Pemilu 2024 dan Tiktok: Komputasional Propaganda dan Hegemoni

Sabtu, 09 Maret 2024 - 19:14 WIB
loading...
A A A
Begitu juga dengan analisis Drone Emprit, pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meraih interaksi tertinggi di TikTok, yakni sebanyak 376 juta interaksi sepanjang 16-22 Januari 2024. Konten Prabowo-Gibran mendapatkan interaksi yang tinggi, paling besar bukan dari akun dengan follower jutaan. Bahkan dari top 10 akun, sebagian besar followernya di bawah 100K.

Hal ini mengindikasikan adanya komputasional propaganda yang menggunakan algoritma, otomatisasi, dan kurasi manusia yang secara sengaja dikelola untuk mendistribusikan informasi melalui jaringan media sosial. Samuel C Woolley dan Philip N Howard menyebut komputasional propaganda ini identik dengan penggunaan automated software products termasuk penggunaan akun bots yang dibantu dengan machine learning yang belajar dan meniru layaknya pengguna media sosial sesungguhnya. Kata kunci dari komputasional propaganda ialah otomatisasi, skalabilitas, dan anonimitas.

Akun bots inilah yang kini menjadi automated social actors di era digital culture. Bersama influncer dan buzzer, akun bots ini dikordinir untuk menyebarkan pesan-pesan politik tertentu dalam jumlah besar dan cepat yang seakan-akan berperan sebagai "suara akar rumput" untuk mendukung agenda-agenda politik tertentu dan meredam suara-suara kritis yang berbeda.

Di sinilah komputasional propaganda berperan memanipulasi opini publik untuk menghasilkan fabrikasi persetujuan (manufacturing consent) dengan memanfaatkan emosi dan prasangka serta mengabaikan pemikiran rasional.

Selain secara teknis, secara sosial komputasional propaganda juga menghasilkan hegemoni. Dengan bots politik yang kemudian dibantu oleh influencer dan buzzer, komputasional propaganda mendominasi perbincangan dan mengendalikan sudut pandang masyarakat tentang politik, yang pada akhirnya ia menguasai kesadaran masyarakat serta keputusan politik warga sesuai keinginan sang propagandis.

Bahkan dengan otomatisasi dan pesan propaganda dipersonalisasi untuk mengelabuhi pengguna, maka distribusi konten propaganda komputasi dalam jumlah besar dan cepat merangsek ke dalam jaringan luas orang-orang terdekat layaknya keluarga dan teman, lingkaran orang-orang yang dipercaya dan disayangi. Sehingga secara tak sadar alur berpikir seseorang telah dikendalikan dan akhirnya berpengaruh besar pada proses pengambilan keputusan politik.

Kehadiran komputasional propaganda ini kemudian memicu perdebatan perihal "partisipasi" publik terkait hal politik dalam media sosial. Hegemoni yang dihasilkan oleh komputasional propaganda dengan kekuatan otomatisasi, skalabilitas, dan anonimitas, memicu problematika terkait partisipasi warga.

Media sosial yang menawarkan akses luar biasa terhadap data, pengetahuan, jaringan sosial, dan peluang keterlibatan kolektif justru menciptakan apa yang disebut Eggo Muller sebagai "ruang partisipasi yang terformat" (formatted spaces of participation) yakni partisipasi yang berisifat semu (tokenisme) akibat pengondisian yang dilakukan oleh mesin komputasional propaganda yang mengendalikan kesadaran pengguna.

Apalagi konten-konten politik yang bertebaran Tiktok kerapkali dirancang dengan prinsip ludo-politics yang menampilkan politik yang menyenangkan dan menggemaskan layaknya citra gemoy yang ditampilkan melalui AI, peniruan karakteristik kartun seperti Naruto, berjoget hingga mengeksploitasi emosi dengan skema menangis berjamaah semakin jauh dari rasionalitas komunikatif sebagai syarat pembangunan ruang publik yang rasional dan demokrasi yang substansial.

Alih-alih meningkatkan partisipasi politik Gen-z dan milenial, ludo-politics konten Tiktok justru menghasilkan gejala psikologis dan digital culture yang disebut FOMO (Fearing Of Missing Out) yaitu perilaku yang takut atau tak mau ketinggalan dengan sesuatu yang sedang viral di media sosial. Artinya, pesan politik yang dangkal, keliru bahkan menyesatkan apabila dikemas dengan prinsip ludo-politics maka akan tersebar luas dan dikonsumsi banyak orang.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1511 seconds (0.1#10.140)