Kreatif di Daring, Pemilih Terjaring

Sabtu, 22 Agustus 2020 - 08:13 WIB
loading...
Kreatif di Daring, Pemilih Terjaring
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Kampanye pilkada serentak yang akan dimulai pada September 2020 tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara konvensional seperti pengerahan massa secara besar-besaran. Upaya merebut simpati pemilih harus mengandalkan kreativitas karena kampanye akan lebih banyak dilakukan secara virtual atau daring.

Kampanye daring menjadi pilihan karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat membatasi kegiatan rapat umum yang menghadirkan massa secara langsung. Kegiatan seperti jalan sehat, pagelaran musik, sepeda santai, dan kegiatan olahraga lainnya juga dilarang.

Ini tak lepas dari situasi pandemi Covid-19 yang mengharuskan adanya pembatasan sosial atau jaga jarak. Dalam Rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye yang akan dibahas pada rapat dengar pendapat di Komisi II DPR pada Senin (24/8) diatur bahwa setiap kegiatan rapat umum hanya boleh menghadirkan massa dalam jumlah terbatas dengan menerapkan protokol kesehatan. (Baca: Bawaslu Temukan Puluhan ribu Pemilih Tak Penuhi Syarat di Pilkada)

Dengan demikian, ruang bagi pasangan calon, tim pemenangan, dan partai politik pendukung untuk menyampaikan visi misi dan program adalah media daring atau online. Penggunaan platform media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook atau YouTube secara optimal akan sangat menentukan apakah pasangan calon dinilai layak dipilih atau tidak. Kampanye Pilkada 2020 akan dimulai pada 26 September dan berakhir 5 Desember.

Kampanye di media daring memiliki ciri khasnya sendiri. kandidat tidak lagi bisa lagi sekadar mengandalkan jargon-jargon politik atau seruan “Ayo, pilih saya!” sebagaimana umum ditemukan pada spanduk atau baliho. Kampanye daring akan efektif jika kandidat atau tim kampanyenya bisa melahirkan sesuatu yang nancap di benak masyarakat dunia maya, terutama kalangan muda. Itu bisa dilakukan dengan cara menciptakan hashtag atau tanda pagar (tagar) unik.

“Kalau ingin menggarap pemilih pemula di pilkada, tidak sinkron lagi kalau menggunakan cara kampanye konvensional, mesti mainnya di media sosial,” ujar sutradara yang juga produser film Ichwan Persada kepada KORAN SINDO kemarin.

Salah satu medium efektif untuk kampanye di media sosial adalah film pendek. Ichwan melihat penggunaan film pendek oleh kandidat di pilkada sejauh ini masih sedikit dan umumnya hanya dilakukan oleh kontestan pilkada di Pulau Jawa. Adapun kontestan di daerah lain masih menggunakan medium konvensional seperti baliho dan spanduk. (Baca juga: DPR Pertanyakan Standar Ganda BPOM Terhadap Obat Buatan Unair)

Padahal, melalui film, misalnya yang ditampilkan melalui YouTube, kandidat bisa menggulirkan banyak isu. Potensi untuk ditonton sangat besar karena hampir semua orang sekarang memiliki gadget atau smartphone. Melalui film, visi misi dan program kandidat pun bisa disampaikan kepada masyarakat dengan kemasan dan penyajian yang berbeda. Visi misi di bidang pertanian misalnya, bisa ditampilkan dengan cara lebih menarik karena metodenya tidak berupa ajakan atau seruan untuk memilih.

“Jadi sekarang bukan lagi “ayo pilih saya”. Melainkan membuat film pendek dengan dialog yang sangat halus, smooth, yang isunya dekat, mengena, tanpa orang merasa sedang diceramahi,” ujarnya.

“Sebagai perbandingan, brand produk sekarang ini sudah mulai tidak menampilkan produknya, tapi story behind the product. Dalam berkampanye, calon kepala daerah seharusnya juga menggunakan formula seperti itu,” lanjut CEO Indonesia Sinema Persada ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1495 seconds (0.1#10.140)