Bareskrim Polri Kembali Tolak Laporan Dugaan Manipulasi Suara Aplikasi Sirekap KPU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri kembali menolak laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara dugaan pelanggaran dan kecurangan terkait tahapan proses dan hasil Pemilu 2024 pada aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) . Bareskrim beralasan bukan menjadi kewenangannya tetapi merupakan wewenang Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Bareskrim hanya menerima laporan secara tertulis disampaikan kepada Kabareskrim diterima bagian Dumas. Padahal laporan polisi yang hendak disampaikan itu berisi dugaan terjadi kejahatan politik kelas tinggi menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional yang lahir dari pemilu yang harus jujur dan adil.
“Terdapat perbedaan pendapat yang tajam kita dengan pihak Bareskrim polri karena menurut mereka apa yang mau disampaikan itu masuk menjadi wewenang dari Gakkumdu atau Bawaslu. Padahal informasi yang mau disampaikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara adalah dugaan tindak pidana yang menyangkut pelanggaran hukum, menyangkut kejahatan politik tingkat tinggi, menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional yang harus berproses dari prosedur yang jujur, benar dan adil,” ujar Koordinator TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus di Jakarta, Senin (4/3/2024).
Apalagi ini berupa dugaan manipulasi suara hasil Pemilu/Pilpres 2024, karena penggunaan aplikasi Sirekap. Aplikasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut merupakan produk ITB yang dinilai bermasalah bahkan diduga dirancang dengan kemampuan untuk menambah, mengurangi dan/atau mengendalikan suara yang masuk secara ilegal dan menguntungkan capres-cawapres tertentu.
Indikasinya antara lain pada saat proses penghitungan suara sejak 14 Februari 2024 sampai sekarang stagnan pada posisi angka perolehan suara paslon capres tetap sama, tidak bertambah atau berkurang secara signifikan kepada tiga paslon capres, sehingga menuai pro-kontra di sebagian masyarakat.
Advokat-advokat TPDI dan Perekat Nusantara dalam laporannya yang akan disampaikan ke Bareskrim Cq. Dittipidsiber Bareskrim Polri pada Senin (4/3/2024) itu kembali akan meminta kepada Bareskrim Polri agar memanggil 11 nama untuk diminta keteranganya terkait sejumlah kejanggalan Sirekap.
Keterlibatan pihak ITB dalam proyek aplikasi Sirekap ini bermula dari adanya nota kesepahaman antara KPU dengan pihak ITB tentang Kerja Sama Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Mendukung Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, Nomor: 16/8PR.07/012021; Nomor: 034/IT1.A/KS.00/2021, tanggal 1 Oktober 2021 yang ditandatangani oleh Ilham Saputra, Ketua KPU RI dan Reini Wirahadikusumah selaku Rektor ITB.
Di dalam nota kesepahaman antara KPU dan pihak ITB itu, disepakati pula bahwa untuk korespondensi guna menjamin kelancaran pelaksanaan nota kesepahaman dimaksud. Maka baik KPU maupun ITB masing-masing menunjuk wakilnya sebagai pejabat penghubung.
Untuk itulah pihak KPU menunjuk Sekjen KPU Bernad Dermawan Sutrisno, sedangkan pihak ITB menunjuk Wakil Rektor ITB Bidang Sumber Daya Gusti Ayu Putri Saptawati.
Bareskrim hanya menerima laporan secara tertulis disampaikan kepada Kabareskrim diterima bagian Dumas. Padahal laporan polisi yang hendak disampaikan itu berisi dugaan terjadi kejahatan politik kelas tinggi menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional yang lahir dari pemilu yang harus jujur dan adil.
“Terdapat perbedaan pendapat yang tajam kita dengan pihak Bareskrim polri karena menurut mereka apa yang mau disampaikan itu masuk menjadi wewenang dari Gakkumdu atau Bawaslu. Padahal informasi yang mau disampaikan Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara adalah dugaan tindak pidana yang menyangkut pelanggaran hukum, menyangkut kejahatan politik tingkat tinggi, menyangkut kelangsungan kepemimpinan nasional yang harus berproses dari prosedur yang jujur, benar dan adil,” ujar Koordinator TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus di Jakarta, Senin (4/3/2024).
Apalagi ini berupa dugaan manipulasi suara hasil Pemilu/Pilpres 2024, karena penggunaan aplikasi Sirekap. Aplikasi milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut merupakan produk ITB yang dinilai bermasalah bahkan diduga dirancang dengan kemampuan untuk menambah, mengurangi dan/atau mengendalikan suara yang masuk secara ilegal dan menguntungkan capres-cawapres tertentu.
Indikasinya antara lain pada saat proses penghitungan suara sejak 14 Februari 2024 sampai sekarang stagnan pada posisi angka perolehan suara paslon capres tetap sama, tidak bertambah atau berkurang secara signifikan kepada tiga paslon capres, sehingga menuai pro-kontra di sebagian masyarakat.
Advokat-advokat TPDI dan Perekat Nusantara dalam laporannya yang akan disampaikan ke Bareskrim Cq. Dittipidsiber Bareskrim Polri pada Senin (4/3/2024) itu kembali akan meminta kepada Bareskrim Polri agar memanggil 11 nama untuk diminta keteranganya terkait sejumlah kejanggalan Sirekap.
Keterlibatan pihak ITB dalam proyek aplikasi Sirekap ini bermula dari adanya nota kesepahaman antara KPU dengan pihak ITB tentang Kerja Sama Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Mendukung Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024, Nomor: 16/8PR.07/012021; Nomor: 034/IT1.A/KS.00/2021, tanggal 1 Oktober 2021 yang ditandatangani oleh Ilham Saputra, Ketua KPU RI dan Reini Wirahadikusumah selaku Rektor ITB.
Di dalam nota kesepahaman antara KPU dan pihak ITB itu, disepakati pula bahwa untuk korespondensi guna menjamin kelancaran pelaksanaan nota kesepahaman dimaksud. Maka baik KPU maupun ITB masing-masing menunjuk wakilnya sebagai pejabat penghubung.
Untuk itulah pihak KPU menunjuk Sekjen KPU Bernad Dermawan Sutrisno, sedangkan pihak ITB menunjuk Wakil Rektor ITB Bidang Sumber Daya Gusti Ayu Putri Saptawati.
(kri)