Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Gugat RPP Konsesi Penyandang Disabilitas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas untuk Perlindungan Sosial yang Inklusif mengadakan konferensi pers di Gedung YLBHI, Menteng, Jakarta. Koalisi yang terdiri dari 46 organisasi disabilitas serta penyakit langka dari seluruh Indonesia menyampaikan gugatan dalam bentuk surat terbuka kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Konsesi dan Insentif bagi Penyandang Disabilitas.
Nena Hutahaean selaku koordinator dalam konferensi pers menyatakan, tujuan dibentuknya Koalisi ini adalah sebagai langkah untuk mengadvokasi kebijakan perlindungan sosial yang ada.
"Agar dapat menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas tanpa melihat derajat kedisabilitasannya serta status sosial ekonomi sehingga nantinya semua penyandang disabilitas dapat hidup mandiri di dalam masyarakat," kata Nena, Kamis (13/6/2024).
Anthoni Tsaputra, selaku Tim penyusun Naskah Akademik dan RPP Konsesi versi koalisi menyoroti, pendekatan perlindungan sosial saat ini tidak tepat, karena masih berbasiskan pendapatan rumah tangga dan kemiskinan.
Menurutnya, pendekatan ini tidak mencerminkan keadaan hidup masyarakat, khususnya Penyandang Disabilitas di Indonesia. Masih banyak penyandang disabilitas yang hidupnya jauh dari kesejahteraan, meskipun keluarga atau pendampingnya tidak masuk kategori miskin milik pemerintah.
"Hal ini dikarenakan penyandang disabilitas memiliki extra cost disability atau biaya lebih disabilitas," ujar Anthoni.
Contoh konkret yang terjadi di masyarakat, tambah Mahmud Fasa, perwakilan dari Koalisi dan juga seorang penyandang disabilitas fisik adalah, beban biaya yang harus ditanggung sehari-hari oleh kaum disabilitas fisik dan juga teman-teman netra, tuli, serta intelektual, ataupun mental.
"Yang terpaksa harus naik kendaraan online karena kondisi transportasi di Indonesia ini tidak ramah disabilitas sehingga biaya yang ditanggung sangat besar dibandingkan nondisabilitas," ungkapnya.
Selain itu menurut Dewi Tjakra, Ketua Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI), biaya akan semakin meningkat manakala disabilitas tersebut perlu didampingi oleh pendamping/orang tuanya.
"Karena seperti teman-teman Down Sindrome mereka harus selalu didampingi oleh pendamping, sehingga ketika akan bepergian biaya yang ditanggung dua kali lebih besar dan teman-teman ini kebanyakan tidak punya akses untuk pekerjaan agar dapat hidup layak dan mandiri," jelasnya.
Nena Hutahaean selaku koordinator dalam konferensi pers menyatakan, tujuan dibentuknya Koalisi ini adalah sebagai langkah untuk mengadvokasi kebijakan perlindungan sosial yang ada.
"Agar dapat menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas tanpa melihat derajat kedisabilitasannya serta status sosial ekonomi sehingga nantinya semua penyandang disabilitas dapat hidup mandiri di dalam masyarakat," kata Nena, Kamis (13/6/2024).
Anthoni Tsaputra, selaku Tim penyusun Naskah Akademik dan RPP Konsesi versi koalisi menyoroti, pendekatan perlindungan sosial saat ini tidak tepat, karena masih berbasiskan pendapatan rumah tangga dan kemiskinan.
Menurutnya, pendekatan ini tidak mencerminkan keadaan hidup masyarakat, khususnya Penyandang Disabilitas di Indonesia. Masih banyak penyandang disabilitas yang hidupnya jauh dari kesejahteraan, meskipun keluarga atau pendampingnya tidak masuk kategori miskin milik pemerintah.
"Hal ini dikarenakan penyandang disabilitas memiliki extra cost disability atau biaya lebih disabilitas," ujar Anthoni.
Contoh konkret yang terjadi di masyarakat, tambah Mahmud Fasa, perwakilan dari Koalisi dan juga seorang penyandang disabilitas fisik adalah, beban biaya yang harus ditanggung sehari-hari oleh kaum disabilitas fisik dan juga teman-teman netra, tuli, serta intelektual, ataupun mental.
"Yang terpaksa harus naik kendaraan online karena kondisi transportasi di Indonesia ini tidak ramah disabilitas sehingga biaya yang ditanggung sangat besar dibandingkan nondisabilitas," ungkapnya.
Selain itu menurut Dewi Tjakra, Ketua Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (YAPESDI), biaya akan semakin meningkat manakala disabilitas tersebut perlu didampingi oleh pendamping/orang tuanya.
"Karena seperti teman-teman Down Sindrome mereka harus selalu didampingi oleh pendamping, sehingga ketika akan bepergian biaya yang ditanggung dua kali lebih besar dan teman-teman ini kebanyakan tidak punya akses untuk pekerjaan agar dapat hidup layak dan mandiri," jelasnya.