Yang Waras Ngalah: Kenangan dan Hikmah Sowan Abah Anom

Minggu, 18 Februari 2024 - 10:57 WIB
loading...
A A A
Yang sebenarnya menjadi pertanyaan dalam hati saya adalah kenapa Abah Anom menempatkan saya tidur bersama mereka. Saya terus merenung dan bertanya dalam hati sepanjang malam. Sampai keesokan harinya, ternyata setelah saya terus renungkan secara mendalam saya menemukan jawabannya.

Sebelumnya, di luar atau ketika saya berada di tengah-tengah masyarakat sering mendengar ungkapan Yang Waras Ngalah. Dan ketika mendengar ungkapan itu saya kurang memahami maknanya dan saya anggap itu kalimat biasa. Setelah peristiwa ini, saya baru memahami dan menyadari. Dalam kondisi tertentu atau kondisi yang tidak normal yang waras harus ngalah. Berada di situasi seperti ini memang harus hati-hati karena ada kecenderungan kalau yang normal dikumpulkan dengan yang tidak normal, meskipun jumlah yang normal lebih banyak biasanya yang kalah dan terpengaruh adalah yang normal. Memang dari awal pasti yang terbebani yang normal atau yang waras dibandingkan dengan yang tidak normal.

Ada contoh sederhana yang sedikit membenarkan tesis ini. Ketika ada seorang pengendara motor yang yang tiba-tiba ban motornya pecah lalu mendatangi seorang tambal ban. Karena ingin menguji tesis ini, pemilik motor datang membawa motornya ke tukang tambal ban dengan pura-pura sebagai orang bisu. Sebagaimana orang bisu, semua gerak geriknya dan kata-kata yang muncul dari ucapannya sangat meyakinkan dan mengisyarakan kepada tukang tambal ban bahwa dia seorang bisu. Akhirnya tukang tambal ban berbicara dan melayani dengan berusaha mengikuti dan menirukan gayanya orang bisu. Bahkan teman-teman tukang tambal ban banyak yang nimbrung ikut menggoda orang yang berpura-pura bisu itu dengan ngikuti gayanya orang bisu. Dalam hati orang yang menambalkan motornya bergumam, ternyata benar tesis saya, kalau orang normal dikumpulkan dengan yang tidak normal, yang normal kalah dan cenderung mengikuti yang tidak normal.

Kesimpulan di atas memberikan pesan khususnya bagi para pengguna jalan raya. Kita sering melihat contoh lain tulisan-tulisan yang banyak terpampang di jalan-jalan raya sebuah jargon yang berbunyi Utamakan Keselamatan dan redaksi tulisannya bukan Utamakan Kebenaran. Karena di jalan raya itu adalah termasuk kondisi yang tidak normal, kadang-kadang kita bertemu dengan pengguna jalan yang ugal-ugalan, pengemudi mabuk, SIM-nya palsu, orang yang baru bisa mengemudi dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini, kita harus mengutamakan keselamatan bukan kebenaran atau yang waras ngalah. Meskipun benar tetapi kalau bonyok gimana?

Kita kadang-kadang bingung melihat perilaku, ucapan, dan tindakan yang susah diterima akal yang waras dan sehat. Fenomena ini pada akhirnya menyisakan sebuah pertanyaan dan komentar banyak orang seperti ini, kalau yang waras ngalah yang gila yang berkuasa. Dan ada pernyataan terkadang menimpalin, kalau yang waras tidak mau ngalah maka berarti sama gilanya. Lalu yang betul yang mana?

Sudahlah nggak usah pusing-pusing, kita sama-sama berdoa saja semoga yang gila segera waras dan yang waras tidak menjadi gila. Dan mudah-mudahan tidak terjadi karena yang banyak adalah yang tidak waras, maka yang waras dianggap tidak waras (gila) atau malah berusaha ikut gila saja.
(abd)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1786 seconds (0.1#10.140)