PWI Sebut Draf RUU Penyiaran Juga Ancam Kebebasan Para Podcaster
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tak hanya insan pers, Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran juga mengancam kebebasan para podcaster dalam membuat konten kreatifnya. Sebab, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI ) akan mengawasi beragam konten di platform media sosial.
Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun usai menghadiri diskusi publik bertemakan Menyoal Revisi UU Penyiaran yang Berpotensi Mengancam Kemerdekaan Pers', Rabu (15/5/2024).
"Mungkin teman-teman sudah tahu bahwa yang disebut isi siaran di sini nggak hanya di media massa, ya kan. Tetapi juga di individu, jadi podcaster ya kan. Bayangkan kalau nanti yang berjualan di Instagram, di TikTok itu juga itu juga menjadi bahan apa namanya pengawas dari KPI nah itu gimana itu," ujar Hendry di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat.
Kekhawatiran terhadap pengesahan RUU itu, sebagai contoh ketika seorang content creator membuat video yang dianggap melanggar aturan. Akun sang content creator bisa saja diusulkan untuk dibekukan sementara waktu atau dihapus permanen.
"Misalnya orang melaporkan kecelakaan lalu lintas lah ada darahnya, ini menurut KPI nih sadis misalnya begitu, lalu akun dia dicopot, diusulkan untuk dicopot. Nah ini yang menurut saya mengapa, beberapa ayat di dalan RUU harus kita tolong," katanya.
Sementara untuk media massa, pihaknya telah mengambil sikap untuk menolak pasal-pasal yang merugikan kebebasan pers dalam Draf RUU Penyiaran. Pihaknya menyoroti dua klausul dalam RUU itu.
"Yang kami prihatinkan itu sebetulnya ada dua ya. Pertama adalah mengenai (larangan) jurnalisme investigasi, yang kedua nanti sengketa kewenangan dalam penanganan pengaduan," tandasnya.
Dia mengaku telah dua periode menjadi bagian Dewan Pers. Selama ini Dewan Pers, kata dia, selalu objektif dalam menyelesaikan sengketa pers. Sebab Dewan Pers merupakan lembaga independen.
"Saya tahu betul bahwa penanganan sengketa pers itu selama ini bagus, sangat objektif, independen, tidak terpengaruh karena apa, karena Dewan Pers ini dipilih oleh masyarakat pers ya kan," jelasnya.
Sementara, dalam draf RUU Penyiaran nantinya sengeketa jurnalis atau pers akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dikhawatirkan penyelesaian sengketa itu akan terjadi nuansa politis, sebab KPI merupakan lembaga yang diawasi oleh DPR.
"Sementara kalau kita tahu, bukan apa ya, KPI ini kan fit and proper test di DPR yaa jadi ada nuansa-nuansa politis di dalamnya. Kalau masih seperti ini pasalnya akan ada sengketa kewenangan. Nah ini yang menurut kami sebaiknya dicabut di dalam RUU itu," tegas Hendry.
Adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi dalam pasal itu juga dianggap lucu oleh Hendry. Sebab jurnalisme investigasi merupakan kasta tertinggi dari sebuah peliputan berita.
"Kalau ini sampai tidak ada, ya lucu ya, karena jurnalisme investigasi kalau kita sudah biasa di media massa kita tahu bahwa itu adalah mahkota dari liputan apa pun," pungkasnya.
Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun usai menghadiri diskusi publik bertemakan Menyoal Revisi UU Penyiaran yang Berpotensi Mengancam Kemerdekaan Pers', Rabu (15/5/2024).
"Mungkin teman-teman sudah tahu bahwa yang disebut isi siaran di sini nggak hanya di media massa, ya kan. Tetapi juga di individu, jadi podcaster ya kan. Bayangkan kalau nanti yang berjualan di Instagram, di TikTok itu juga itu juga menjadi bahan apa namanya pengawas dari KPI nah itu gimana itu," ujar Hendry di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat.
Kekhawatiran terhadap pengesahan RUU itu, sebagai contoh ketika seorang content creator membuat video yang dianggap melanggar aturan. Akun sang content creator bisa saja diusulkan untuk dibekukan sementara waktu atau dihapus permanen.
"Misalnya orang melaporkan kecelakaan lalu lintas lah ada darahnya, ini menurut KPI nih sadis misalnya begitu, lalu akun dia dicopot, diusulkan untuk dicopot. Nah ini yang menurut saya mengapa, beberapa ayat di dalan RUU harus kita tolong," katanya.
Sementara untuk media massa, pihaknya telah mengambil sikap untuk menolak pasal-pasal yang merugikan kebebasan pers dalam Draf RUU Penyiaran. Pihaknya menyoroti dua klausul dalam RUU itu.
"Yang kami prihatinkan itu sebetulnya ada dua ya. Pertama adalah mengenai (larangan) jurnalisme investigasi, yang kedua nanti sengketa kewenangan dalam penanganan pengaduan," tandasnya.
Dia mengaku telah dua periode menjadi bagian Dewan Pers. Selama ini Dewan Pers, kata dia, selalu objektif dalam menyelesaikan sengketa pers. Sebab Dewan Pers merupakan lembaga independen.
"Saya tahu betul bahwa penanganan sengketa pers itu selama ini bagus, sangat objektif, independen, tidak terpengaruh karena apa, karena Dewan Pers ini dipilih oleh masyarakat pers ya kan," jelasnya.
Sementara, dalam draf RUU Penyiaran nantinya sengeketa jurnalis atau pers akan ditangani oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dikhawatirkan penyelesaian sengketa itu akan terjadi nuansa politis, sebab KPI merupakan lembaga yang diawasi oleh DPR.
"Sementara kalau kita tahu, bukan apa ya, KPI ini kan fit and proper test di DPR yaa jadi ada nuansa-nuansa politis di dalamnya. Kalau masih seperti ini pasalnya akan ada sengketa kewenangan. Nah ini yang menurut kami sebaiknya dicabut di dalam RUU itu," tegas Hendry.
Adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi dalam pasal itu juga dianggap lucu oleh Hendry. Sebab jurnalisme investigasi merupakan kasta tertinggi dari sebuah peliputan berita.
"Kalau ini sampai tidak ada, ya lucu ya, karena jurnalisme investigasi kalau kita sudah biasa di media massa kita tahu bahwa itu adalah mahkota dari liputan apa pun," pungkasnya.
(kri)