PUB Galang Dana Bangun Jembatan Gantung Putus di Lebak Banten

Jum'at, 19 April 2024 - 19:49 WIB
loading...
PUB Galang Dana Bangun...
Pengurus PUB Lebak meninjau kondisi jembatan gantung di Desa Leuwi Ipuh, Kecamatan Banjarsari, Lebak, Banten yang salah satu tali penyangganya terputus pada Rabu (17/4/2024). Foto: iNews Media/Yaomi Suhayatmi
A A A
LEBAK - Perkumpulan Urang Banten (PUB) Lebak kembali mengambil inisiatif menunjukkan kepedulian terhadap sesama melalui kegiatan sosial sasieur sabenyeur. Kali ini, sasieur sabenyeur menggalang dana pembangunan jembatan gantung di Desa Leuwi Ipuh, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten, yang terputus dan menelan belasan korban luka-luka.

“Kita harus membantu warga setempat untuk pembangunan jembatan putus di Leuwi Ipuh sebisa kita sasieur sabenyeur. Hal ini juga sudah menjadi arahan Ketua PUB Pusat,” ujar Ketua PUB Lebak Ki Pepep Faisaludin.



Sasieur Sabeunyeur merupakan program yang digelorakan Ketua Umum PUB Irjen Pol (Purn) Taufiqurachman Ruki sebagai gerakan kepedulian terhadap berbagai persoalan di Banten.

Menariknya jargon ini memiliki filosofi membantu dengan apa yang kita mampu, bisa materi, pikiran, tenaga bahkan sekadar ajakan berbuat kepedulian pada sesama.

Untuk merealisasikan aksi peduli tersebut, langkah pertama yang dilakukan PUB Lebak dengan menurunkan para pengurusnya untuk meninjau langsung lokasi jembatan putus yang viral di media sosial pada Rabu (17/4/2024).

Dipimpin langsung Ki Dede Sudiarto selaku Sekretaris Umum komunitas ini serta didampingi beberapa pengurus harian PUB Lebak lainnya yaitu Ki Ace Sumirsa Ali (menjabat Wakil Ketua Komisioner Baznas Provinsi Banten), Ais Fallet (Ketua Komunitas Salam Setetes Darah Banten), Nyi Entin, dan Ki Putra.

Dari tinjauan dan pengumpulan informasi serta data langsung di lapangan kemudian akan ditindaklanjuti. PUB Lebak siap merumuskan proposal pembangunan jembatan untuk kemudian diajukan kepada sejumlah tokoh, perusahaan, kementerian, lembaga, serta para donatur.

Dalam menjaga transparansi, tentu saja PUB Lebak akan menyelenggarakan proses pembangunan secara tranparan dan akuntabel.

Respons sigap yang ditujukan PUB Lebak terhadap pembangunan jembatan gantung Leuwi Ipuh berangkat dari keprihatinan terhadap nasib jembatan tersebut yang tidak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah.

Seperti diberitakan, jembatan yang putus pada Rabu (10/4/2024) itu menyebabkan belasan warga yang melintas tercebur ke sungai dan mengalami luka-luka. Nahasnya, peristiwa tersebut berlangsung ketika warga sedang merayakan Hari Raya Idulfitri 1445 H.

Sejak peristiwa itu, penggunaan jembatan yang cukup vital bagi warga sekitar terhenti. Situasi ini tentunya sangat disesalkan warga, karena mengganggu mobilitas mereka sehari-hari.

Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Lebak Irvan Suyatufika mengatakan, status jembatan tersebut merupakan tanggung jawab Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

“Kendala belum dibangun atau tidak dianggarkan pada 2024 posisi jembatan tersebut masuk kewenangan pemerintahan desa. PUPR masih fokus penanganan terhadap jalan dan jembatan yang menjadi kewenangan kabupaten,” ujarnya.

Ketika ditanyakan apakah jembatan gantung tersebut bukan prioritas, Irvan menjawab bahwa pemerintah masih fokus kepada pembangunan jalan rusak. “Kita fokus ke jalan kabupaten yang kondisi rusaknya masih di 187 km dari 749 km,” katanya.

Ki Dede Sudiarto, Sekretaris Umum PUB Lebak berkomitmen terus melakukan aksi sasieur sabenyeur demi membantu masyarakat yang sangat membutuhkan akses jalan melalui jembatan tersebut.

“Yang penting bangunan yang cepat saja. Kalau ada dari dinas yang bangun lebih cepat, kita alihkan ke tempat lain. Namun, berdasarkan pengalaman jumlah jembatan gantung di Lebak tidak bisa discover sama APBD Lebak,” katanya.

“Jangankan jembatan gantung yang di pelosok seperti di Leuwi Ipuh, jalan kantor kecamatan Leuwidamar saja sampai sekarang tidak dibangun-bangun,” ucapnya.

Dibangun secara swadaya sekitar 13 tahun silam atau tepatnya tahun 2011, keberadaan jembatan gantung di Leuwi Ipuh sangat vital bagi masyarakat setempat.

Jembatan berbahan material bambu dan kayu dengan panjang sekitar 85 meter, lebar 1 meter, dan ketinggian 15 meter itu digunakan masyarakat dalam mendukung kegiatan seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan.

Kondisi material yang sudah tidak layak itu terputus karena tidak mampu menahan beban. Sejak terputus, warga mengambil alternatif dengan cara menggunakan rakit, ada juga yang nekat bergelantungan meniti jembatan yang sudah miring 180 derajat hingga terpaksa menerobos derasnya air sungai. Tentunya hal tersebut sama-sama berisiko bagi keselamatan mereka. Mau sampai kapan?
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1648 seconds (0.1#10.140)