Memberdayakan Satgas dan Tim Anti Kekerasan di Satuan Pendidikan
loading...
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan
Kekerasan di sekolah masih sering muncul dalam pemberitaan dimana-mana. Padahal Pemerintah melalui episode 25 Merdeka Belajar telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Peraturan ini menggantikan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Terdapat lima perubahan fundamental yang dilakukan terhadap Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Perubahan ketiga terkait dengan pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan, dan juga satuan tugas (satgas) oleh pemerintah daerah. Yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana pembentukan dan pemberdayaan terhadap satgas dan TPPK yang telah dibentuk?
Status Satgas dan TPPK
Dalam pasal 24 ayat (1) dikatakan bahwa Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) diangkat dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. Perkecualian adalah pada satuan pendidikan anak usia dini karena tidak tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Keanggotaan TPPK terdiri atas perwakilan (a) pendidik yang tidak ditugaskan sebagai kepala satuan pendidikan; dan (b) Komite Sekolah atau perwakilan orang tua/wali.
Dari tautan resmi https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk/dashboard, status pembentukan satgas dan TPPK di berbagai daerah sudah sangat tinggi. Jumlah satuan pendidikan secara keseluruhan di Indonesia adalah 438.203. Dari jumlah tersebut yang sudah dikinikan datanya atau diupdet sebanyak 432.593 satuan pendidikan. Satuan pendidikan total yang sudah membentuk TPPK sebanyak 369.944.
Didasarkan atas data terakhir per 18 Maret 2024, pembentukan TPPK total yaitu 85.52 persen. Persentase total tersebut meliputi TPPK di tujuh jenjang yaitu PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB, dan Kesetaraan. Pembentukan TPPK yang terendah yaitu pada PAUD (76.08%) dan Kesetaraan (61.00%).
Bagaimana status satuan tugas (satgas) oleh pemerintah daerah? Dalam pasal 30 (1) disebutkan bahwa pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan membentuk Satuan Tugas. Satuan tugas ini ditetapkan oleh kepala daerah atas usulan kepala Dinas Pendidikan. Pasal 31 ayat (1) menunjukkan bahwa satuan tugas mempunyai tugas pelaksanaan pembinaan, pemantauan, dan pengawasan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada satuan pendidikan di wilayah sesuai kewenangan.
Pasal 31 ayat (3) menjelaskan, satuan tugas dapat berkoordinasi dengan berbagai pihak atau pemangku kepentingan. Pihak tersebut meliputi (a) dinas kesehatan atau dinas terkait lainnya; (b) psikolog, dokter, atau tenaga kesehatan lainnya; (c) pekerja sosial; (d) unit pelaksana teknis kementerian pada daerah setempat; (e) perwakilan organisasi masyarakat sipil atau praktisi yang berfokus pada bidang pendidikan dan/atau bidang penanganan kekerasan; dan/atau (f) pihak lain yang diperlukan dalam penanganan kekerasan.
Sampai dengan 18 Maret 2024, merujuk pada tautan resmi https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk/dashboard, ternyata satgas baru dibentuk di 21 provinsi dari total 38 provinsi, serta 314 kabupaten/kota dari total 541 kabupaten/kota. Dengan demikian, total keseluruhan pembentukan satgas per 18 Maret 2024 di provinsi/kabpupaten/kota adalah 61.09%. Adapun provinsi dan kabupaten/kota yang sudah membentuk baik satgas maupun TPPK seluruhnya (100%) meliputi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Banten, dan Sulawesi Barat.
Pemberdayaan Satgas dan TPPK
Fungsi dan kewenangan satgas maupun TPPK sudah didefinisikan secara jelas dan operasional. Masyarakat menunggu sepakterjang mereka, sejauhmana satgas dan TPPK yang sudah dibentuk dapat menanggapi setiap kasus yang terjadi dalam wilayah tanggungjawabnya masing-masing. Penanganan kasus harusnya dalam waktu tidak terlalu lama.
Di samping itu, satgas dan TPPK tidak boleh bersikap menunggu adanya kasus. Mereka harusnya bekerja proaktif, strategis, taktis, dan berbasiskan bukti (evidence). Untuk itu, mereka harus seyogianya bekerja sama dengan berbagai pihak yang sudah ditetapkan dalam peraturan yang ada.
Dalam penanganan dan pencegahan kasus, mereka tidak boleh bersikap “abu-abu”. Satgas dan TPPK tidak boleh takut adanya relasi dengan pelaku atau korban. Perlakuan dan sikap yang tidak tegas dan tidak bersikap obyektif akan merugikan tidak hanya kredibilitas Satgas dan TPPK, tetapi juga pelaku dan korban.
Terkait akuntabilitas pemberdayaan Satgas dan TPPK, perlu adanya suatu sistem yang dapat diakses publik dengan mudah, yaitu yang menunjukkan kinerja dari Satgas dan TPPK. Bukan tidak mungkin dibentuknya Satgas dan TPPK, hanya untuk “menggugurkan kewajiban” bahwa daerah atau satuan pendidikan sudah patuh peraturan yang diberlakukan.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikbudristek/Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan
Kekerasan di sekolah masih sering muncul dalam pemberitaan dimana-mana. Padahal Pemerintah melalui episode 25 Merdeka Belajar telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Peraturan ini menggantikan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Terdapat lima perubahan fundamental yang dilakukan terhadap Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015. Perubahan ketiga terkait dengan pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan, dan juga satuan tugas (satgas) oleh pemerintah daerah. Yang menjadi pertanyaan adalah sejauhmana pembentukan dan pemberdayaan terhadap satgas dan TPPK yang telah dibentuk?
Status Satgas dan TPPK
Dalam pasal 24 ayat (1) dikatakan bahwa Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) diangkat dan ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan. Perkecualian adalah pada satuan pendidikan anak usia dini karena tidak tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Keanggotaan TPPK terdiri atas perwakilan (a) pendidik yang tidak ditugaskan sebagai kepala satuan pendidikan; dan (b) Komite Sekolah atau perwakilan orang tua/wali.
Dari tautan resmi https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk/dashboard, status pembentukan satgas dan TPPK di berbagai daerah sudah sangat tinggi. Jumlah satuan pendidikan secara keseluruhan di Indonesia adalah 438.203. Dari jumlah tersebut yang sudah dikinikan datanya atau diupdet sebanyak 432.593 satuan pendidikan. Satuan pendidikan total yang sudah membentuk TPPK sebanyak 369.944.
Didasarkan atas data terakhir per 18 Maret 2024, pembentukan TPPK total yaitu 85.52 persen. Persentase total tersebut meliputi TPPK di tujuh jenjang yaitu PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB, dan Kesetaraan. Pembentukan TPPK yang terendah yaitu pada PAUD (76.08%) dan Kesetaraan (61.00%).
Bagaimana status satuan tugas (satgas) oleh pemerintah daerah? Dalam pasal 30 (1) disebutkan bahwa pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan membentuk Satuan Tugas. Satuan tugas ini ditetapkan oleh kepala daerah atas usulan kepala Dinas Pendidikan. Pasal 31 ayat (1) menunjukkan bahwa satuan tugas mempunyai tugas pelaksanaan pembinaan, pemantauan, dan pengawasan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada satuan pendidikan di wilayah sesuai kewenangan.
Pasal 31 ayat (3) menjelaskan, satuan tugas dapat berkoordinasi dengan berbagai pihak atau pemangku kepentingan. Pihak tersebut meliputi (a) dinas kesehatan atau dinas terkait lainnya; (b) psikolog, dokter, atau tenaga kesehatan lainnya; (c) pekerja sosial; (d) unit pelaksana teknis kementerian pada daerah setempat; (e) perwakilan organisasi masyarakat sipil atau praktisi yang berfokus pada bidang pendidikan dan/atau bidang penanganan kekerasan; dan/atau (f) pihak lain yang diperlukan dalam penanganan kekerasan.
Sampai dengan 18 Maret 2024, merujuk pada tautan resmi https://referensi.data.kemdikbud.go.id/tppk/dashboard, ternyata satgas baru dibentuk di 21 provinsi dari total 38 provinsi, serta 314 kabupaten/kota dari total 541 kabupaten/kota. Dengan demikian, total keseluruhan pembentukan satgas per 18 Maret 2024 di provinsi/kabpupaten/kota adalah 61.09%. Adapun provinsi dan kabupaten/kota yang sudah membentuk baik satgas maupun TPPK seluruhnya (100%) meliputi DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Banten, dan Sulawesi Barat.
Pemberdayaan Satgas dan TPPK
Fungsi dan kewenangan satgas maupun TPPK sudah didefinisikan secara jelas dan operasional. Masyarakat menunggu sepakterjang mereka, sejauhmana satgas dan TPPK yang sudah dibentuk dapat menanggapi setiap kasus yang terjadi dalam wilayah tanggungjawabnya masing-masing. Penanganan kasus harusnya dalam waktu tidak terlalu lama.
Di samping itu, satgas dan TPPK tidak boleh bersikap menunggu adanya kasus. Mereka harusnya bekerja proaktif, strategis, taktis, dan berbasiskan bukti (evidence). Untuk itu, mereka harus seyogianya bekerja sama dengan berbagai pihak yang sudah ditetapkan dalam peraturan yang ada.
Dalam penanganan dan pencegahan kasus, mereka tidak boleh bersikap “abu-abu”. Satgas dan TPPK tidak boleh takut adanya relasi dengan pelaku atau korban. Perlakuan dan sikap yang tidak tegas dan tidak bersikap obyektif akan merugikan tidak hanya kredibilitas Satgas dan TPPK, tetapi juga pelaku dan korban.
Terkait akuntabilitas pemberdayaan Satgas dan TPPK, perlu adanya suatu sistem yang dapat diakses publik dengan mudah, yaitu yang menunjukkan kinerja dari Satgas dan TPPK. Bukan tidak mungkin dibentuknya Satgas dan TPPK, hanya untuk “menggugurkan kewajiban” bahwa daerah atau satuan pendidikan sudah patuh peraturan yang diberlakukan.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(wur)