Wacana Pemakzulan Jokowi, TB Hasanuddin: Dapat Diakomodir lewat Hak Angket

Kamis, 22 Februari 2024 - 22:40 WIB
loading...
Wacana Pemakzulan Jokowi,...
TB Hasanuddin merespons wacana masyarakat sipil berkaitan dengan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai berbagai dugaan kecurangan Pemilu 2024. Foto/Setneg
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin merespons wacana masyarakat sipil berkaitan dengan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai berbagai dugaan kecurangan Pemilu 2024. Ia mengaku, wacana itu dapat diakomodir lewat hak angket DPR.

Beberapa di antaranya Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat, Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3), serta sejumlah organ mahasiswa di Tanah Air.

"Proses pemakzulan presiden memang tidak sederhana, namun tetap bisa dilakukan. DPR dapat mengusulkan hak angket pemakzulan presiden," kata TB Hasanuddin dikutip dalam keterangan resminya, Kamis (22/2/2024).

Hasanuddin menjelaskan, terdapat lima partai politik yang dalam Pemilu 2024 ini merasa dicurangi yakni PDIP yang memiliki 128 kursi di DPR, PPP 19 kursi, Partai Nasdem 59 kursi, PKB 58 kursi, dan PKS 50 kursi. Menurutnya, jika ditotal capaian kursi di parlemen ini berjumlah 314 suara.



Sedangkan, imbuhnya, partai koalisi pro Jokowi di antaranya Gerindra 78 kursi, Partai Golkar 85 kursi, PAN 44 kursi dan Partai Demokrat 54 kursi, yang jumlahnya total 261 suara.

"Jumlah anggota DPR saat ini 575 orang. Bisa dikatakan dengan situasi politik saat ini, ada 314 suara di DPR yang ingin Jokowi dimakzulkan dan hanya 261 suara pro Jokowi. Bila merujuk UU 17 tahun 2014, di mana keputusan yang diambil harus lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir, maka 314 suara sudah sangat mencukupi," ujarnya.

Menurutnya, terdapat tiga alasan presiden dapat dimakzulkan atau diberhentikan yakni melakukan pelanggaran hukum atau pidana, perbuatan tercela dan tak mampu lagi menjadi presiden. Dalam hal ini, dugaan Jokowi cawe-cawe dalam Pemilu dapat dikatakan perbuatan pidana atau tercela.

"Bisa juga pelanggaran presiden terakumulasi lantaran banyak pelanggaran yang dilakukan itu, dan cawe-cawe Pemilu itu dapat dikatakan perbuatan tercela atau pidana," jelasnya.

Hasanuddin mengungkapkan, setelah diputuskan lalu hak angket panitia khusus DPR itu melakukan penyelidikan dan menemukan kesimpulannya, DPR kemudian mengeluarkan hak menyatakan pendapat yang menyebut bahwa presiden harus diberhentikan.

Pendapat ini kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diperiksa, apakah benar presiden melakukan pelanggaran atau tidak.

"Bila dalam pansus penyelidikan hak angket ini ditemukan bukti-bukti dugaan kecurangan, maka proses selanjutnya dilanjutkan oleh MK," tutupnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1592 seconds (0.1#10.140)