Pengamat Ungkap Pentingnya Keberlanjutan Kebijakan Pencegahan Radikalisme dan Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penanggulangan radikalisme dan terorisme di Indonesia terus mengalami perkembangan positif. Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Ali Abdullah Wibisono menekankan pentingnya melanjutkan dan memperkuat kebijakan pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Penguatan pencegahan menjadi penting bila berkaca pada dinamika perkembangan radikalisme terkini. Dalam pengamatannya, ada peningkatan ekspresi propaganda yang memobilisasi insubordinasi terhadap negara. Peningkatan tersebut terutama terjadi dalam rentang tiga tahun terakhir.
"Ekspresi propaganda intoleran dan propaganda umum yang memobilisasi suatu insubordinasi terhadap pemerintah atau insubordinasi terhadap negara itu meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir, terutama propaganda umum," ujar Ali dalam diskusi Tantangan Penanganan Terorisme di Masa Pemerintahan Baru di Habibie Center, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2024).
Dia melihat para ideolog radikalisme terus mencari celah peraturan maupun strategi kontraterorisme pemerintah sehingga mereka bisa terus mengekspresikan ekstremismenya dengan cara yang lebih halus sehingga sulit terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan penindakan harus lebih cermat dan menyeluruh.
"Yang saya perhatikan ideolog-ideolog radikalisme itu mereka membaca undang-undangnya dan membaca gerakan kontraterorisme pemerintah. Mereka mencari seluk-beluk di mana mereka tetap bisa bersuara, mengekspresikan ekstremismenya tapi dengan cara yang lebih subtil, tidak terdeteksi atau sulit terdeteksi," kata Associate Fellow The Habibie Center ini.
Dengan berbagai perkembangan ini, kebijakan pencegahan radikalisme dan terorisme harus terus dilanjutkan dan diperkuat. Hal tersebut penting untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional serta mengurangi dampak negatif dari aksi terorisme di masa mendatang.
Di samping mendorong penguatan pencegahan dan kewaspadaan, Ali juga mencatat sejumlah capaian positif yang dinilai menjadi modal penting bagi penanggulangan terorisme ke depan. Di antaranya ialah penindakan yang sangat efektif dalam menangkap tersangka dan terduga terutama sejak tahun 2018, serta pembangunan kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sejak lebih dari satu dekade yang lalu.
"Sejak 2010 BNPT hadir dan sejak itu pula kegiatan-kegiatan Preventing and Countering Violent Extremism (PCVE) terintegrasi dan terlembagakan," ucap dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Pol Ibnu Suhaendra juga menyatakan bahwa Indonesia mengalami perkembangan positif dalam penanggulangan terorisme. Ranking Global Terrorism Index 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 31, lebih baik dari Amerika Serikat (AS) di peringkat 30.
Peringkat Indonesia juga lebih baik dari sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Filipina, Myanmar, Thailand. Walau demikian, dia menyatakan potensi terorisme harus terus diwaspadai lantaran gerakan propaganda masih terjadi di bawah tanah.
"Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, Negara Islam Indonesia ini masih melakukan rekrutmen, propaganda, dan penguatan jaringan," tuturnya
Penguatan pencegahan menjadi penting bila berkaca pada dinamika perkembangan radikalisme terkini. Dalam pengamatannya, ada peningkatan ekspresi propaganda yang memobilisasi insubordinasi terhadap negara. Peningkatan tersebut terutama terjadi dalam rentang tiga tahun terakhir.
"Ekspresi propaganda intoleran dan propaganda umum yang memobilisasi suatu insubordinasi terhadap pemerintah atau insubordinasi terhadap negara itu meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir, terutama propaganda umum," ujar Ali dalam diskusi Tantangan Penanganan Terorisme di Masa Pemerintahan Baru di Habibie Center, Jakarta Selatan, Kamis (16/5/2024).
Dia melihat para ideolog radikalisme terus mencari celah peraturan maupun strategi kontraterorisme pemerintah sehingga mereka bisa terus mengekspresikan ekstremismenya dengan cara yang lebih halus sehingga sulit terdeteksi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan penindakan harus lebih cermat dan menyeluruh.
"Yang saya perhatikan ideolog-ideolog radikalisme itu mereka membaca undang-undangnya dan membaca gerakan kontraterorisme pemerintah. Mereka mencari seluk-beluk di mana mereka tetap bisa bersuara, mengekspresikan ekstremismenya tapi dengan cara yang lebih subtil, tidak terdeteksi atau sulit terdeteksi," kata Associate Fellow The Habibie Center ini.
Dengan berbagai perkembangan ini, kebijakan pencegahan radikalisme dan terorisme harus terus dilanjutkan dan diperkuat. Hal tersebut penting untuk memastikan keamanan dan stabilitas nasional serta mengurangi dampak negatif dari aksi terorisme di masa mendatang.
Di samping mendorong penguatan pencegahan dan kewaspadaan, Ali juga mencatat sejumlah capaian positif yang dinilai menjadi modal penting bagi penanggulangan terorisme ke depan. Di antaranya ialah penindakan yang sangat efektif dalam menangkap tersangka dan terduga terutama sejak tahun 2018, serta pembangunan kelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sejak lebih dari satu dekade yang lalu.
"Sejak 2010 BNPT hadir dan sejak itu pula kegiatan-kegiatan Preventing and Countering Violent Extremism (PCVE) terintegrasi dan terlembagakan," ucap dia.
Sementara itu, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Pol Ibnu Suhaendra juga menyatakan bahwa Indonesia mengalami perkembangan positif dalam penanggulangan terorisme. Ranking Global Terrorism Index 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 31, lebih baik dari Amerika Serikat (AS) di peringkat 30.
Peringkat Indonesia juga lebih baik dari sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Filipina, Myanmar, Thailand. Walau demikian, dia menyatakan potensi terorisme harus terus diwaspadai lantaran gerakan propaganda masih terjadi di bawah tanah.
"Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, Negara Islam Indonesia ini masih melakukan rekrutmen, propaganda, dan penguatan jaringan," tuturnya
(kri)