Diajukan Sejak 2009, AMAN Desak DPR dan Presiden Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan komunitas Masyarakat Adat mendesak Presiden dan DPR segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat. Pasalnya, pengajuan RUU Masyarakat Adat sudah dilakukan sejak 15 tahun atau sejak 2009.
Namun RUU ini tak kunjung ditetapkan menjadi UU. Atas hal tersebut, AMAN dan komunitas Masyarakat Adat menggugat Presiden dan DPR RI untuk membentuk UU Masyarakat Adat.
"Gugatan ini dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan tersebut bertujuan agar DPR dan Presiden RI melaksanakan kewajibannya memberikan pengakuan dan perlindungan nyata terhadap Masyarakat Adat," kata Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, Sabtu (16/3/2024).
"Apa artinya situasi yang terjadi saat ini? Kami (masyarakat adat) terusir dan tersingkir dari tanah leluhur yang diwariskan ratusan bahkan ribuan tahun lalu, jauh sebelum negara ini terbentuk. Fakta tersebut tidak dipandang serius oleh negara, malah diperumit dengan persyaratan yang pada faktanya berimbas minimnya perlindungan dan pengakuan terhadap kami," tambah Rukka.
Sebagaimana diketahui, proses gugatan Masyarakat Adat kepada DPR dan Presiden untuk segera membentuk UU Masyarakat Adat telah memasuki tahap pembuktian. Dalam proses pembuktian, turut dihadirkan bukti surat, saksi fakta dan juga keterangan ahli dari semua pihak untuk didengar oleh Majelis Hakim.
Sebagai pihak penggugat selain AMAN, permohonan gugatan berasal dari komunitas Masyarakat Adat Ngkiong di Kabupaten Manggarai. Sedangkan saksi fakta berasal dari Masyarakat Adat Dayak Iban, Semunying Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, perwakilan Komunitas Dayak Tomun, Laman Kinipan Lamandau Kalimantan Tengah, Perwakilan Masyarakat Adat Rendubutowe, Nagekeo NTT, perwakilan Masyarakat Adat dari Manggarai NTT, dan pendamping komunitas Masyarakat Adat O Hongana Manyawa Tobelo Dalam dari Maluku Utara.
"Apa yang kami alami, lihat, dengar dan ketahui sebagai saksi penting untuk didengar di muka persidangan serta publik agar semua pihak mengetahui dan memahami bahwa konteks Masyarakat Adat bukanlah perihal sederhana. Mengakui atau menghormati Masyarakat Adat bukan saja sekadar menghargai tarian, makanan, motif pakaian. Tidak juga dengan menggunakan pakaian-pakaian adat dalam upacara kenegaraan semata," ujarnya.
"Lebih dari itu, yang kami tuntut dan seharusnya dilakuan negara adalah termasuk di antaranya hak atas wilayah adat, dan hak untuk mengatur diri kami sendiri. Pengakuan dan perlindungan ini tidak saja untuk keberlangsungan hidup kami sebagai Masyarakat Adat, tetapi juga menyangkut masa depan Indonesia yang beragam," tambahnya.
Namun RUU ini tak kunjung ditetapkan menjadi UU. Atas hal tersebut, AMAN dan komunitas Masyarakat Adat menggugat Presiden dan DPR RI untuk membentuk UU Masyarakat Adat.
"Gugatan ini dilakukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Gugatan tersebut bertujuan agar DPR dan Presiden RI melaksanakan kewajibannya memberikan pengakuan dan perlindungan nyata terhadap Masyarakat Adat," kata Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, Sabtu (16/3/2024).
Baca Juga
"Apa artinya situasi yang terjadi saat ini? Kami (masyarakat adat) terusir dan tersingkir dari tanah leluhur yang diwariskan ratusan bahkan ribuan tahun lalu, jauh sebelum negara ini terbentuk. Fakta tersebut tidak dipandang serius oleh negara, malah diperumit dengan persyaratan yang pada faktanya berimbas minimnya perlindungan dan pengakuan terhadap kami," tambah Rukka.
Sebagaimana diketahui, proses gugatan Masyarakat Adat kepada DPR dan Presiden untuk segera membentuk UU Masyarakat Adat telah memasuki tahap pembuktian. Dalam proses pembuktian, turut dihadirkan bukti surat, saksi fakta dan juga keterangan ahli dari semua pihak untuk didengar oleh Majelis Hakim.
Sebagai pihak penggugat selain AMAN, permohonan gugatan berasal dari komunitas Masyarakat Adat Ngkiong di Kabupaten Manggarai. Sedangkan saksi fakta berasal dari Masyarakat Adat Dayak Iban, Semunying Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, perwakilan Komunitas Dayak Tomun, Laman Kinipan Lamandau Kalimantan Tengah, Perwakilan Masyarakat Adat Rendubutowe, Nagekeo NTT, perwakilan Masyarakat Adat dari Manggarai NTT, dan pendamping komunitas Masyarakat Adat O Hongana Manyawa Tobelo Dalam dari Maluku Utara.
"Apa yang kami alami, lihat, dengar dan ketahui sebagai saksi penting untuk didengar di muka persidangan serta publik agar semua pihak mengetahui dan memahami bahwa konteks Masyarakat Adat bukanlah perihal sederhana. Mengakui atau menghormati Masyarakat Adat bukan saja sekadar menghargai tarian, makanan, motif pakaian. Tidak juga dengan menggunakan pakaian-pakaian adat dalam upacara kenegaraan semata," ujarnya.
"Lebih dari itu, yang kami tuntut dan seharusnya dilakuan negara adalah termasuk di antaranya hak atas wilayah adat, dan hak untuk mengatur diri kami sendiri. Pengakuan dan perlindungan ini tidak saja untuk keberlangsungan hidup kami sebagai Masyarakat Adat, tetapi juga menyangkut masa depan Indonesia yang beragam," tambahnya.