Aman-KPA-Walhi Sebut Pemilu 2024 Kemunduran Demokrasi: Ancaman Agenda Kerakyatan

Selasa, 19 Maret 2024 - 15:09 WIB
loading...
Aman-KPA-Walhi Sebut Pemilu 2024 Kemunduran Demokrasi: Ancaman Agenda Kerakyatan
Konferensi pers yang digelar di Kantor Aman, kawasan Jakarta Selatan, Senin 18 Maret 2024. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Proses berlangsungnya Pemilu 2024 dinilai sebagai kemunduran demokrasi. Pandangan ini disampaikan oleh tiga LSM lingkungan hidup, yakni Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Senin 18 Maret 2024.

Ketiga LSM atau Lembaga Swadaya Masyarakat ini prihatin atas sejumlah kejanggalan dan kecurangan yang terjadi di Pilpres 2024. Kejanggalan itu adalah, banyaknya ASN, aparat TNI/Polri, dan perangkat desa yang diturunkan untuk memenangkan suara salah satu paslon. Selain itu, penyaluran bansos di tengah berlangsungnya Pemilu 2024.

"Ini upaya menghalalkan segala cara melalui politik bansos yang dibiayai APBN menjelang Pemilu, mobilisasi aparatur TNI, Polri, dan ASN untuk memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran," kata Sekretaris Jenderal Aman, Rukka Sombolinggi dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Aman, kawasan Jakarta Selatan.



Rukka pun menyoroti banyak undang-undang (UU) digunakan untuk melanggengkan kekuasaan oligarki. UU tersebut antara lain revisi UU KPK, UU ASN, UU Cipta Kerja, UU IKN, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai pengangkatan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo. UU dan Putusan tersebut dinilai dapat merugikan masyarakat, terutama masyarakat adat saat seusai Pemilu 2024.

Sementara di sisi lain, Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika melihat soal kasus politik uang. Menurutnya akan sulit untuk membuat agenda lingkungan yang berkelanjutan jika praktik tersebut masih dilakukan.

"Dengan politik uang, tidak adanya harapan bagi agenda lingkungan yang berkelanjutan di pedesaan," ucap Dewi.

Selain itu, Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi mengkritik keberlanjutan program Food Estate. Ia menilai, ketidaksesuaian wacana dengan hasil yang didapat merupakan sebuah kegagalan.

"Food estate perlu tujuh tahun untuk dapat berhasil. Tapi bahan pangan tidak perlu satu tahun untuk panen. Ada yang salah dengan ini," tegasnya.

Dia mengatakan, kegagalan pemerintah memahami hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ekologis. Agar isu tersebut dapat terselesaikan, DPR perlu menguatkan fungsi pengawasannya terutama kepada lembaga eksekutif dan yudikatif.

Zenzi juga menyoroti, pada tahap akhir masa jabatan kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini, Indonesia memasuki era yang dipenuhi dengan tantangan yang semakin berlapis. Dimulai dari konflik agraria, memulihkan lingkungan, mengatasi krisis iklim, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, masyarakat adat, petani, nelayan, perempuan serta penguatan demokrasi telah mengalami kemunduran, akibat berbagai politik kebijakan yang anti agenda kerakyatan.

"Seperti, UU Cipta Kerja, revisi UU Mineral dan Batubara, UU Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Ibu Kota Negara, UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang justru mengancam keberlangsungan hidup bangsa terus menerus dikeluarkan dengan cepat," jelasnya.

Sebaliknya, aturan dan kebijakan yang fundamental bagi perlindungan masyarakat dan telah lama didesakkan seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Pertanahan yang sesuai dengan semangat Reforma Agraria, RUU Keadilan Iklim, dan Revisi Perpres Reforma Agraria, semua jalan di tempat.

Jika Situasi ini dibiarkan berlanjut, kata Zenzi akan semakin parah pada masa pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 2024. "Sebab penuh dengan kecurangan dan sarat dengan agenda-agenda politik untuk melanggengkan dinasti politik Presiden Jokowi," tutupnya.

Berikut pernyataan politik Aman-KPA-Walhi:

1. Prihatin dengan hasil Pemilu yang dilahirkan dari proses kecurangan sistematis.

2. Mendesak DPR agar segera menjalankan fungsi konstitusionalnya untuk mengusut berbagai dugaan tindak kecurangan Pemilu 2024.

3. Mendorong dan mendukung adanya oposisi yang kuat dan substansial di parlemen untuk melakukan fungsi check and balance terhadap pemerintah.

4. Menegaskan Presiden Jokowi telah gagal menjalankan mandat konstitusi untuk menjalankan reforma agraria, mewujudkan keadilan ekologis, pemenuhan dan perlindungan hak masyarakat adat, petani, nelayan, Perempuan, buruh, dan kelompok masyarakat lainnya.

5. Menolak hasil revisi UU ASN yang akan menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI Dengan memperbolehkan TNI-Polri menduduki jabatan di lembaga publik.

6. Menyerukan kepada seluruh gerakan sosial untuk terus kritis dan melawan berbagai bentuk ketidakadilan, dan kebijakan yang merampas hak rakyat Indonesia, dan bertentangan dengan UUD 1945.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2885 seconds (0.1#10.140)