendapatkan insentif," pungkasnya.
Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan temuan ICW tersebut merupakan hasil dari data yang dikumpulkan sepanjang 14 hingga 18 Agustus 2020. Salah satu metode yang dipakai adalah menelusuri Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Menanggapi temuan ICW tersebut, politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati mengingatkan, pemerintah untuk cermat dalam menggunakan anggaran negara. Anis mendorong agar pemerintah mengedepankan skala prioritas yang harus dilakukan untuk saat ini.
"Karena itu, tata kelola anggaran yang baik akan menentukan arah kebijakan dan menentukan sejauh mana kita bisa mencapai tujuan kita bernegara," katanya kepada SINDOnews, Sabtu (22/8/2020).
(Baca: Influencer Dibayar Rp90 Miliar, Demokrat Contohkan Cara SBY Sosialisasi Program)
Saat ini kondisi ekonomi masyarakat sedang sulit akibat pandemi Covid-19. Karena itu, Anis menilai tak tepat anggaran negara digunakan membayar 'buzzer'. Sudah sepantasnya pemerintah menggunakan anggaran belanja sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Peran buzzer seharusnya bisa dimaksimalkan kehumasan pemerintah.
Anis berpendapat pengalokasian anggaran untuk influencer menunjukkan pemerintah belum memiliki skala prioritas yang jelas dan tepat. Jauh lebih bermanfaat jika anggaran itu digunakan untuk memberi subsidi BPJS yang dirasakan berat oleh masyarakat bawah, atau subsidi gas 3 kg, atau untuk penanganan kesehatan masyarakat yang masih dirasakan mahal oleh masyarakat.
"Pemerintah harus punya skala prioritas dalam menggunakan anggaran belanjanya. Masih banyak kebutuhan rakyat yang belum dipenuhi oleh pemerintah," ucapnya.
(Baca: Demokrat: Jangan Salahkan Pemerintah Dianggap Lebih Pentingkan Citra)
Alih-alih mengalokasikan anggaran untuk influencer, anggota komisi XI DPR RI ini juga menyarankan kepada pemerintah untuk memperhatikan kelompok tertentu yang secara langsung terlibat dalam penanganan Covid-19 dan kelompok yang terdampak langsung. "Para petugas pemakaman, para guru ngaji, penjual jasa seperti tukang pijit, lebih layak untuk mendapatkan insentif," pungkasnya.
(muh)