Upaya Jaksa Agung Kejar Pengembalian Kerugian Negara Dalam Kasus Korupsi Diapresiasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam penanganan korupsi mendapat tanggapan positif sejumlah pihak. Sebab, Kejagung tidak hanya menghukum para pelaku tetapi juga mengejar pengembalian kerugian negara.
“Jaksa Agung menekankan keberhasilan proses penegakkan hukum korupsi tidak sekadar memenjarakan terpidana. Jaksa Agung tidak akan puas tanpa dilengkapi kemampuan mengembalikan kerugian negara,” kata pengamat hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, Rabu (24/4/2024).
Hal ini merupakan langkah maju dalam penanganan korupsi, sehingga langkah Kejagung ini, seharusnya juga diikuti oleh lembaga penegak hukum lainnya. Suparji berharap kinerja bagus Kejagung ini bisa terus berkesinambungan di masa mendatang.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah menegaskan, akan mengusut pertanggungjawaban pidana para tersangka perorangan, maupun korporasi yang merugikan negara Rp271 triliun akibat kerusakan lingkungan, dan ekologis dampak korupsi penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk.
“Dalam kasus korupsi timah ini, dampaknya sebagai bagian dari kerugian perekonomian negara. Bukan semata-mata recovery asset-nya saja sebagai uang pengganti, tetapi lebih menitikberatkan perbaikan atau rehabilitasi kepada pelaku yang kita tuntut pada tanggung jawab atas kerusakan yang timbul. Termasuk dampak ekologisnya kepada masyarakat,” ungkap Febrie.
Karena itu, kata Febrie, penelusuran aset-aset para tersangka yang sudah kita tetapkan sementara ini, bukan cuma untuk mengganti kerugian negara. Tetapi kata Febrie, untuk biaya pemulihan lingkungan yang dibebankan kepada tersangka. “Maka tujuan dari recovery asset, juga berorientasi pada recovery lingkungan hidup yang harus dibebankan kepada pelakunya (tersangka perorangan), dan juga dibebankan kepada pelaku korporasinya,” ungkap dia.
Tim penyidik Jampidsus memasukkan kerugian kerusakan lingkungan, dan ekologis senilai Rp271 juta tersebut ke dalam kerugian perekonomian negara dalam pengusutan perkara pokok korupsi. Adapun kerugian keuangan negara dalam kasus pokok korupsinya, sampai saat ini masih dalam penghitungan di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dari penyidikan berjalan saat ini, tim penyidikan Jampidsus, bersama-sama Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan sudah melakukan penelusuran, dan penyitaan aset-aset para tersangka yang dapat dirampas sementara untuk mengganti kerugian negara. Beberapa aset yang disita termasuk lima lahan perusahaan penambangan, dan pelogaman timah.
Jampidsus bersama BPA, pada Selasa, 23 April 2024 pun menyerahkan sementara pengelolaan lima perusahaan penambangan timah itu kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dikelola selama proses hukum berjalan. Penyerahan pengelolaan lima perusahaan tambang timah tersebut, dimaksudkan agar selama proses hukum penyidikan korupsi timah oleh Jampidsus, perusahaan-perusahaan penambangan, dan pemurnian timah yang dalam status sita tersebut tetap dapat operasional, dan tak merugikan masyarakat pekerjanya.
Lima perusahaan tambang, dan smelter timah yang diserahkan ke BUMN pengelolaannya, di antaranya milik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) yang luasnya mencapai 85,8 Hektare (Ha) di Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Juga smelter pemurnian bijihtimah milik CV Venus Inti Perkasa (VIP) seluas 10.500 meter persegi yang berada di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Serta smelter yang disita dari PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang luasnya 84,6 Ha di Bukit Inta, Kota Pangkal Pinang.
Selanjutnya, smelter sitaan dari PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) yang luasnya mencapai 57,8 Ha di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Lalu smelter yang disita dari PT Rafined Bangka Tin (RBT) yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
“Smelter-smelter ini tetap dikelola, sehingga tidak rusak, dan juga tetap memberikan suatu peluang usaha kerja untuk masyarakat Bangka Belitung,” begitu kata Kepala BPA Kejaksaan Amir Yanto di Bangka Belitung, Selasa, 23 April 2024.
“Jaksa Agung menekankan keberhasilan proses penegakkan hukum korupsi tidak sekadar memenjarakan terpidana. Jaksa Agung tidak akan puas tanpa dilengkapi kemampuan mengembalikan kerugian negara,” kata pengamat hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad, Rabu (24/4/2024).
Hal ini merupakan langkah maju dalam penanganan korupsi, sehingga langkah Kejagung ini, seharusnya juga diikuti oleh lembaga penegak hukum lainnya. Suparji berharap kinerja bagus Kejagung ini bisa terus berkesinambungan di masa mendatang.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah menegaskan, akan mengusut pertanggungjawaban pidana para tersangka perorangan, maupun korporasi yang merugikan negara Rp271 triliun akibat kerusakan lingkungan, dan ekologis dampak korupsi penambangan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk.
“Dalam kasus korupsi timah ini, dampaknya sebagai bagian dari kerugian perekonomian negara. Bukan semata-mata recovery asset-nya saja sebagai uang pengganti, tetapi lebih menitikberatkan perbaikan atau rehabilitasi kepada pelaku yang kita tuntut pada tanggung jawab atas kerusakan yang timbul. Termasuk dampak ekologisnya kepada masyarakat,” ungkap Febrie.
Karena itu, kata Febrie, penelusuran aset-aset para tersangka yang sudah kita tetapkan sementara ini, bukan cuma untuk mengganti kerugian negara. Tetapi kata Febrie, untuk biaya pemulihan lingkungan yang dibebankan kepada tersangka. “Maka tujuan dari recovery asset, juga berorientasi pada recovery lingkungan hidup yang harus dibebankan kepada pelakunya (tersangka perorangan), dan juga dibebankan kepada pelaku korporasinya,” ungkap dia.
Tim penyidik Jampidsus memasukkan kerugian kerusakan lingkungan, dan ekologis senilai Rp271 juta tersebut ke dalam kerugian perekonomian negara dalam pengusutan perkara pokok korupsi. Adapun kerugian keuangan negara dalam kasus pokok korupsinya, sampai saat ini masih dalam penghitungan di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dari penyidikan berjalan saat ini, tim penyidikan Jampidsus, bersama-sama Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan sudah melakukan penelusuran, dan penyitaan aset-aset para tersangka yang dapat dirampas sementara untuk mengganti kerugian negara. Beberapa aset yang disita termasuk lima lahan perusahaan penambangan, dan pelogaman timah.
Jampidsus bersama BPA, pada Selasa, 23 April 2024 pun menyerahkan sementara pengelolaan lima perusahaan penambangan timah itu kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dikelola selama proses hukum berjalan. Penyerahan pengelolaan lima perusahaan tambang timah tersebut, dimaksudkan agar selama proses hukum penyidikan korupsi timah oleh Jampidsus, perusahaan-perusahaan penambangan, dan pemurnian timah yang dalam status sita tersebut tetap dapat operasional, dan tak merugikan masyarakat pekerjanya.
Lima perusahaan tambang, dan smelter timah yang diserahkan ke BUMN pengelolaannya, di antaranya milik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) yang luasnya mencapai 85,8 Hektare (Ha) di Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Juga smelter pemurnian bijihtimah milik CV Venus Inti Perkasa (VIP) seluas 10.500 meter persegi yang berada di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Serta smelter yang disita dari PT Tinindo Inter Nusa (TIN) yang luasnya 84,6 Ha di Bukit Inta, Kota Pangkal Pinang.
Selanjutnya, smelter sitaan dari PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) yang luasnya mencapai 57,8 Ha di Bukit Intan, Kota Pangkal Pinang. Lalu smelter yang disita dari PT Rafined Bangka Tin (RBT) yang berada di Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.
“Smelter-smelter ini tetap dikelola, sehingga tidak rusak, dan juga tetap memberikan suatu peluang usaha kerja untuk masyarakat Bangka Belitung,” begitu kata Kepala BPA Kejaksaan Amir Yanto di Bangka Belitung, Selasa, 23 April 2024.
(cip)