Demokrasi, Pemilu, dan Bawaslu yang Bermartabat

Selasa, 05 Maret 2024 - 19:02 WIB
loading...
A A A
Bawaslu dalam hal ini mempunyai peran signifikan dalam hal ini. Terlebih dalam perjalanan penyelenggaraan Pemilu 2024 dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu semakin menguat, karena aktor-aktor politik menggunakan berbagai instrumen non demokrasi dalam permainan politik mereka, mengisolasi institusi-institusi demokrasi lainnya dalam ruang bekerja yang hampa.

Refleksi terhadap Penyelenggaraan Pemilu 2024

Jauh hari sebelum pelaksanaan Pemilu tahun 2024 yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 telah ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:

a. Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengguncang dunia politik Indonesia terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yang semula minimal 40 tahun, berubah menjadi dapat di bawah 40 tahun, asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Hal ini membuat peluang bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang juga merupakan anak Presiden Joko Widodo untuk berkompetisi di Pilpres 2024 yang kemudian menjadi pasangan Capres Prabowo Subianto.

b. Pencalonan caleg koruptor. Dimana mantan narapidana kasus korupsi yang telah menjalani hukuman, kini diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota legislatif DPR, DPD, maupun DPRD pada Pemilu 2024. Hal ini merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Pemilihan Umum yang tidak disebutkan secara khusus larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar.

c. Permasalahan netralitas aparatur negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta pemilu tertentu. Sebagai contoh: sebanyak 12 kepala desa di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur menyatakan dukungan kepada salah satu peserta pemilu (Keterangan Pers Komnas HAM tanggal 21 Februari 2024);

d. Persoalan klasik terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) baik tidak terdaftar maupun belum memperhatikan hak kelompok marjinal-rentan (Keterangan Pers Komnas HAM tanggal 21 Februari 2024);

e. Politisasi bansos dinilai kian masif jelang Pilpres 2024;

f. Pemilihan dan pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah masih belum transparan, akuntabel, dan partisipatif (menurut KPPOD tanggal 18 Agustus 2023). Hal ini disinyalir dapat berpengaruh terhadap netralitas Pj yang diangkat.

Selanjutnya setelah Pemilu dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024, KPU memanfaatkan Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik. Fungsinya membantu sistem rekapitulasi KPU, perhitungan, hasil perhitungan suara dari berjenjang (kabupaten/kota, provinsi) sampai ke pusat dengan cara memasukkan data ke sistem komputer. Sirekap juga digunakan sebagai alat bantu dalam rangka mendokumentasikan hasil perolehan suara sementara di TPS dan untuk menyampaikan hasil perhitungan suara sementara secara cepat kepada publik.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0703 seconds (0.1#10.140)