Pakar Hukum Tata Negara: Presiden hingga Kades Berpotensi Lakukan Pelanggaran Terstruktur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Charles Simabura sebagai ahli yang dihadirkan Tim Hukum Ganjar-Mahfud MD menuturkan aparat pemerintah mulai dari presiden hingga kepala desa berpotensi melakukan pelanggaran secara terstruktur pada pemilu ataupun Pilpres 2024.
"Pihak-pihak yang potensial melakukan pelanggaran TSM itu dirumuskan secara jelas di dalam undang-undang pilkada, undang-undang pemilu ada unsur terstruktur. Siapa itu struktur, aparat pemerintah dan penyelenggara pemilu," ujar Charles saat menjadi ahli capres cawapres nomor urut 3 Ganjar-Mahfud di MK, Selasa (2/4/2024).
"Artinya kalau kita urai siapa itu aparat pemerintah mulai dari presiden sampai jajaran di bawahnya sampai kepala desa itu adalah pihak-pihak yang potensial melakukan pelanggaran secara terstruktur. Secara sadar politik hukum kita memang mengarahkan ke situ," tambahnya.
Menurut dia, faktanya dalam setiap penyelenggaraan pemilu yang melakukan pelanggaran terstruktur adalah dua pihak, yakni penyelenggara pemilu atau aparat pemerintah.
Charles mencontohkan pada Pilpres 2014 saat Jokowi berhadapan dengan Prabowo. Pilpres dimenangkan oleh Jokowi dan Prabowo menggugat ke MK dengan dalil pelanggaran yang mengarah kepada penyelenggara pemilu. Padahal, waktu itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menjabat presiden.
Kemudian, pada Pilpres 2019 dan dimenangkan lagi Jokowi. Prabowo menggugat ke MK dengan dalil adanya pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintah dalam hal ini Jokowi sebagai presiden petahana.
"Tadi saya sudah katakan bukan mahkamah tidak memeriksa perkara itu, bukan mahkamah tidak menyatakan bahwa dia tidak berwenang, bukan mahkamah menyatakan dia tidak berwenang, tapi lebih kepada tidak terbuktinya dugaan pelanggaran TSM ketika 2019," ujar Charles.
Meskipun adanya putusan DKPP hingga Bawaslu, MK berwenang memeriksa adanya pelanggaran TSM yang dilakukan baik penyelenggara pemilu maupun aparat pemerintah.
"MK bukanlah lembaga pembanding dari putusan Bawaslu, bukanlah upaya banding, bukanlah upaya kasasi semacam itu, tapi memeriksa secara keseluruhan terhadap fakta-fakta persidangan," katanya.
"Pihak-pihak yang potensial melakukan pelanggaran TSM itu dirumuskan secara jelas di dalam undang-undang pilkada, undang-undang pemilu ada unsur terstruktur. Siapa itu struktur, aparat pemerintah dan penyelenggara pemilu," ujar Charles saat menjadi ahli capres cawapres nomor urut 3 Ganjar-Mahfud di MK, Selasa (2/4/2024).
"Artinya kalau kita urai siapa itu aparat pemerintah mulai dari presiden sampai jajaran di bawahnya sampai kepala desa itu adalah pihak-pihak yang potensial melakukan pelanggaran secara terstruktur. Secara sadar politik hukum kita memang mengarahkan ke situ," tambahnya.
Menurut dia, faktanya dalam setiap penyelenggaraan pemilu yang melakukan pelanggaran terstruktur adalah dua pihak, yakni penyelenggara pemilu atau aparat pemerintah.
Charles mencontohkan pada Pilpres 2014 saat Jokowi berhadapan dengan Prabowo. Pilpres dimenangkan oleh Jokowi dan Prabowo menggugat ke MK dengan dalil pelanggaran yang mengarah kepada penyelenggara pemilu. Padahal, waktu itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menjabat presiden.
Kemudian, pada Pilpres 2019 dan dimenangkan lagi Jokowi. Prabowo menggugat ke MK dengan dalil adanya pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintah dalam hal ini Jokowi sebagai presiden petahana.
"Tadi saya sudah katakan bukan mahkamah tidak memeriksa perkara itu, bukan mahkamah tidak menyatakan bahwa dia tidak berwenang, bukan mahkamah menyatakan dia tidak berwenang, tapi lebih kepada tidak terbuktinya dugaan pelanggaran TSM ketika 2019," ujar Charles.
Meskipun adanya putusan DKPP hingga Bawaslu, MK berwenang memeriksa adanya pelanggaran TSM yang dilakukan baik penyelenggara pemilu maupun aparat pemerintah.
"MK bukanlah lembaga pembanding dari putusan Bawaslu, bukanlah upaya banding, bukanlah upaya kasasi semacam itu, tapi memeriksa secara keseluruhan terhadap fakta-fakta persidangan," katanya.
(jon)