Siapkah PT DI Go Global?
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT DIRGANTARA Indonesia (Persero) tengah semringah. Suasana ini terjadi karena perusahaan plat merah tersebut menapak tren positif, yakni terkait banyaknya pesanan produk, baik helikopter maupun pesawat. Realitas ini pun serta-merta menggairahkan bisnis perusahaan berbasis di Bandung tersebut dan memantabkan posisinya di belantara persaingan industri dirgantara dunia.
Transaksi teranyar diraih PT DI pada ajang Singapore Airshow 2024. Bersama Indo Pacific Resources,perusahaan asal Malaysia, PT DI menandatangani Letter of Intent (LoI) pembelian sebanyak 23 unit helikopter angkut medium class, yang rencananya bakal dioperasikan end user di sebuah negara di Asia Tenggara. Capaian ini sekaligus memperluas footprint portofolio produk helikopter.
Sebelumnya, PT PTDI juga sedang dalam proses meraih kontrak pengadaan baru pesawat multiperan CN235-220 sebanyak 4 unit dari Allied Aeronautics Limited (AAL), perusahaan lokal di Nigeria untuk end user angkatan darat. Transaksi ini menjadi pesanan ekspor pertama PTDI pada 2024, memperluas pasar di wilayah Afrika, dan membuka jejak baru di Nigeria.
Bukan hanya dari konsumen asing, PT DI juga memanen pemesanan domestik, baik kalangan swasta maupun pemerintah. Produk yang dipesan juga kian beragam, dari N219, NC212i. hingga CN235. Untuk CN235-220, perusahaan yang pernah bernama Nurtanio itu sedang menggarap kontrak senilai USD85 juta dan Kementerian Pertahanan untuk pembelian tiga pesawat.Rencananya, pesawat pertama mulai dikirim pada 2026.
Sejauh ini CN235 masih menjadi backbone PT DI. Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan menyampaikan sejauh ini PTDI telah mengirimkan sebanyak 70 unit berbagai seri pesawat CN235 ke sejumlah konusmen domestik maupun global. Di Afrika, misalnya, sejumlah negara yang mengoperasionalkan pesawat ini adalah Senegal, Burkina Faso, Guinea, dan Nigeria.
Walaupun sudah terbilang banjir pesanan, tidak serta-merta membuat PT DI puas. Bahkan perusahaan dirgantara kebanggaan nasional ini menjadikan momentum untuk memacu kinerja perusahaan dan kapasitas perseroan, termasuk menempatkan diri dalam jajaran perusahaan penerbangan dunia.
Pilihan strategis ini ditunjukkan dalam perhelatan Singapore Airshow 2024. Pada momen ini PTDI menegaskan peran penting manufaktur dan pengembangan bisnis, memperkuat ikatan dengan pelanggan, pemasok, dan mitra, termasuk kekuatan bisnis anak usaha-dalam hal ini PT Nusantara Turbin & Propulsi (PT NTP) di bidang engineering dan MRO gas turbines dan rotating equipment. PT DI ingin menunjukkan bagaimana pihaknya terus memelopori ekosistem industri dirgantara yang berkelanjutan dan kontribusinya terhadap perusahaan global.
Ambisi tersebut memunculkan pertanyaan tentang bagaimana PT DI memperkuat kiprahnya dalam pengembangan industri dirgantara Tanah Air dan melangkah menjadi perusahaan yang mampu bersaing di pasar global. Tak kalah pentingnya, sejauh mana PT DI mempersiapkan diri dan meningkatkan kapasitasnya agar bisa menopang target go global tersebut?
Menjadi Misi Perseroan
Menjadi pemain kunci di industri global yang memiliki aliansi strategis dengan industri kedirgantaan kelas dunia lain merupakan salah satu misi PT DI. Berdasar misi tersebut, definisi go global dimaksud bukan hanya menjadi produsen pesawat yang bisa mewarnai pasar internasional tapi juga menjadi bagian penting dari supply chain industri penerbangan dunia.
Industri kedirgantaraan, termasuk diwakili PT DI, memang sangat diharapkan menjadi simbol dan solusi Indonesia menjadi negara maju. Hal itu karena dari hasil kajian dan penelitian, hanya industri pesawat terbang yang bisa memberi nilai tambah terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
Untuk mendukung target tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045. Peta Jalan tersebut dapat menjadi panduan pelaksanaan kebijakan pembangunan untuk mewujudkan industri dirgantara nasional yang berdaya saing, membawa kemajuan, dan kesejahteraan bersama.
Seperti disampaikan Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti pada Indonesia Development Forum (IDF) 2022 bertema 'Reviving The Aerospace Industries Through Sustainable Aircraft Project in Indonesia' di Nusa Dua (22/11/22), jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia secara konsisten, solusinya harus bisa mendorong PT DI bersama seluruh pihak untuk mengembangkan pesawat terbang dalam negeri.
Menurut dia, berdasar kajian Bappenas dan pemangku kepentingan lainnya, Indonesia harus mau belajar dari Amerika Serikat (AS). Hal itu karena industri kedirgantaraan di AS menjadi industri dengan rata-rata upah terbesar kedua setelah sektor informasi dan teknologi (IT). Karena itulah, Indonesia mau tidak mau harus membuat industri pesawat dalam negeri menjadi berjaya. Pengembangan industri kedirgantaraan pun sudah masuk ke dalam dalam Visi Indonesia 2045.
Jika pemerintah mampu mendorong industri pesawat terbang dalam negeri menggeliat, maka industri terkait lainnya pasti ikut bergerak. Dengan kata lain, industri dirgantara dapat menciptakan efek pengganda bagi perekonomian Indonesia.
Pada satu abad perayaan kemerdekaan RI nanti, sektor industri tersebut ditargetkan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 26% produk domestik bruto (PDB). Namun Amalia menyadari, upaya mencapai target tersebut tidaklah mudah dan tidak bisa diserahkan ke PT DI semata. Karena itulah, semua pemangku kepentingan harus melakukan collaborative effort.
Direktur Utama PT DI Gita Amperiawan dalam sebuah wawancana dengan media juga telah menggariskan, guna memaksimalkan industri dirgantara, pihaknya memanfaatkan peluang besar dari pemerintah untuk menyediakan alutsista udara, baik pengadaan maupun kemampuan services. Selain itu, PT DI dituntut kesiapan organisasi, upgrade teknologi, hingga networking secara global, termasuk membangun ekosistem di dalamnya.
Kapasitas Produksi dan Kolaborasi
Pertanyaan pertama untuk menjawab sejauh mana PT DI siap menghadapi tantangan dan go global adalah sejauh mana perusahaan tersebut memiliki kapasitas produksi? Tentu hal ini selaras dengan upgrade teknologi produksi. Bila sebelumnya PT DI hanya mampu memproduksi 2 atau 3 unit pesawat CN235 dalam setahun, ternyata sekarang sudah mampu memproduksi 8 unit pesawat turboprop kelas menengah bermesin dua tersebut.
Kondisi tersebut terwujud setelah revitalisasi dan reformasi prosedur kerja. Bahkan pemerintah sudah memasang target perseroan memiliki kapasitas produksi pesawat jenis tersebut 24 unit setahun.Dalam jangka menengah sejak 2023, kapasitas PT DI sudah menyentuh minimal 20 unit.Peningkatan kapasitas produksi ini mutlak dilakukan PT DI, bukan hanya untuk CN235, NC212i, juga untuk N-219 yang mulai masuk lini produksi, untuk merespons lonjakan pesanan.
Tak dapat dimungkiri, peningkatan dimaksud terwujud dari dukungan pendanaan. Dalam RAPBN tahun anggaran 2024, pemerintah menetapkan investasi kepada sektor infrastruktur, industri dan lainnya akan dilakukan melalui alokasi PMN. Adapun, nilainya diperkirakan mencapai Rp28,59 triliun.
PT DI melalui induk holding-nya yaitu PT Len Industri (Persero) sebesar Rp600 miliar. Outstanding utang PT DI sebesar USD43,5 juta tersebut berupa utang pokok sebesar US43,5 juta dan bunga sebesar US$56.100.000.
Masih terkait dengan peningkatan kapasitas produksi, PT DI tentu juga harus menyiapkan dan menggembleng sumber daya manusia (SDM), termasuk meneruskan para senior yang harus memasuki masa pensiun. Pergeseran SDM ini dilakukan PT DI dengan melibatkan 400 insinyur ahli penerbangan dalam proyek N219. Di antara mereka, 150 insinyur dilibatkan untuk arean desain, 60 di antaranya orang baru, dan hampir 300 orang dilibatkan dalam sektor produksi. Dengan pelibatan tersebut, akan semakin banyak insinyur yang bisa disiapkan untuk proyek-proyek PT DI lainnya.
Dalam konteks pengembangan SDM, PT DI tentu juga bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti ITB Bandung dan institusi kedirgantaraan seperti Airbus. Seperti dengan Airbus, selain pengembangan bisnis produksi komponen aerostruktur, PT DI juga bekerjasama dalam manajemen dan teknis, serta perencanan SDM. Airbus sebagai mitra strategis yang berkontribusi dalam transformasi PT DI menjadi pemain utama industri pesawat di kawasan.
Masih terkait dengan pengembangan kapasitas produksi, PT DI memperkokoh kemitraan dengan Bell Textron Inc. dan Honeywell yang diarahkan untuk mendorong perusahaan BUMN yang berada di bawah Holding Defend ID tersebut menjadi pemain MRO (maintenance, repair dan operation) global, serta mendorong pengembangan ekosistem industri penerbangan nasional, dan memperkuat posisi PT DI sebagai tier-I global supply chain industri aerostructure.
Selain kesiapan produksi, akselerasi kinerja yang belakangan ditunjukkan PT DI tak lepas dari dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta nasional untuk memborong pesawat -baik pesawat N219, NC212i, hingga CN235 . Dukungan pemasaran ini penting untuk membangun fondasi eksistensi PT DI, sebelum memperluas pasar secara global.
Di antara produk PT DI yang mendapat perhatian adalah N219. PT DI mengidentifikasi dan memproyeksikan potensi kebutuhan pasar N219 di dalam negeri mencapai 131 pesawat. Angka itu terdiri 77 pesawat biasa dan 54 pesawat amfibi, yang bisa digunakan untuk pemerintah daerah (pemda), sektor pertahanan, hingga kelembagaan.Di antara pembeli yang sudah teken kontrak adalah PT Karya Logistik Indotama (KLI) untuk 11 unit N219, TNI AD (10 unit) dan Pemprov Kepri (2 unit).
Untuk ekspansi pasar internasional, PT DI melakukan kolaborasi dengan pihak ketiga yang berperan sebagai marketing. Seperti di kawasan Afrika, PT DI bekerjasama dengan Allied Aeronautics Limited (AAL), termasuk terakhir untuk pengadaan 4 unit CN235-220 dengan end user Angkatan Darat Nigeria. Kolaborasi dibutuhkan untuk memperluas jangkauan pasar benua hitam tersebut. Selain Nigeri, negara di Afrika menjadi pelanggan PT DI adalah Senegal, Burkina Faso, dan Guinea.
PT DI juga sudah berkolaborasi dengan Turkish Aerospace dan Linkfield Technologies China. Bahkan di sela The Aera Asia 2023 di Zuhai International Airshow Center, China, Linkfield Technologies China telah menyuguhkan transaksi 25 unit N219. Dari ke-25 pesawat yang dipesan, rencananya 5 unit di antaranya akan digunakan sebuah airlines dan 20 unit lainnya untuk leasing company di negeri Tirai Bambu tersebut.
Tentu tak luput kolaborasi dengan perusahaan asal Malaysia, Indo Pasific Resources, yang telah berkontribusi mewujudkan kontrak pembelian 23 unit helikopter angkut kelas medium untuk end user negara di Asia Tenggara. Masih dengan perusahaan Malaysia, PT DI juga telah menandatangani MoU dengan AIROD Sdn. Bhd. untuk memasarkan dan menjual pesawat N219.
Tak kalah penting, PT DI juga harus berkolaborasi dengan lembaga keuangan. Dalam konteks ini, PT DI telah bekerjasama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk memberikan solusi pembiayaan, termasuk untuk ekspor enam unit pesawat terbang NC212i yang dipesan Department of National Defense/Armed Forces of Philippines (DND/AFP) senilai USD79 juta. Pembiayaan tersebut dilakukan dengan skema Penugasan Khusus Ekspor (PKE) atau National Interest Account (NIA).
Sebelumnya, LPEI telah memberikan dua fasilitas modal kerja ekspor untuk mendukung pelaksanaan kontrak PT DI dengan Nepal berupa 1 unit CN235-220 Military Transport senilai USD30 juta dan kontrak PT DI dengan Senegal berupa 1 unit CN235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA) senilai USD24 juta. Kedua unit pesawat tersebut telah berhasil dikirimkan pada tahun 2021 lalu.
Bila melihat berbagai langkah bisnis yang ditunjukkan, maka PT DI bisa dianggap sudah sangat siap untuk go global karena sudah memilki pondasi kuat. Pondasi dimaksud adalah kapasitas produksi cukup, ketersedian dan kesiapan SDM, sudah menjadi bagian dari supply chain industri penerbangan dunia, adanya kolaborasi dengan berbagai perusahaan asing untuk mendukung pemasaran.
Tak kalah penting sebagai prasyarat PT DI untuk memiliki pijakan kuat untuk go global adalah dukungan domestik yang cukup -dalam hal ini banyaknya transaksi yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta nasional terhadap produk PT DI; dan adanya solusi pembiayaan termasuk untuk mendukung kelancaran ekspor pesawat. Tak kalah pentingnya adalah sudah terbentuknya ekosistem seperti PT NTP, PT LEN dan sebagainya.
Potensi Indonesia untuk menjadi pemain utama industri penerbangan dunia terbuka karena tidak banyak negara memiliki kompetensi industri dirgantara, terlebih Indonesia fokus pada pesawat propeller atau baling-baling -terutama untuk pesawat angkut kelas medium dan ringan.Kendati demikian, PT DI tetap dituntut untuk selalu melakukan inovasi demi merespons dinamika kebutuhan pasar.(*)
Referensi: Diolah dari Berbagai Sumber
Transaksi teranyar diraih PT DI pada ajang Singapore Airshow 2024. Bersama Indo Pacific Resources,perusahaan asal Malaysia, PT DI menandatangani Letter of Intent (LoI) pembelian sebanyak 23 unit helikopter angkut medium class, yang rencananya bakal dioperasikan end user di sebuah negara di Asia Tenggara. Capaian ini sekaligus memperluas footprint portofolio produk helikopter.
Sebelumnya, PT PTDI juga sedang dalam proses meraih kontrak pengadaan baru pesawat multiperan CN235-220 sebanyak 4 unit dari Allied Aeronautics Limited (AAL), perusahaan lokal di Nigeria untuk end user angkatan darat. Transaksi ini menjadi pesanan ekspor pertama PTDI pada 2024, memperluas pasar di wilayah Afrika, dan membuka jejak baru di Nigeria.
Bukan hanya dari konsumen asing, PT DI juga memanen pemesanan domestik, baik kalangan swasta maupun pemerintah. Produk yang dipesan juga kian beragam, dari N219, NC212i. hingga CN235. Untuk CN235-220, perusahaan yang pernah bernama Nurtanio itu sedang menggarap kontrak senilai USD85 juta dan Kementerian Pertahanan untuk pembelian tiga pesawat.Rencananya, pesawat pertama mulai dikirim pada 2026.
Sejauh ini CN235 masih menjadi backbone PT DI. Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan menyampaikan sejauh ini PTDI telah mengirimkan sebanyak 70 unit berbagai seri pesawat CN235 ke sejumlah konusmen domestik maupun global. Di Afrika, misalnya, sejumlah negara yang mengoperasionalkan pesawat ini adalah Senegal, Burkina Faso, Guinea, dan Nigeria.
Walaupun sudah terbilang banjir pesanan, tidak serta-merta membuat PT DI puas. Bahkan perusahaan dirgantara kebanggaan nasional ini menjadikan momentum untuk memacu kinerja perusahaan dan kapasitas perseroan, termasuk menempatkan diri dalam jajaran perusahaan penerbangan dunia.
Pilihan strategis ini ditunjukkan dalam perhelatan Singapore Airshow 2024. Pada momen ini PTDI menegaskan peran penting manufaktur dan pengembangan bisnis, memperkuat ikatan dengan pelanggan, pemasok, dan mitra, termasuk kekuatan bisnis anak usaha-dalam hal ini PT Nusantara Turbin & Propulsi (PT NTP) di bidang engineering dan MRO gas turbines dan rotating equipment. PT DI ingin menunjukkan bagaimana pihaknya terus memelopori ekosistem industri dirgantara yang berkelanjutan dan kontribusinya terhadap perusahaan global.
Ambisi tersebut memunculkan pertanyaan tentang bagaimana PT DI memperkuat kiprahnya dalam pengembangan industri dirgantara Tanah Air dan melangkah menjadi perusahaan yang mampu bersaing di pasar global. Tak kalah pentingnya, sejauh mana PT DI mempersiapkan diri dan meningkatkan kapasitasnya agar bisa menopang target go global tersebut?
Menjadi Misi Perseroan
Menjadi pemain kunci di industri global yang memiliki aliansi strategis dengan industri kedirgantaan kelas dunia lain merupakan salah satu misi PT DI. Berdasar misi tersebut, definisi go global dimaksud bukan hanya menjadi produsen pesawat yang bisa mewarnai pasar internasional tapi juga menjadi bagian penting dari supply chain industri penerbangan dunia.
Industri kedirgantaraan, termasuk diwakili PT DI, memang sangat diharapkan menjadi simbol dan solusi Indonesia menjadi negara maju. Hal itu karena dari hasil kajian dan penelitian, hanya industri pesawat terbang yang bisa memberi nilai tambah terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
Untuk mendukung target tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045. Peta Jalan tersebut dapat menjadi panduan pelaksanaan kebijakan pembangunan untuk mewujudkan industri dirgantara nasional yang berdaya saing, membawa kemajuan, dan kesejahteraan bersama.
Seperti disampaikan Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti pada Indonesia Development Forum (IDF) 2022 bertema 'Reviving The Aerospace Industries Through Sustainable Aircraft Project in Indonesia' di Nusa Dua (22/11/22), jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia secara konsisten, solusinya harus bisa mendorong PT DI bersama seluruh pihak untuk mengembangkan pesawat terbang dalam negeri.
Menurut dia, berdasar kajian Bappenas dan pemangku kepentingan lainnya, Indonesia harus mau belajar dari Amerika Serikat (AS). Hal itu karena industri kedirgantaraan di AS menjadi industri dengan rata-rata upah terbesar kedua setelah sektor informasi dan teknologi (IT). Karena itulah, Indonesia mau tidak mau harus membuat industri pesawat dalam negeri menjadi berjaya. Pengembangan industri kedirgantaraan pun sudah masuk ke dalam dalam Visi Indonesia 2045.
Jika pemerintah mampu mendorong industri pesawat terbang dalam negeri menggeliat, maka industri terkait lainnya pasti ikut bergerak. Dengan kata lain, industri dirgantara dapat menciptakan efek pengganda bagi perekonomian Indonesia.
Pada satu abad perayaan kemerdekaan RI nanti, sektor industri tersebut ditargetkan menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 26% produk domestik bruto (PDB). Namun Amalia menyadari, upaya mencapai target tersebut tidaklah mudah dan tidak bisa diserahkan ke PT DI semata. Karena itulah, semua pemangku kepentingan harus melakukan collaborative effort.
Direktur Utama PT DI Gita Amperiawan dalam sebuah wawancana dengan media juga telah menggariskan, guna memaksimalkan industri dirgantara, pihaknya memanfaatkan peluang besar dari pemerintah untuk menyediakan alutsista udara, baik pengadaan maupun kemampuan services. Selain itu, PT DI dituntut kesiapan organisasi, upgrade teknologi, hingga networking secara global, termasuk membangun ekosistem di dalamnya.
Kapasitas Produksi dan Kolaborasi
Pertanyaan pertama untuk menjawab sejauh mana PT DI siap menghadapi tantangan dan go global adalah sejauh mana perusahaan tersebut memiliki kapasitas produksi? Tentu hal ini selaras dengan upgrade teknologi produksi. Bila sebelumnya PT DI hanya mampu memproduksi 2 atau 3 unit pesawat CN235 dalam setahun, ternyata sekarang sudah mampu memproduksi 8 unit pesawat turboprop kelas menengah bermesin dua tersebut.
Kondisi tersebut terwujud setelah revitalisasi dan reformasi prosedur kerja. Bahkan pemerintah sudah memasang target perseroan memiliki kapasitas produksi pesawat jenis tersebut 24 unit setahun.Dalam jangka menengah sejak 2023, kapasitas PT DI sudah menyentuh minimal 20 unit.Peningkatan kapasitas produksi ini mutlak dilakukan PT DI, bukan hanya untuk CN235, NC212i, juga untuk N-219 yang mulai masuk lini produksi, untuk merespons lonjakan pesanan.
Tak dapat dimungkiri, peningkatan dimaksud terwujud dari dukungan pendanaan. Dalam RAPBN tahun anggaran 2024, pemerintah menetapkan investasi kepada sektor infrastruktur, industri dan lainnya akan dilakukan melalui alokasi PMN. Adapun, nilainya diperkirakan mencapai Rp28,59 triliun.
PT DI melalui induk holding-nya yaitu PT Len Industri (Persero) sebesar Rp600 miliar. Outstanding utang PT DI sebesar USD43,5 juta tersebut berupa utang pokok sebesar US43,5 juta dan bunga sebesar US$56.100.000.
Masih terkait dengan peningkatan kapasitas produksi, PT DI tentu juga harus menyiapkan dan menggembleng sumber daya manusia (SDM), termasuk meneruskan para senior yang harus memasuki masa pensiun. Pergeseran SDM ini dilakukan PT DI dengan melibatkan 400 insinyur ahli penerbangan dalam proyek N219. Di antara mereka, 150 insinyur dilibatkan untuk arean desain, 60 di antaranya orang baru, dan hampir 300 orang dilibatkan dalam sektor produksi. Dengan pelibatan tersebut, akan semakin banyak insinyur yang bisa disiapkan untuk proyek-proyek PT DI lainnya.
Dalam konteks pengembangan SDM, PT DI tentu juga bekerja sama dengan perguruan tinggi seperti ITB Bandung dan institusi kedirgantaraan seperti Airbus. Seperti dengan Airbus, selain pengembangan bisnis produksi komponen aerostruktur, PT DI juga bekerjasama dalam manajemen dan teknis, serta perencanan SDM. Airbus sebagai mitra strategis yang berkontribusi dalam transformasi PT DI menjadi pemain utama industri pesawat di kawasan.
Masih terkait dengan pengembangan kapasitas produksi, PT DI memperkokoh kemitraan dengan Bell Textron Inc. dan Honeywell yang diarahkan untuk mendorong perusahaan BUMN yang berada di bawah Holding Defend ID tersebut menjadi pemain MRO (maintenance, repair dan operation) global, serta mendorong pengembangan ekosistem industri penerbangan nasional, dan memperkuat posisi PT DI sebagai tier-I global supply chain industri aerostructure.
Selain kesiapan produksi, akselerasi kinerja yang belakangan ditunjukkan PT DI tak lepas dari dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta nasional untuk memborong pesawat -baik pesawat N219, NC212i, hingga CN235 . Dukungan pemasaran ini penting untuk membangun fondasi eksistensi PT DI, sebelum memperluas pasar secara global.
Di antara produk PT DI yang mendapat perhatian adalah N219. PT DI mengidentifikasi dan memproyeksikan potensi kebutuhan pasar N219 di dalam negeri mencapai 131 pesawat. Angka itu terdiri 77 pesawat biasa dan 54 pesawat amfibi, yang bisa digunakan untuk pemerintah daerah (pemda), sektor pertahanan, hingga kelembagaan.Di antara pembeli yang sudah teken kontrak adalah PT Karya Logistik Indotama (KLI) untuk 11 unit N219, TNI AD (10 unit) dan Pemprov Kepri (2 unit).
Untuk ekspansi pasar internasional, PT DI melakukan kolaborasi dengan pihak ketiga yang berperan sebagai marketing. Seperti di kawasan Afrika, PT DI bekerjasama dengan Allied Aeronautics Limited (AAL), termasuk terakhir untuk pengadaan 4 unit CN235-220 dengan end user Angkatan Darat Nigeria. Kolaborasi dibutuhkan untuk memperluas jangkauan pasar benua hitam tersebut. Selain Nigeri, negara di Afrika menjadi pelanggan PT DI adalah Senegal, Burkina Faso, dan Guinea.
PT DI juga sudah berkolaborasi dengan Turkish Aerospace dan Linkfield Technologies China. Bahkan di sela The Aera Asia 2023 di Zuhai International Airshow Center, China, Linkfield Technologies China telah menyuguhkan transaksi 25 unit N219. Dari ke-25 pesawat yang dipesan, rencananya 5 unit di antaranya akan digunakan sebuah airlines dan 20 unit lainnya untuk leasing company di negeri Tirai Bambu tersebut.
Tentu tak luput kolaborasi dengan perusahaan asal Malaysia, Indo Pasific Resources, yang telah berkontribusi mewujudkan kontrak pembelian 23 unit helikopter angkut kelas medium untuk end user negara di Asia Tenggara. Masih dengan perusahaan Malaysia, PT DI juga telah menandatangani MoU dengan AIROD Sdn. Bhd. untuk memasarkan dan menjual pesawat N219.
Tak kalah penting, PT DI juga harus berkolaborasi dengan lembaga keuangan. Dalam konteks ini, PT DI telah bekerjasama dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk memberikan solusi pembiayaan, termasuk untuk ekspor enam unit pesawat terbang NC212i yang dipesan Department of National Defense/Armed Forces of Philippines (DND/AFP) senilai USD79 juta. Pembiayaan tersebut dilakukan dengan skema Penugasan Khusus Ekspor (PKE) atau National Interest Account (NIA).
Sebelumnya, LPEI telah memberikan dua fasilitas modal kerja ekspor untuk mendukung pelaksanaan kontrak PT DI dengan Nepal berupa 1 unit CN235-220 Military Transport senilai USD30 juta dan kontrak PT DI dengan Senegal berupa 1 unit CN235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA) senilai USD24 juta. Kedua unit pesawat tersebut telah berhasil dikirimkan pada tahun 2021 lalu.
Bila melihat berbagai langkah bisnis yang ditunjukkan, maka PT DI bisa dianggap sudah sangat siap untuk go global karena sudah memilki pondasi kuat. Pondasi dimaksud adalah kapasitas produksi cukup, ketersedian dan kesiapan SDM, sudah menjadi bagian dari supply chain industri penerbangan dunia, adanya kolaborasi dengan berbagai perusahaan asing untuk mendukung pemasaran.
Tak kalah penting sebagai prasyarat PT DI untuk memiliki pijakan kuat untuk go global adalah dukungan domestik yang cukup -dalam hal ini banyaknya transaksi yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta nasional terhadap produk PT DI; dan adanya solusi pembiayaan termasuk untuk mendukung kelancaran ekspor pesawat. Tak kalah pentingnya adalah sudah terbentuknya ekosistem seperti PT NTP, PT LEN dan sebagainya.
Potensi Indonesia untuk menjadi pemain utama industri penerbangan dunia terbuka karena tidak banyak negara memiliki kompetensi industri dirgantara, terlebih Indonesia fokus pada pesawat propeller atau baling-baling -terutama untuk pesawat angkut kelas medium dan ringan.Kendati demikian, PT DI tetap dituntut untuk selalu melakukan inovasi demi merespons dinamika kebutuhan pasar.(*)
Referensi: Diolah dari Berbagai Sumber
(abd)