Pemuda Harus Jadi Agen Perubahan di Era Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemajuan Bangsa Indonesia akan banyak dipengaruhi oleh peran generasi muda. Dengan teknologi digital , generasi muda diharapkan terus berkarya dan berperan aktif memperkenalkan potensi-potensi Indonesia ke seluruh dunia.
Harapan kepada generasi muda semakin besar lantaran pada 2030 Indonesia akan menikmati bonus demografi. Pada era ini komposisi penduduk Indonesia didominasi usia produktif. Generasi ini lahir di saat era ketika teknologi canggih dan internet semakin masif digunakan, yang ditandai pemanfaatan media sosial sebagai platform komunikasi dan sosialiasi.
Tantangan yang dihadapi bangsa saat ini seyogianya dijawab generasi muda dengan berperan menjadi agen perubahan. Berbekal jiwa sukarelawan dan semangat kepemimpinan yang dimilikinya, generasi muda perlu berkontribusi untuk bangsa dengan menjadi tulang punggung pembangunan dan sebagai penggerak perekonomian. (Baca: Layanan Digital Mutlak Diperlukan)
Harapan ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Asruron Ni’am Sholeh saat jadi pembicara Live Talkshow Gensindo bertema “Kontribusi Pemuda bagi Bangsa” yang disiarkan langsung melalui Youtube Sindonews kemarin. Talkshow ini juga menghadirkan dua pembicara lain, yakni Founder Good News From Indonesia, Akhyari Hananto, Founder dan CEO of Semut-Sumut, Yogi Adjie Driantama.
Ni’am mengaku sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan Akhyari Hananto dan Yogi Adjie Driantama. Kehadiran Semut-Sumut dengan layanan pendidikan dan Good News From Indonesia dengan informasi yang positif dan inspiratif adalah kontribusi nyata pemuda untuk bangsa.
“Ini sebagai bukti bahwa pemuda menjadi agen perubahan dengan jiwa sukarelawan dan kepemimpinannya. Jika hal tersebut sudah ada dalam diri pemuda maka kita optimistis masa depan akan lebih baik dan cerah,” ujar Ni’am.
Ni’am mengaku salah satu penerima manfaat dari Good News From Indonesia. Sajian berita yang berisi informasi positif dan mengandung optimism sangat diperlukan. Di tengah situasi kehidupan saat ini di mana banyak informasi yang sifatnya hoaks, maka perlu diimbangi dengan prinsip good news is good news.
Apalagi, Indonesia merupakan bangsa besar yang punya potensi sumber daya manusia (SDM) luar biasa, memiliki karakter saling menolong yang luar biasa, dan hubungan sosial dengan potensi luar biasa. Nilai-nilai positif bangsa ini diharapkan bisa disampaikan secara luas.
“Itu yang harus disampaikan di era digital sekarang ini di saat semua orang bisa menulis apapun,” papar Ni’am.
Generasi muda Indonesia sudah bersentuhan dengan perangkat digital sehingga diharapkan lebih bijak dalam penggunaannya. Generasi muda memiliki tanggung jawab untuk menjadi agen perubahan di era serbadigital ini. Dia berharap generasi muda menyadari pentingnya membangun literasi digital dan berkolaborasi untuk hal-hal yang bersifat positif. (Baca juga: Postingan Menghujat Nabi Muhammad Picu Bentrokan di India, Tiga Tewas)
“Kita buat perubahan yang lebih baik bukan kita mengikuti arus, dengan media digital kita malah membuat berita hoaks. Di sini penting tanggung jawab sosial dan individu,” ucap Ni’am.
Sementara itu, Akhyari Hananto mengatakan, masyarakat Indonesia memiliki beberapa “DNA” yang bisa membuat bangsa ini semakin dikenal dan maju untuk bersaing dengan bangsa lain di dunia. DNA tersebut di antaranya adalah masyarakat Indonesia adalah paling dermawan, suka memberi dan membantu orang lain tanpa pamrih, peduli terhadap permasalahan dunia, aktif secara digital dan kreatif.
“Orang Indonesia begitu aktif di sosial media, sayang saat ini yang menjadi mainstream adalah akun-akun yang bombastis,” ujarnya.
Padahal, kata Akhyari, yang paling penting dilakukan saat ini adalah membanjiri sosial media dengan berita positif dengan anak-anak muda yang berprestasi. “Dengan begitu, lambat laun maka isi dari sosial media akan berimbang,” papar Akhyari.
Yogi Adjie Driantama menjelaskan, lembaga yang dikelolanya memberikan pendidikan gratis berbasis lifeskill kepada anak putus sekolah. Tujuannya agar setelah selesai belajar anak-anak tersebut bisa punya nilai jual untuk bersaing di industri kreatif dan dampak terjauhnya agar bisa meningkatkan taraf hidup keluarganya.
Yogi mempertanyakan mengapa masih banyak mahasiswa yang malas mengerjakan tugas, malas ketemu dosen, dan malas menulis skripsi. Padahal hal-hal seperti itu tidak pernah dia temukan pada anak putus sekolah ketika mereka mendapatkan kesempatan. “Artinya bisa saja anak universitas kalah oleh anak putus sekolah, anak yang hari ini ada di jalan, ketika mereka mendapatkan akses pendidikan,” kata dia. (Baca juga: Kemendikbud Luncurkan gerakan 1 Juta Masker)
Yogi menekankan bahwa dia tidak mempersoalkan siapa mengalahkan siapa, tapi bagaimana agar anak putus sekolah dan anak yang berasal dari universitas bisa sama-sama maju memanfaatkan bonus demografi agar impian untuk melihat Indonesia maju dan menjadi bangsa besar bisa tercapai.
“Bangsa yang besar hanya bisa kita capai jika tidak satu pun anak muda yang tertinggal di belakang. Dan semua permasalahan bangsa hari ini hanya bisa diselesaikan dengan satu faktor, yakni pendidikan,” tandasnya. (Iman Firmansyah)
Harapan kepada generasi muda semakin besar lantaran pada 2030 Indonesia akan menikmati bonus demografi. Pada era ini komposisi penduduk Indonesia didominasi usia produktif. Generasi ini lahir di saat era ketika teknologi canggih dan internet semakin masif digunakan, yang ditandai pemanfaatan media sosial sebagai platform komunikasi dan sosialiasi.
Tantangan yang dihadapi bangsa saat ini seyogianya dijawab generasi muda dengan berperan menjadi agen perubahan. Berbekal jiwa sukarelawan dan semangat kepemimpinan yang dimilikinya, generasi muda perlu berkontribusi untuk bangsa dengan menjadi tulang punggung pembangunan dan sebagai penggerak perekonomian. (Baca: Layanan Digital Mutlak Diperlukan)
Harapan ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga Asruron Ni’am Sholeh saat jadi pembicara Live Talkshow Gensindo bertema “Kontribusi Pemuda bagi Bangsa” yang disiarkan langsung melalui Youtube Sindonews kemarin. Talkshow ini juga menghadirkan dua pembicara lain, yakni Founder Good News From Indonesia, Akhyari Hananto, Founder dan CEO of Semut-Sumut, Yogi Adjie Driantama.
Ni’am mengaku sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan Akhyari Hananto dan Yogi Adjie Driantama. Kehadiran Semut-Sumut dengan layanan pendidikan dan Good News From Indonesia dengan informasi yang positif dan inspiratif adalah kontribusi nyata pemuda untuk bangsa.
“Ini sebagai bukti bahwa pemuda menjadi agen perubahan dengan jiwa sukarelawan dan kepemimpinannya. Jika hal tersebut sudah ada dalam diri pemuda maka kita optimistis masa depan akan lebih baik dan cerah,” ujar Ni’am.
Ni’am mengaku salah satu penerima manfaat dari Good News From Indonesia. Sajian berita yang berisi informasi positif dan mengandung optimism sangat diperlukan. Di tengah situasi kehidupan saat ini di mana banyak informasi yang sifatnya hoaks, maka perlu diimbangi dengan prinsip good news is good news.
Apalagi, Indonesia merupakan bangsa besar yang punya potensi sumber daya manusia (SDM) luar biasa, memiliki karakter saling menolong yang luar biasa, dan hubungan sosial dengan potensi luar biasa. Nilai-nilai positif bangsa ini diharapkan bisa disampaikan secara luas.
“Itu yang harus disampaikan di era digital sekarang ini di saat semua orang bisa menulis apapun,” papar Ni’am.
Generasi muda Indonesia sudah bersentuhan dengan perangkat digital sehingga diharapkan lebih bijak dalam penggunaannya. Generasi muda memiliki tanggung jawab untuk menjadi agen perubahan di era serbadigital ini. Dia berharap generasi muda menyadari pentingnya membangun literasi digital dan berkolaborasi untuk hal-hal yang bersifat positif. (Baca juga: Postingan Menghujat Nabi Muhammad Picu Bentrokan di India, Tiga Tewas)
“Kita buat perubahan yang lebih baik bukan kita mengikuti arus, dengan media digital kita malah membuat berita hoaks. Di sini penting tanggung jawab sosial dan individu,” ucap Ni’am.
Sementara itu, Akhyari Hananto mengatakan, masyarakat Indonesia memiliki beberapa “DNA” yang bisa membuat bangsa ini semakin dikenal dan maju untuk bersaing dengan bangsa lain di dunia. DNA tersebut di antaranya adalah masyarakat Indonesia adalah paling dermawan, suka memberi dan membantu orang lain tanpa pamrih, peduli terhadap permasalahan dunia, aktif secara digital dan kreatif.
“Orang Indonesia begitu aktif di sosial media, sayang saat ini yang menjadi mainstream adalah akun-akun yang bombastis,” ujarnya.
Padahal, kata Akhyari, yang paling penting dilakukan saat ini adalah membanjiri sosial media dengan berita positif dengan anak-anak muda yang berprestasi. “Dengan begitu, lambat laun maka isi dari sosial media akan berimbang,” papar Akhyari.
Yogi Adjie Driantama menjelaskan, lembaga yang dikelolanya memberikan pendidikan gratis berbasis lifeskill kepada anak putus sekolah. Tujuannya agar setelah selesai belajar anak-anak tersebut bisa punya nilai jual untuk bersaing di industri kreatif dan dampak terjauhnya agar bisa meningkatkan taraf hidup keluarganya.
Yogi mempertanyakan mengapa masih banyak mahasiswa yang malas mengerjakan tugas, malas ketemu dosen, dan malas menulis skripsi. Padahal hal-hal seperti itu tidak pernah dia temukan pada anak putus sekolah ketika mereka mendapatkan kesempatan. “Artinya bisa saja anak universitas kalah oleh anak putus sekolah, anak yang hari ini ada di jalan, ketika mereka mendapatkan akses pendidikan,” kata dia. (Baca juga: Kemendikbud Luncurkan gerakan 1 Juta Masker)
Yogi menekankan bahwa dia tidak mempersoalkan siapa mengalahkan siapa, tapi bagaimana agar anak putus sekolah dan anak yang berasal dari universitas bisa sama-sama maju memanfaatkan bonus demografi agar impian untuk melihat Indonesia maju dan menjadi bangsa besar bisa tercapai.
“Bangsa yang besar hanya bisa kita capai jika tidak satu pun anak muda yang tertinggal di belakang. Dan semua permasalahan bangsa hari ini hanya bisa diselesaikan dengan satu faktor, yakni pendidikan,” tandasnya. (Iman Firmansyah)
(ysw)