Persekongkolan Tender, MA Vonis 4 Perusahaan Bayar Denda Rp5 Miliar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan empat perusahaan, memastikan keempatnya terbukti melakukan persekongkolan dalam proses tender, dan memerintahkan membayar denda dengan total Rp5 miliar. Hal ini tertuang dalam putusan kasasi nomor: 459 K/Pdt.Sus.KPPU/2020 dengan majelis hakim Yakup Ginting sebagai ketua dan Zahrul Rabain dan Ibrahim selaku anggota.
Kasasi lebih dulu diajukan PT Ayem Mulya Aspalmix sebagai pemohon kasasi I, PT Kediri Putra pemohon kasasi II, PT Ayem Mulya Abadi pemohon kasasi III, dan PT Ratna pemohon kasasi IV pada 22 Januari 2020. Keempatnya melawan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai termohon kasasi.
Kasasi diajukan menyikapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung nomor: 46/Pdt.Sus-KPPU/2019/PN Tlg tertanggal 30 Desember 2019. Satu di antara amar putusan PN Tulungagung yakni menguatkan putusan KPPU Nomor: 22/KPPU-I/2018 tertanggal 11 September 2019.( )
Semasa perkara disidangkan di KPPU, ada tujuh terlapor. Pertama, Supriyanta selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR untuk Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Rigid Pavement Ruas Wates-Plosoklaten (Kode Lelang 620207) dengan Sumber Dana Alokasi Khusus Infrastruktur Publik Daerah (DAK PID) Bidang Jalan Tahun Anggaran 2016 sebagai terlapor I.
Kedua, Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Paket Pekerjaan Jalan Rigid Pavement Ruas Wates-Plosoklaten sebagai terlapor II. Ketiga, PT Kediri Putra sebagai terlapor III. Keempat, PT Ayem Mulya Abadi sebagai terlapor IV. Kelima, PT Ayem Mulya Aspalmix sebagai terlapor V. Keenam, PT Ratna sebagai terlapor VI. Ketujuh, dan PT Gorga Marga Mandiri sebagai terlapor VII.
Majelis hakim menyatakan, setelah membaca memori kasasi dan alasan-alasan yang diajukan, kontra memori kasasi yang disampaikan KPPU tertanggal 12 Maret 2020, serta dihubungkan dengan pertimbangan putusan judex facti, dalam hal ini PN Tulungagung yang menguatkan putusan KPPU, maka MA berpendapat bahwa putusan judex facti tidak salah menerapkan hukum dengan dua pertimbangan.
Namun, MA juga berpendapat bahwa amar putusan judex facti/PN Tulungagung memang harus diperbaiki sepanjang mengenai amar pada Nomor 3 dan Nomor 8.
"Mengadili, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: PT Ayem Mulya Aspalmix, Pemohon Kasasi II: PT Kediri Putra, Pemohon Kasasi III: PT Ayem Mulya Abadi, dan Pemohon Kasasi IV: PT Ratna tersebut. Dua, memperbaiki amar Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor 46/Pdt.Sus-KPPU/2019/PN Tlg. tanggal 30 Desember 2019 yang menguatkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 22/KPPU-I/2018 tanggal 11 September 2019," kata Ketua Majelis Hakim Yakup Ginting sebagaimana dikutip SINDOnews dari salinan putusan di Jakarta, Kamis (20/8/2020).( )
Amar selengkapnya menjadi sembilan poin. Satu, menyatakan bahwa terlapor I (Supriyanta) dan terlapor VII (PT Gorga Marga Mandiri) tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dua, menyatakan terlapor II (Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa ULP), terlapor III (PT Kediri Putra), terlapor IV (PT Ayem Mulya Abadi), terlapor V (PT Ayem Mulya Aspalmix), dan terlapor VI (PT Ratna) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Pasal tersebut berbunyi, "Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. "Menghukum Terlapor III (PT Kediri Putra) membayar denda sebesar Rp2 miliar yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha satuan kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 425812 (pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha) selambat-lambatnya 1 tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Yakup.
Empat, menghukum terlapor IV (PT Ayem Mulya Abadi) membayar denda sebesar Rp1 miliar. Lima, menghukum terlapor V (PT Ayem Mulya Aspalmix) membayar denda sebesar Rp1 miliar. Enam, menghukum terlapor VI (PT Ratna) membayar denda sejumlah Rp1 miliar. Denda tersebut masing-masing harus dibayarkan PT Ayem Mulya Abadi, PT Ayem Mulya Aspalmix, dan PT Ratna dengan disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dengan ketentuan yang sama seperti PT Kediri Putra.
"Tujuh, melarang Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa secara bersama-sama pada paket pekerjaan yang sama. Delapan, melarang Terlapor III untuk mengikuti tender dalam lingkup jasa konstruksi jalan yang menggunakan dana APBN dan APBD di seluruh Indonesia selama 1 tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Sembilan, memerintahkan Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU," kata Yakup.(Baca juga: Kadang Cepat Kadang Lambat, MA Ungkap Alasan di Balik Putusan)
Putusan ini diambil dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 19 Mei 2020. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh ketua majelis dengan dihadiri dua hakim anggota tersebut serta NL Perginasari AR sebagai panitera pengganti. Para pihak tidak dihadiri saat pengucapan putusan.
Majelis hakim kasasi mengungkapkan ada dua pertimbangan majelis menilai judex facti tidak salah menerapkan hukum. Satu di antaranya, alasan-alasan kasasi para pemohon kasasi mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi.
Pasalnya, pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya.
"Sebagaimana yang dimaksud Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009," bunyi pertimbangan putusan kasasi.
Majelis hakim kasasi melanjutkan, ada dua pertimbangan utama putusan PN Tulungagung harus diperbaiki sepanjang mengenai amar pada nomor 3 dan nomor 8. Pertama, menurut Mahkamah Agung, untuk memberikan keadilan dalam menjatuhkan putusan di samping pedoman yang ada dalam UU perlu pula dipertimbangkan keadaan kondisi perusahaan terlapor. Sehingga jangan sampai terjadi pengenaan denda dan penghukuman melarang ikut tender menjadikan pelaku usaha bangkrut. Musababnya, tujuan utama pemberian sanksi tersebut adalah untuk pembinaan terhadap pelaku usaha supaya tidak melakukan kembali perbuatan yang dilarang oleh UU.
"Jika sanksi denda yang dijatuhkan terlalu besar, maka dimungkinkan akan terjadinya kemacetan likuiditas keuangan dari pelaku usaha yang bisa berdampak lebih besar misalnya terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lain-lain," kata majelis hakim .
Kedua, oleh karena itu juga maka perlu perincian atas perhitungan denda. Di mana pelaku usaha seharusnya mempunyai hak untuk mengetahui dasar penghitungan denda yang dikenakan. Jika hak tersebut tidak terpenuhi, maka hal ini juga bertentangan dengan prinsip hukum acara perdata, di mana setiap jumlah yang didalilkan haruslah dibuktikan dasar penghitungannya. Namun hal itu tidak terbukti dalam penghitungan majelis KPPU.
"Oleh karena itu perlu dikoreksi menyangkut pengenaan denda tersebut, sebagaimana yang ditentukan dalam amar putusan a quo," katanya.
Kasasi lebih dulu diajukan PT Ayem Mulya Aspalmix sebagai pemohon kasasi I, PT Kediri Putra pemohon kasasi II, PT Ayem Mulya Abadi pemohon kasasi III, dan PT Ratna pemohon kasasi IV pada 22 Januari 2020. Keempatnya melawan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai termohon kasasi.
Kasasi diajukan menyikapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Tulungagung nomor: 46/Pdt.Sus-KPPU/2019/PN Tlg tertanggal 30 Desember 2019. Satu di antara amar putusan PN Tulungagung yakni menguatkan putusan KPPU Nomor: 22/KPPU-I/2018 tertanggal 11 September 2019.( )
Semasa perkara disidangkan di KPPU, ada tujuh terlapor. Pertama, Supriyanta selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR untuk Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Rigid Pavement Ruas Wates-Plosoklaten (Kode Lelang 620207) dengan Sumber Dana Alokasi Khusus Infrastruktur Publik Daerah (DAK PID) Bidang Jalan Tahun Anggaran 2016 sebagai terlapor I.
Kedua, Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Paket Pekerjaan Jalan Rigid Pavement Ruas Wates-Plosoklaten sebagai terlapor II. Ketiga, PT Kediri Putra sebagai terlapor III. Keempat, PT Ayem Mulya Abadi sebagai terlapor IV. Kelima, PT Ayem Mulya Aspalmix sebagai terlapor V. Keenam, PT Ratna sebagai terlapor VI. Ketujuh, dan PT Gorga Marga Mandiri sebagai terlapor VII.
Majelis hakim menyatakan, setelah membaca memori kasasi dan alasan-alasan yang diajukan, kontra memori kasasi yang disampaikan KPPU tertanggal 12 Maret 2020, serta dihubungkan dengan pertimbangan putusan judex facti, dalam hal ini PN Tulungagung yang menguatkan putusan KPPU, maka MA berpendapat bahwa putusan judex facti tidak salah menerapkan hukum dengan dua pertimbangan.
Namun, MA juga berpendapat bahwa amar putusan judex facti/PN Tulungagung memang harus diperbaiki sepanjang mengenai amar pada Nomor 3 dan Nomor 8.
"Mengadili, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: PT Ayem Mulya Aspalmix, Pemohon Kasasi II: PT Kediri Putra, Pemohon Kasasi III: PT Ayem Mulya Abadi, dan Pemohon Kasasi IV: PT Ratna tersebut. Dua, memperbaiki amar Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor 46/Pdt.Sus-KPPU/2019/PN Tlg. tanggal 30 Desember 2019 yang menguatkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 22/KPPU-I/2018 tanggal 11 September 2019," kata Ketua Majelis Hakim Yakup Ginting sebagaimana dikutip SINDOnews dari salinan putusan di Jakarta, Kamis (20/8/2020).( )
Amar selengkapnya menjadi sembilan poin. Satu, menyatakan bahwa terlapor I (Supriyanta) dan terlapor VII (PT Gorga Marga Mandiri) tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dua, menyatakan terlapor II (Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa ULP), terlapor III (PT Kediri Putra), terlapor IV (PT Ayem Mulya Abadi), terlapor V (PT Ayem Mulya Aspalmix), dan terlapor VI (PT Ratna) terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Pasal tersebut berbunyi, "Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. "Menghukum Terlapor III (PT Kediri Putra) membayar denda sebesar Rp2 miliar yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha satuan kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 425812 (pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha) selambat-lambatnya 1 tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Yakup.
Empat, menghukum terlapor IV (PT Ayem Mulya Abadi) membayar denda sebesar Rp1 miliar. Lima, menghukum terlapor V (PT Ayem Mulya Aspalmix) membayar denda sebesar Rp1 miliar. Enam, menghukum terlapor VI (PT Ratna) membayar denda sejumlah Rp1 miliar. Denda tersebut masing-masing harus dibayarkan PT Ayem Mulya Abadi, PT Ayem Mulya Aspalmix, dan PT Ratna dengan disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha dengan ketentuan yang sama seperti PT Kediri Putra.
"Tujuh, melarang Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa secara bersama-sama pada paket pekerjaan yang sama. Delapan, melarang Terlapor III untuk mengikuti tender dalam lingkup jasa konstruksi jalan yang menggunakan dana APBN dan APBD di seluruh Indonesia selama 1 tahun sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap. Sembilan, memerintahkan Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU," kata Yakup.(Baca juga: Kadang Cepat Kadang Lambat, MA Ungkap Alasan di Balik Putusan)
Putusan ini diambil dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Selasa, 19 Mei 2020. Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh ketua majelis dengan dihadiri dua hakim anggota tersebut serta NL Perginasari AR sebagai panitera pengganti. Para pihak tidak dihadiri saat pengucapan putusan.
Majelis hakim kasasi mengungkapkan ada dua pertimbangan majelis menilai judex facti tidak salah menerapkan hukum. Satu di antaranya, alasan-alasan kasasi para pemohon kasasi mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi.
Pasalnya, pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya.
"Sebagaimana yang dimaksud Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009," bunyi pertimbangan putusan kasasi.
Majelis hakim kasasi melanjutkan, ada dua pertimbangan utama putusan PN Tulungagung harus diperbaiki sepanjang mengenai amar pada nomor 3 dan nomor 8. Pertama, menurut Mahkamah Agung, untuk memberikan keadilan dalam menjatuhkan putusan di samping pedoman yang ada dalam UU perlu pula dipertimbangkan keadaan kondisi perusahaan terlapor. Sehingga jangan sampai terjadi pengenaan denda dan penghukuman melarang ikut tender menjadikan pelaku usaha bangkrut. Musababnya, tujuan utama pemberian sanksi tersebut adalah untuk pembinaan terhadap pelaku usaha supaya tidak melakukan kembali perbuatan yang dilarang oleh UU.
"Jika sanksi denda yang dijatuhkan terlalu besar, maka dimungkinkan akan terjadinya kemacetan likuiditas keuangan dari pelaku usaha yang bisa berdampak lebih besar misalnya terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lain-lain," kata majelis hakim .
Kedua, oleh karena itu juga maka perlu perincian atas perhitungan denda. Di mana pelaku usaha seharusnya mempunyai hak untuk mengetahui dasar penghitungan denda yang dikenakan. Jika hak tersebut tidak terpenuhi, maka hal ini juga bertentangan dengan prinsip hukum acara perdata, di mana setiap jumlah yang didalilkan haruslah dibuktikan dasar penghitungannya. Namun hal itu tidak terbukti dalam penghitungan majelis KPPU.
"Oleh karena itu perlu dikoreksi menyangkut pengenaan denda tersebut, sebagaimana yang ditentukan dalam amar putusan a quo," katanya.
(abd)