Kepala BP2MI Minta Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Milik Pekerja Migran Ditinjau Lagi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani meminta agar kebijakan dan pengaturan terkait impor barang milik pekerja migran Indonesia ditinjau lagi. Benny bersama Bea Cukai Tanjung Perak Surabaya meninjau Perusahaan Jasa Titipan (PJT) PT Samudera Agung Logistics di Osowilangun Surabaya, Jawa Timur, Jumat (5/4/2024).
Benny menjelaskan, kunjungan itu adalah kolaborasi dengan Dirjen Bea Cukai, beserta para stakeholder lain yang ingin diperkuat. Sebelumnya, mereka melakukan kunjungan ke pergudangan PJT di Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah pada 4 April 2024.
Dia menuturkan, pada masa kritis penumpukan barang pekerja migran Indonesia pada Desember 2023 menyebabkan ada lambatnya, ataupun pembatasan barang mereka, diakibatkan terbitnya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Penumpukan barang pekerja migran Indonesia, menyebabkan banyak barang yang tidak sampai dengan tepat waktu di dalam negeri. Namun, wajar jika rekan-rekan Bea dan Cukai melakukan transisi kebijakan ini, dan membutuhkan waktu. Justru Bea dan Cukai melanggar peraturan jika tidak melaksanakan Permendag ini,” katanya.
Namun, Benny menyesalkan semangat BP2MI untuk mengusulkan pembebasan barang pekerja migran Indonesia yang dirumuskan dalam bentuk relaksasi pada Permendag 36/2023 menyebabkan kesimpangsiuran terhadap kategori pembatasan dan praktiknya di lapangan. “Rekan-rekan Bea dan Cukai adalah pelaksana peraturan, bukan pada level perumusan. Yang saya pertanyakan adalah isi dari peraturan itu sendiri. Permendag 36 Tahun 2023 harus ditinjau kembali,” tuturnya.
Dia pun sadar bahwa peraturan dari Kemendag dan Peraturan Menteri Keuangan ini menyasar kepada importir bermodal besar yang nakal memasukkan barang berjumlah besar, bernilai tinggi untuk dijual kembali ke Indonesia. Dia memberikan contoh, orang bervisa turis yang memasukkan barang mewah seperti motor mewah, spare part modifikasi, tas branded, dan sebagainya.
“Tetapi pada praktiknya, para pekerja migran Indonesia yang membawa barang-barang harian selalu terkena imbasnya,” ungkapnya.
Dia menilai relaksasi dengan pembatasan ini adalah pintu masuk bagi relaksasi total barang pekerja migran Indonesia meski kebijakan relaksasi total untuk barang pekerja migran Indonesia belum terwujud. “Bukan suatu kesalahan jika suatu peraturan dirubah karena bertentangan dengan kesejahteraan pekerja migran Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I Untung Basuki sependapat dengan pernyataan Benny tentang Bea Cukai yang hanya sebagai pelaksana di lapangan, bukan pada perumus peraturan. Dia menambahkan, Bea Cukai juga ingin semua proses kerja mudah, termasuk bagi pekerja migran Indonesia.
“Siapa yang tidak mau kemudahan kerja? Tetapi kami wajib mengikuti alur proses. Sejumlah 57% barang kiriman adalah milik pekerja migran Indonesia, sisanya bukan. Bagi kami validitas data tentang mana barang pekerja migran Indonesia, dan mana yang bukan, penting bagi kami,” pungkasnya.
Benny menjelaskan, kunjungan itu adalah kolaborasi dengan Dirjen Bea Cukai, beserta para stakeholder lain yang ingin diperkuat. Sebelumnya, mereka melakukan kunjungan ke pergudangan PJT di Tanjung Emas Semarang, Jawa Tengah pada 4 April 2024.
Dia menuturkan, pada masa kritis penumpukan barang pekerja migran Indonesia pada Desember 2023 menyebabkan ada lambatnya, ataupun pembatasan barang mereka, diakibatkan terbitnya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Penumpukan barang pekerja migran Indonesia, menyebabkan banyak barang yang tidak sampai dengan tepat waktu di dalam negeri. Namun, wajar jika rekan-rekan Bea dan Cukai melakukan transisi kebijakan ini, dan membutuhkan waktu. Justru Bea dan Cukai melanggar peraturan jika tidak melaksanakan Permendag ini,” katanya.
Namun, Benny menyesalkan semangat BP2MI untuk mengusulkan pembebasan barang pekerja migran Indonesia yang dirumuskan dalam bentuk relaksasi pada Permendag 36/2023 menyebabkan kesimpangsiuran terhadap kategori pembatasan dan praktiknya di lapangan. “Rekan-rekan Bea dan Cukai adalah pelaksana peraturan, bukan pada level perumusan. Yang saya pertanyakan adalah isi dari peraturan itu sendiri. Permendag 36 Tahun 2023 harus ditinjau kembali,” tuturnya.
Dia pun sadar bahwa peraturan dari Kemendag dan Peraturan Menteri Keuangan ini menyasar kepada importir bermodal besar yang nakal memasukkan barang berjumlah besar, bernilai tinggi untuk dijual kembali ke Indonesia. Dia memberikan contoh, orang bervisa turis yang memasukkan barang mewah seperti motor mewah, spare part modifikasi, tas branded, dan sebagainya.
“Tetapi pada praktiknya, para pekerja migran Indonesia yang membawa barang-barang harian selalu terkena imbasnya,” ungkapnya.
Dia menilai relaksasi dengan pembatasan ini adalah pintu masuk bagi relaksasi total barang pekerja migran Indonesia meski kebijakan relaksasi total untuk barang pekerja migran Indonesia belum terwujud. “Bukan suatu kesalahan jika suatu peraturan dirubah karena bertentangan dengan kesejahteraan pekerja migran Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I Untung Basuki sependapat dengan pernyataan Benny tentang Bea Cukai yang hanya sebagai pelaksana di lapangan, bukan pada perumus peraturan. Dia menambahkan, Bea Cukai juga ingin semua proses kerja mudah, termasuk bagi pekerja migran Indonesia.
“Siapa yang tidak mau kemudahan kerja? Tetapi kami wajib mengikuti alur proses. Sejumlah 57% barang kiriman adalah milik pekerja migran Indonesia, sisanya bukan. Bagi kami validitas data tentang mana barang pekerja migran Indonesia, dan mana yang bukan, penting bagi kami,” pungkasnya.
(rca)