Ramadan-Integritas-Ekonomi
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
SAMBUTANpenuh sukacita menyambut Bulan Ramadan telah mengalun dalam hati umat muslim di seluruh dunia. Ramadan juga disebut bulan pendidikan jiwa (tazkiatun nafs), karena Ramadan tidak hanya mendidik badan (fisik) tetapi juga sama pentingnya pendidikan jiwa kita.
Pendidikan yang terus memperbaiki sifat-sifat mulia seperti kesabaran, kemurahan hati, dan keikhlasan. Tatkala seseorang menahan diri dari keinginan duniawi yang berlebihan dan fokus pada ibadah kepada sang pencipta, maka akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang arti kehidupan dan tujuan hakiki manusia di dunia ini.
Oleh karenanya, makna puasa di Bulan Ramadan tak hanya tentang menahan diri dari makanan dan minuman semata, namun juga tentang menahan diri dari perilaku buruk, mengendalikan hawa nafsu, dan memperdalam hubungan dengan Sang Pencipta.
Berdasarkan hadist Rasulullah sepertiga awal Ramadan adalah rahmat, sepertiga kedua Ramadan adalah maghfirah, dan sepertiga akhir Ramadan adalah itquminannar. Artinya, awal bulan Ramadan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka. Sehingga, amalan yang paling baik di bulan Ramadan adalah memperbanyak permohonan ampunan, bertaubat, memperbanyak ibadah ibadah sunah, serta memperbanyak ibadah sosial.
Hakikatnya, manusia terlahir dalam keadaan fitrah/suci, maka idealnya manusia terus berupaya untuk memeliharanya melalui sarana ibadah di bulan suci Ramadan. Sarana ibadah di Bulan Ramadan sepatutnya mampu mengantarkan manusia untuk menyucikan jiwa agar kembali kepada hakikat diri manusia yang fitri.
Berpuasa sepanjang hari mengajarkan umat muslim untuk bertahan dalam situasi yang sulit dan mengatasi tantangan dengan keberanian. Karakteristik tersebut sangat berharga dalam dunia bisnis dan ekonomi, di mana ketekunan dan kesabaran adalah kunci keberhasilan jangka panjang.
Ramadan juga mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan integritas. Prinsip-prinsip ini penting dalam menciptakan lingkungan bisnis yang transparan dan beretika. Tatkala individu dan organisasi berpegang teguh pada kejujuran dalam setiap aspek kehidupan mereka, termasuk dalam transaksi bisnis, maka akan tercipta kepercayaan yang lebih besar dalam masyarakat dan memperkuat fondasi ekonomi yang stabil.
Pasalnya di Indonesia, tingkat perilaku korupsi masyarakat Indonesia masih terpantau belum mengalami perbaikan hingga tahun 2023. Laporan Transparency International (TI) menunjukkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 poin pada 2023, di mana angka tersebut stagnan dari perolehan 2022.
Ironisnya, pada peringkat dunia pun Indeks Persepsi Korupsi Indonesia mengalami penurunan. Indonesia
sempat duduk di peringkat 110 pada 2022 dan menglami penurunan ke posisi 115 pada 2023. Posisi tersebut sejajar dengan Ekuador, Malawi, Filipina, Sri Lanka, dan Turki.
Salah satu tantangan utama dalam menangani perilaku korupsi adalah adanya budaya yang menerima korupsi sebagai hal yang umum atau bahkan tidak terhindarkan di berbagai lapisan masyarakat. Praktik suap, nepotisme, dan penyalahgunaan wewenang seringkali dianggap sebagai cara yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini menciptakan lingkungan di mana norma-norma moral dan etika telah terkikis, dan perilaku koruptif dianggap sebagai sesuatu yang dapat diterima.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) menunjukkan skor sebesar 3,92 poin pada 2023. Angka IPAK Indonesia pada 2023 tersebut turun 0,01 poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,93 dengan skala 0-5. Selain itu, skor IPAK pada 2023 lebih rendah 0,17 poin dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Semakin rendah skornya, maka kian permisif sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi korupsi di Indonesia, meski kenyataannya masih menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi persoalan serius yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perilaku korupsi yang merajalela masih terjadi di berbagai tingkatan pemerintahan, sektor bisnis, dan masyarakat umum.
Ramadan juga mengajarkan kesabaran dan ketahanan dalam menghadapi cobaan dan godaan. Sikap tersebut menjadi kunci untuk mengatasi tantangan dan rintangan yang mungkin muncul dalam mencapai tujuan. Tatkala individu mampu mengendalikan impuls dan menjaga fokus pada tujuannya, maka akan menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan tugas dan mencapai hasil yang diinginkan.
Sejarah mencatat kehidupan ulama bahwa Bulan Ramadan telah mendorong mereka mampu menyelesaikan karya-karya monumental pada Bulan Ramadan. Bahkan, hasil yang didapatkan di Bulan Ramadan sangat luar biasa bila dibandingkan dengan hasil-hasil karya modern belakangan ini.
Beberapa karya ulama yang dibuat di Bulan Ramadan adalah Mir’at At-Thulab karya Abdulrauf Al Fansuri, Kitab Qatr An-Nida’ karya Abu Abdullah Jamaluddin Muhammad bin Yusuf bin Hisyam Al-Anshari yang disalin pada bulan Ramadan oleh Leube Adam Amud.
Artinya, tradisi puasa yang disyariatkan bagi umat Islam adalah spirit yang kuat dalam meningkatkan etos kerja. Oleh sebab itu, Ramadan merupakan waktu yang tepat untuk membentuk pribadi yang profesional dan disiplin dalam berbagai bidang.
Selama Ramadan, umat muslim berpuasa dari fajar hingga senja, menahan diri dari makanan, minuman, serta perbuatan buruk lainnya. Perilaku disiplin tersebut merupakan landasan bagi peningkatan produktivitas, karena membutuhkan kontrol diri yang kuat dan kemampuan untuk mengatur waktu secara efisien.
Melalui pengelolaan waktu dan energi dengan baik, maka individu dapat memaksimalkan produktivitas dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, baik di tempat kerja maupun dalam kegiatan ibadah.
Tak hanya itu, dalam konteks ekonomi perdagangan, Bulan Ramadan selain sebagai momen spiritual yang penuh berkah bagi umat muslim, juga menawarkan potensi besar untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas diri dalam dinamika ekonomi masyarakat.
Salah satu fenomena yang terjadi selama Ramadan adalah peningkatan transaksi ekonomi yang signifikan, mencakup peningkatan penjualan di sektor ritel, kenaikan aktivitas bisnis, dan pertumbuhan ekonomi yang meriah. Dalam suasana yang penuh berkah ini, individu memiliki kesempatan untuk memanfaatkan momen tersebut sebagai pendorong bagi perkembangan dan peningkatan kualitas hidup.
Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia dengan jumlah 240,62 juta orang. Tak heran jika bulan Ramadan menjadi momen yang dinantikan oleh mayoritas masyarakat, mulai dari aspek spiritualitas hingga kesiapan fisik. Hasil survei The Trade Desk (2024) menunjukkan bahwa 67% masyarakat Indonesia berencana untuk mengalokasikan setidaknya seperempat dari THR yang didapat untuk merayakan Ramadan 2024.
Selain itu, 48% konsumen melaporkan peningkatan belanja yang didorong oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi yang membaik. Data internal SIRCLO juga mencatat bahwa sepanjang bulan Ramadan tahun 2021 hingga 2023, terdapat pertumbuhan rata-rata angka transaksi belanja online sebesar 62,5% dan jumlah konsumen yang berbelanja online meningkat 36,5%.
Peningkatan transaksi ekonomi selama Ramadan tersebut mampu mendorong peluang bagi umat muslim untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas diri. Bisnis-bisnis, baik besar maupun kecil, dapat memanfaatkan momen tersebut untuk berlomba-lomba dalam menawarkan produk dan layanan yang lebih baik kepada masyarakat. Meski demikian, inovasi dan kreativitas tetap menjadi kunci sukses dalam menarik perhatian konsumen yang lebih banyak selama bulan suci Ramadan.
Tidak hanya bagi umat muslim secara individu, namun Ramadan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat secara keseluruhan untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama dalam mencapai tujuan ekonomi bersama.
Ramadan juga merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan sosial dan empati. Melalui kegiatan-kegiatan seperti memberikan sedekah, berbagi makanan kepada yang membutuhkan, dan membantu sesama, individu dapat memperluas lingkaran empati dan memperkuat hubungan sosial mereka.
Kolaborasi dan kerjasama yang didasarkan pada rasa saling menghargai dan kepedulian mutlak dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas dalam mencapai tujuan bersama.
Ramadan bukan hanya tentang menahan diri dari keinginan duniawi, tetapi juga tentang membentuk karakter yang kuat dan meningkatkan produktivitas serta daya saing diri. Artinya, bulan suci Ramadan merupakan momen untuk meraih kesuksesan dan kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan.
Oleh sebab itu, umat muslim sepatutnya mampu memanfaatkan momentum spiritual tersebut dengan bijaksana untuk mencapai potensi terbaik dalam dirinya dan menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan hidup. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
SAMBUTANpenuh sukacita menyambut Bulan Ramadan telah mengalun dalam hati umat muslim di seluruh dunia. Ramadan juga disebut bulan pendidikan jiwa (tazkiatun nafs), karena Ramadan tidak hanya mendidik badan (fisik) tetapi juga sama pentingnya pendidikan jiwa kita.
Pendidikan yang terus memperbaiki sifat-sifat mulia seperti kesabaran, kemurahan hati, dan keikhlasan. Tatkala seseorang menahan diri dari keinginan duniawi yang berlebihan dan fokus pada ibadah kepada sang pencipta, maka akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang arti kehidupan dan tujuan hakiki manusia di dunia ini.
Oleh karenanya, makna puasa di Bulan Ramadan tak hanya tentang menahan diri dari makanan dan minuman semata, namun juga tentang menahan diri dari perilaku buruk, mengendalikan hawa nafsu, dan memperdalam hubungan dengan Sang Pencipta.
Berdasarkan hadist Rasulullah sepertiga awal Ramadan adalah rahmat, sepertiga kedua Ramadan adalah maghfirah, dan sepertiga akhir Ramadan adalah itquminannar. Artinya, awal bulan Ramadan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka. Sehingga, amalan yang paling baik di bulan Ramadan adalah memperbanyak permohonan ampunan, bertaubat, memperbanyak ibadah ibadah sunah, serta memperbanyak ibadah sosial.
Hakikatnya, manusia terlahir dalam keadaan fitrah/suci, maka idealnya manusia terus berupaya untuk memeliharanya melalui sarana ibadah di bulan suci Ramadan. Sarana ibadah di Bulan Ramadan sepatutnya mampu mengantarkan manusia untuk menyucikan jiwa agar kembali kepada hakikat diri manusia yang fitri.
Ramadan dalam Membangun Integritas
Implikasi nilai-nilai Ramadan membuka peluang yang luas untuk membangun karakter manusia yang kuat dan produktif, yang pada gilirannya dapat mengarah pada peningkatan ekonomi masyarakat. Salah satu nilai utama dalam Ramadan adalah ketekunan dan kesabaran.Berpuasa sepanjang hari mengajarkan umat muslim untuk bertahan dalam situasi yang sulit dan mengatasi tantangan dengan keberanian. Karakteristik tersebut sangat berharga dalam dunia bisnis dan ekonomi, di mana ketekunan dan kesabaran adalah kunci keberhasilan jangka panjang.
Ramadan juga mengajarkan nilai-nilai kejujuran dan integritas. Prinsip-prinsip ini penting dalam menciptakan lingkungan bisnis yang transparan dan beretika. Tatkala individu dan organisasi berpegang teguh pada kejujuran dalam setiap aspek kehidupan mereka, termasuk dalam transaksi bisnis, maka akan tercipta kepercayaan yang lebih besar dalam masyarakat dan memperkuat fondasi ekonomi yang stabil.
Pasalnya di Indonesia, tingkat perilaku korupsi masyarakat Indonesia masih terpantau belum mengalami perbaikan hingga tahun 2023. Laporan Transparency International (TI) menunjukkan bahwa skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tercatat sebesar 34 poin dari skala 0-100 poin pada 2023, di mana angka tersebut stagnan dari perolehan 2022.
Ironisnya, pada peringkat dunia pun Indeks Persepsi Korupsi Indonesia mengalami penurunan. Indonesia
sempat duduk di peringkat 110 pada 2022 dan menglami penurunan ke posisi 115 pada 2023. Posisi tersebut sejajar dengan Ekuador, Malawi, Filipina, Sri Lanka, dan Turki.
Salah satu tantangan utama dalam menangani perilaku korupsi adalah adanya budaya yang menerima korupsi sebagai hal yang umum atau bahkan tidak terhindarkan di berbagai lapisan masyarakat. Praktik suap, nepotisme, dan penyalahgunaan wewenang seringkali dianggap sebagai cara yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini menciptakan lingkungan di mana norma-norma moral dan etika telah terkikis, dan perilaku koruptif dianggap sebagai sesuatu yang dapat diterima.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) menunjukkan skor sebesar 3,92 poin pada 2023. Angka IPAK Indonesia pada 2023 tersebut turun 0,01 poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,93 dengan skala 0-5. Selain itu, skor IPAK pada 2023 lebih rendah 0,17 poin dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Semakin rendah skornya, maka kian permisif sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memerangi korupsi di Indonesia, meski kenyataannya masih menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi persoalan serius yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perilaku korupsi yang merajalela masih terjadi di berbagai tingkatan pemerintahan, sektor bisnis, dan masyarakat umum.
Mendorong Produktivitas dengan Nilai-Nilai Ramadan
Di tengah tantangan global dan persaingan yang semakin ketat, integrasi nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas masyarakat secara keseluruhan. Dalam suasana spiritual yang dipenuhi dengan pengorbanan dan refleksi, individu dipacu untuk mencapai potensi terbaik dalam dirinya.Ramadan juga mengajarkan kesabaran dan ketahanan dalam menghadapi cobaan dan godaan. Sikap tersebut menjadi kunci untuk mengatasi tantangan dan rintangan yang mungkin muncul dalam mencapai tujuan. Tatkala individu mampu mengendalikan impuls dan menjaga fokus pada tujuannya, maka akan menjadi lebih efektif dalam menyelesaikan tugas dan mencapai hasil yang diinginkan.
Sejarah mencatat kehidupan ulama bahwa Bulan Ramadan telah mendorong mereka mampu menyelesaikan karya-karya monumental pada Bulan Ramadan. Bahkan, hasil yang didapatkan di Bulan Ramadan sangat luar biasa bila dibandingkan dengan hasil-hasil karya modern belakangan ini.
Beberapa karya ulama yang dibuat di Bulan Ramadan adalah Mir’at At-Thulab karya Abdulrauf Al Fansuri, Kitab Qatr An-Nida’ karya Abu Abdullah Jamaluddin Muhammad bin Yusuf bin Hisyam Al-Anshari yang disalin pada bulan Ramadan oleh Leube Adam Amud.
Artinya, tradisi puasa yang disyariatkan bagi umat Islam adalah spirit yang kuat dalam meningkatkan etos kerja. Oleh sebab itu, Ramadan merupakan waktu yang tepat untuk membentuk pribadi yang profesional dan disiplin dalam berbagai bidang.
Selama Ramadan, umat muslim berpuasa dari fajar hingga senja, menahan diri dari makanan, minuman, serta perbuatan buruk lainnya. Perilaku disiplin tersebut merupakan landasan bagi peningkatan produktivitas, karena membutuhkan kontrol diri yang kuat dan kemampuan untuk mengatur waktu secara efisien.
Melalui pengelolaan waktu dan energi dengan baik, maka individu dapat memaksimalkan produktivitas dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, baik di tempat kerja maupun dalam kegiatan ibadah.
Tak hanya itu, dalam konteks ekonomi perdagangan, Bulan Ramadan selain sebagai momen spiritual yang penuh berkah bagi umat muslim, juga menawarkan potensi besar untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas diri dalam dinamika ekonomi masyarakat.
Salah satu fenomena yang terjadi selama Ramadan adalah peningkatan transaksi ekonomi yang signifikan, mencakup peningkatan penjualan di sektor ritel, kenaikan aktivitas bisnis, dan pertumbuhan ekonomi yang meriah. Dalam suasana yang penuh berkah ini, individu memiliki kesempatan untuk memanfaatkan momen tersebut sebagai pendorong bagi perkembangan dan peningkatan kualitas hidup.
Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia dengan jumlah 240,62 juta orang. Tak heran jika bulan Ramadan menjadi momen yang dinantikan oleh mayoritas masyarakat, mulai dari aspek spiritualitas hingga kesiapan fisik. Hasil survei The Trade Desk (2024) menunjukkan bahwa 67% masyarakat Indonesia berencana untuk mengalokasikan setidaknya seperempat dari THR yang didapat untuk merayakan Ramadan 2024.
Selain itu, 48% konsumen melaporkan peningkatan belanja yang didorong oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi yang membaik. Data internal SIRCLO juga mencatat bahwa sepanjang bulan Ramadan tahun 2021 hingga 2023, terdapat pertumbuhan rata-rata angka transaksi belanja online sebesar 62,5% dan jumlah konsumen yang berbelanja online meningkat 36,5%.
Peningkatan transaksi ekonomi selama Ramadan tersebut mampu mendorong peluang bagi umat muslim untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas diri. Bisnis-bisnis, baik besar maupun kecil, dapat memanfaatkan momen tersebut untuk berlomba-lomba dalam menawarkan produk dan layanan yang lebih baik kepada masyarakat. Meski demikian, inovasi dan kreativitas tetap menjadi kunci sukses dalam menarik perhatian konsumen yang lebih banyak selama bulan suci Ramadan.
Tidak hanya bagi umat muslim secara individu, namun Ramadan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat secara keseluruhan untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama dalam mencapai tujuan ekonomi bersama.
Ramadan juga merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan sosial dan empati. Melalui kegiatan-kegiatan seperti memberikan sedekah, berbagi makanan kepada yang membutuhkan, dan membantu sesama, individu dapat memperluas lingkaran empati dan memperkuat hubungan sosial mereka.
Kolaborasi dan kerjasama yang didasarkan pada rasa saling menghargai dan kepedulian mutlak dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas dalam mencapai tujuan bersama.
Ramadan bukan hanya tentang menahan diri dari keinginan duniawi, tetapi juga tentang membentuk karakter yang kuat dan meningkatkan produktivitas serta daya saing diri. Artinya, bulan suci Ramadan merupakan momen untuk meraih kesuksesan dan kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan.
Oleh sebab itu, umat muslim sepatutnya mampu memanfaatkan momentum spiritual tersebut dengan bijaksana untuk mencapai potensi terbaik dalam dirinya dan menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan hidup. Semoga.
(jon)