Daftar Lengkap Putusan Kesepakatan Ijtima Ulama MUI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ijtima Ulama digelar oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) , yang mana terdapat ratusan perserta ormas dan terdapat kesepakatan dalam pertemuan itu. Putusan dari pertemuan tersebut dibacakan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh.
Asrorun mengatakan, salah satu bahasan Itjima itu berkaitan kajian dan panduan dalam hubungan antarbangsa, terutama terkait dengan upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam forum PBB sebagai wadah membahas relasi antarbangsa.
Di samping itu juga bagaimana tanggung jawab ulama dalam menyikapi fenomena pengungsi serta masyarakat yang tanpa kewarganegaraan yang keselamatan dan kelangsungan hidupnya terancam.
"Tema lainnya adalah soal komitmen dukungan terhadap kemerdekaan setiap bangsa dari penjajahan, seperti yang terjadi di Palestina," ujarnya melalui keteranganya, Sabtu (1/6/2024).
Adapun hasil utuhnya sebagai berikut.
A. Hubungan Internasional dalam Perserikatan Bangsa-bangsa
1. Pada dasarnya, sejak masa-masa awal Islam, konsep negara-bangsa (nation-state) sudah diaplikasikan melalui Piagam Madinah yang disepakati oleh seluruh komponen bangsa di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW., Namun demikian belum ada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur secara rinci. Oleh karenanya, para ulama salaf tidak membahas konsep negara-bangsa. Konsep negara-bangsa (syu’ûb) telah diperkenalkan oleh al-Qur`an dalam surat al-Hujurat [49]: 13.
2. Konsep negara-bangsa yang mengakui kedaulatan yang didasarkan pada wilayah teritori tertentu, membawa konsekuensi adanya kedaulatan setiap negara untuk membuat perangkat aturan hukum yang sesuai dengan tujuan negara tersebut. Dalam hal terjadi permasalahan lintas negara, dibutuhkan perangkat hukum internasional yang disepakati oleh semua negara untuk dipedomani bersama.
3. Hukum Internasional yang didasarkan atas kesepakatan antar negara (al-mîtsâq al-‘âlamî) sebagaimana yang disepakati dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), wajib dipatuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk semua negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sebagai anggota PBB, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
4. Pelaksanaan kepatuhan atas hukum internasional yang menjadi kesepakatan antarbangsa harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, keadilan, dan kesamaan sebagai warga dunia tanpa membeda-bedakan (diskriminasi). Dengan demikian, pemberian hak veto kepada beberapa negara tertentu di PBB bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan serta berpotensi melahirkan kesewenang-wenangan.
Asrorun mengatakan, salah satu bahasan Itjima itu berkaitan kajian dan panduan dalam hubungan antarbangsa, terutama terkait dengan upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan dalam forum PBB sebagai wadah membahas relasi antarbangsa.
Di samping itu juga bagaimana tanggung jawab ulama dalam menyikapi fenomena pengungsi serta masyarakat yang tanpa kewarganegaraan yang keselamatan dan kelangsungan hidupnya terancam.
"Tema lainnya adalah soal komitmen dukungan terhadap kemerdekaan setiap bangsa dari penjajahan, seperti yang terjadi di Palestina," ujarnya melalui keteranganya, Sabtu (1/6/2024).
Adapun hasil utuhnya sebagai berikut.
Prinsip Hubungan Antarbangsa
A. Hubungan Internasional dalam Perserikatan Bangsa-bangsa
1. Pada dasarnya, sejak masa-masa awal Islam, konsep negara-bangsa (nation-state) sudah diaplikasikan melalui Piagam Madinah yang disepakati oleh seluruh komponen bangsa di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW., Namun demikian belum ada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur secara rinci. Oleh karenanya, para ulama salaf tidak membahas konsep negara-bangsa. Konsep negara-bangsa (syu’ûb) telah diperkenalkan oleh al-Qur`an dalam surat al-Hujurat [49]: 13.
2. Konsep negara-bangsa yang mengakui kedaulatan yang didasarkan pada wilayah teritori tertentu, membawa konsekuensi adanya kedaulatan setiap negara untuk membuat perangkat aturan hukum yang sesuai dengan tujuan negara tersebut. Dalam hal terjadi permasalahan lintas negara, dibutuhkan perangkat hukum internasional yang disepakati oleh semua negara untuk dipedomani bersama.
3. Hukum Internasional yang didasarkan atas kesepakatan antar negara (al-mîtsâq al-‘âlamî) sebagaimana yang disepakati dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), wajib dipatuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk semua negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sebagai anggota PBB, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
4. Pelaksanaan kepatuhan atas hukum internasional yang menjadi kesepakatan antarbangsa harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, keadilan, dan kesamaan sebagai warga dunia tanpa membeda-bedakan (diskriminasi). Dengan demikian, pemberian hak veto kepada beberapa negara tertentu di PBB bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan keadilan serta berpotensi melahirkan kesewenang-wenangan.