Tren Teknologi dan Jurnalisme, Ancaman atau Peluang?

Selasa, 28 Mei 2024 - 12:18 WIB
loading...
Tren Teknologi dan Jurnalisme,...
Wasis Wibowo. FOTO/DOKUMEN PRIBADI
A A A
Wasis Wibowo
Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Jakarta
Asisten Redaktur SINDOnews

NIC NEWMAN, Senior Research Associate di Reuters Institute for the Study of Journalism, dalam laporan penelitian tahunan berjudul Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2024 menyebutkan bahwa kekuatan disruptif dari kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) akan menyapu ruang informasi.

Implikasinya terhadap keandalan informasi dan keberlanjutan terhadap media arus utama kemungkinan akan sangat besar. Diperkirakan sebagian besar konten internet akan diproduksi secara sintetis pada tahun 2026.

Newman mengingatkan agar "Jurnalis dan organisasi berita (media) perlu memikirkan kembali peran dan tujuan dalam keadaan yang mendesak ini." Newman dalam penelitiannya ini melibatkan sekitar 300 pemimpin media digital lebih dari 50 negara dan wilayah.

Bukan hanya konten yang akan mengalami peningkatan pesat, distribusi juga akan mengalami pergolakan besar. Mengingat Search Generative Experiences (SGE) akan mulai diluncurkan tahun ini, bersama dengan sejumlah chatbot berbasis AI, menawarkan cara yang lebih cepat dan intuitif untuk mengakses informasi.

SGE akan menyederhanakan hasil pencarian yang dihasilkan dari generative AI. Fitur memberikan jawaban langsung atas pertanyaan dan tidak sekadar menyediakan daftar tautan ke situs web.

Kondisi ini diikuti penurunan tajam lalu lintas rujukan dari Facebook dan X (sebelumnya Twitter). Penyedia analitik Chartbeat menunjukkan, lalu lintas ke situs berita dari Facebook turun 48% pada tahun 2023, lalu lintas dari X (Twitter) menurun sebesar 27%, dan Instagram sebesar 10%.

Perubahan ini kemungkinan besar, seiring berjalannya waktu, akan semakin mengurangi arus pembaca ke situs berita dan memberikan tekanan besar pada pendapatan keuntungan. Berbagai perubahan yang mengejutkan ini berpotensi menghadirkan ancaman sehingga perlu respons yang cepat, sebelum menimbulkan krisis bagi organisasi berita atau perusahaan media.

Respons Terhadap Krisis

Dalam sebuah studi klasik, Charles F Hermann (1963) mengidentifikasi tiga karakteristik krisis yang membedakan dengan kejadian tidak menyenangkan lainnya, yaitu kejutan, ancaman, dan waktu respons yang singkat.

Hermann, yang dikenal sebagai seorang pakar bidang hubungan internasional, manajemen krisis, dan pembuatan keputusan, menjelaskan bahwa suatu peristiwa yang meresahkan akan menjadi krisis jika menimbulkan kejutan, tingkat ancaman yang serius, dan waktu respons yang singkat.

Semua krisis menciptakan keadaan yang mengancam dan melampaui permasalahan yang biasa dihadapi organisasi. Ancaman krisis ini, misalnya, dapat mempengaruhi keamanan finansial organisasi, pelanggannya, penduduk yang tinggal di dekat fasilitas produksi, dan lain-lain.

Arjun Appadurai, pakar globalisasi dan antropologi budaya terkemuka, dalam bukunya "Dimensions of Cultural Globalization," pada awal tahun 1990-an mengidentifikasi 5 dimensi arus global yang berbeda yang menjadi komponen krisis dalam organisasi, termasuk media massa.

Kelima dimensi ini adalah Ethnoscapes, Technscapes, Finascapes, Mediascapes, dan Ideascapes. Dalam konteks tren teknologi dan jurnalisme, organisasi berita atau perusahaan media perlu mewaspadai potensi krisis dari dimensi Technscapes dan Mediascapes.

Technoscapes fokus pada aliran dan penyebaran teknologi, termasuk teknologi fisik (mesin, perangkat) dan teknologi informasi (perangkat lunak, internet). Keadaan ini berdampak pada inovasi teknologi yang pesat sehingga meningkatkan laju perubahan dalam lanskap teknologi. Contoh paling nyata saat ini adalah kehadiran kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Mediascapes, mengacu pada aliran dan sirkulasi informasi dan produk budaya melalui berbagai saluran media. Tentu termasuk media digital, seperti Internet, media sosial, dan layanan streaming.

Dimensi mediascapes fokus bagaimana informasi dan konten budaya melintasi batas dan menjangkau khalayak luas. Mediascapes bukanlah aliran satu arah. Media lokal juga dapat memproduksi dan mengedarkan konten yang menjangkau khalayak global.

Sifat krisis yang mengancam berarti krisis harus ditangani dengan cepat, mengingat waktu respons yang singkat. Organisasi harus menyediakan komunikasi yang efektif segera setelah krisis terjadi.

Namun, krisis adalah momen unik dalam sejarah organisasi. Krisis mampu menghadirkan ancaman, terutama terhadap citra, reputasi, atau target organisasi. Krisis juga menciptakan peluang yang tidak mungkin sama ketika keadaan normal.

Krisis menciptakan kesempatan untuk belajar, membuat perubahan strategis, tumbuh, atau mengembangkan keunggulan kompetitif baru. Barang kali tidak ada satu daftar strategi respons krisis yang sempurna, namun kita dapat membuat daftar strategi respons krisis yang berguna.

Ada banyak pelajaran penting dalam krisis dengan menciptakan komunikasi krisis yang efektif. Pertama, tentukan tujuan organisasi melalui komunikasi krisis. Kedua, sebelum krisis, kembangkan kemitraan yang setara dengan organisasi dan kelompok yang penting bagi organisasi.

Komunikator krisis yang efektif mengakui bahwa faktor-faktor positif dapat muncul dari krisis yang dihadapi. Seiring dengan perubahan, muncul peluang dengan cara-cara inspiratif yang digunakan organisasi berita atau perusahaan media di seluruh dunia untuk beradaptasi dengan dunia baru ini. Memanfaatkan keunggulan AI sambil mengelola risikonya.

Ancaman ganda berupa penghindaran berita (news avoidance) secara selektif dan kelelahan berita (news fatigue) tetap menjadi sumber kekhawatiran utama bagi perusahaan media. Strategi yang dianggap sangat penting oleh penerbit untuk melawan tren ini menyajikan berita dengan penjelasan yang lebih baik tentang cerita yang kompleks.

Kemudian mengambil pendekatan yang lebih berorientasi pada solusi atau konstruktif dalam penyampaian cerita. Menghadirkan cerita manusia yang lebih inspiratif, menyampaikan berita yang lebih positif, dan menghibur.

Di sisi bisnis, penerbit terus berinvestasi dalam layanan langganan dan keanggotaan, sebagai sumber pendapatan yang penting, selain iklan. Model berbayar diharapkan mampu menghadirkan peningkatan pendapatan.

Reset Media Sosial

Organisasi berita akan berupaya lebih keras mengoptimalkan penggunaan WhatsApp dan Instagram untuk distribusi berita, menyusul keputusan Meta untuk membuka saluran siaran bagi penerbit. Memaksimalkan jaringan video seperti TikTok dan YouTube sebagai sumber rujukan yang kuat, serta Google Discover, meskipun mudah berubah.

Terkait peluang tersebut, sebagian besar organisasi berita berencana membuat lebih banyak video, lebih banyak buletin/newsletters, dan lebih banyak podcast. Tentu tetap sambil menjaga jumlah artikel berita tidak berkurang untuk menjaga pertumbuhan pembaca dan pengiklan.

Penurunan jejaring sosial ‘tradisional’ baru-baru ini seperti Facebook dan X karena ada dua perubahan penting. Pertama, sifat beracun dari banyak percakapan mengenai berita dan politik telah mendorong banyak orang beralih ke ruang pribadi seperti aplikasi perpesanan.

Penerbit memiliki peluang mendorong lebih banyak rujukan dari layanan perpesanan seperti WhatsApp, jaringan bisnis seperti LinkedIn, serta sumber lalu lintas yang relatif baru seperti Google Discover.

Kedua, menguatnya jaringan berbasis konten seperti YouTube dan TikTok, di mana para pembuat konten memiliki akses terhadap alat kreasi dan distribusi yang semakin canggih. Laporan Berita Digital Reuters Institute 2023 menunjukkan bahwa jaringan berbasis video mempengaruhi khalayak muda dalam mengakses berita.

Untuk itu, mayoritas penerbit atau perusahaan media (77%) mengatakan akan bekerja lebih keras untuk membangun hubungan langsung dengan konsumen. Langkah itu dilakukan melalui situs web, aplikasi, buletin, dan podcast, sebagai saluran yang lebih bisa mereka kendalikan.

Para penerbit akan berupaya lebih keras memaksimalkan WhatsApp setelah peluncuran fungsi yang memungkinkan berbagai tokoh dan merek membuat saluran siaran. Pengguna dapat mengikuti atau berlangganan suatu saluran, bereaksi terhadap postingan menggunakan emoji, dan meneruskannya ke obrolan pribadi tetapi tidak akan ada komentar terbuka.

Beberapa penerbit yang telah mengadopsi saluran baru WhatsApp ini mengatakan telah menghasilkan lebih banyak rujukan dibandingkan Facebook dan X. WhatsApp memiliki keuntungan karena digunakan secara luas oleh khalayak arus utama.

Saluran WhatsApp telah diperluas ke 150 negara dan fungsi serupa juga tersedia di Instagram, yaitu Thread. Layanan pesan singkat Meta yang baru ini dapat memainkan peran yang lebih besar dalam distribusi berita setelah menjangkau 100 juta pengguna aktif.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0721 seconds (0.1#10.140)