Para Guru Besar Minta Jokowi Netral, Yenny Wahid: Mereka Pengukur Baik Buruknya Demokrasi
loading...
A
A
A
MALANG - Dewan Penasihat Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid turut berkomentar terkait banyaknya guru besar dari berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta di berbagai daerah yang mengkritik situasi politik dan pemerintahan Presiden Joko Widodo saat Pemilu 2024. Para guru besar tersebut meminta Jokowi netral dan tidak intervensi jalannya Pilpres 2024.
Yenny Wahid menyebutkan bahwa suara para akademisi dan guru besar tersebut merupakan suara dari kampus dan hal itu menjadi barometer suhu demokrasi di Indonesia.
"Mereka menjadi alat pengukur apakah Indonesia ini sedang baik-baik saja atau tidak. Ketika kampus bersuara menyuarakan keprihatinan tentang penyelenggaraan pemilu yang dianggap penuh kecurangan. Lalu hal-hal yang bersifat etis banyak dilanggar. Nah ini tentu menjadi keprihatinan kita," ujar Putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid ini usai menghadiri kegiatan di Kota Malang, Selasa (6/2/2024).
Yenny yang juga Direktur Wahid Foundation ini menyebutkan bahwa perjuangan melawan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) pada zaman Orde Baru merupakan perjuangan yang sangat besar dan telah memakan banyak korban baik mahasiswa, aktivis HAM, aktivis kemanusiaan, aktivis demokrasi dan lainnya.
"Ini harus kita jaga, demokrasi ini adalah sebuah sistem yang telah kita pilih bersama dan berhasil diraih dengan pengorbanan yang tidak main-main," jelasnya.
Dengan demikian, kata Yenny, pendapat rakyat tentang pemilu yang adil, pemilu yang jujur tersebut harus dijaga.
"Jadi ketika akademisi bersuara ya, tentu bagi kita menjadi keprihatinan yang luar biasa. Dan bagi kami makin menguatkan keinginan untuk berjuang, untuk menjaga demokrasi," paparnya.
Selain itu, Yenny juga mengaku sedih dengan adanya aparat baik TNI dan Polri yang melakukan intimidasi terhadap rakyat terkait pemilu. Yenny menyebut para aparat tersebut terpaksa melakukan ini karena mereka juga diintimidasi dan dipaksa untuk melakukan hal itu.
"Jadi permintaan kita jelas, tolonglah para aparat keamanan TNI dan Polri jangan dihadapkan-hadapkan dengan rakyat, berikan mereka kekuasaan untuk menjaga netralitas. Karena mereka adalah abdi negara, bukan abdi keluarga," katanya.
Oleh karena itu, aparat TNI-Polri tidak boleh lagi dijadikan momok yang menakutkan di tengah masyarakat dan mengintimidasi rakyatnya sendiri.
"Padahal mereka sendiri tugas yang paling utama adalah untuk menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Jangan paksa mereka untuk berhadapan dengan rakyat. Biarkan mereka bekerja dengan profesional, baik aparat desa, aparat keamanan, TNI, Polri, ASN semuanya itu tetap mengabdi pada negara. Jangan paksa mereka untuk berhadap- hadapan dengan rakyat," pungkasnya.
Yenny Wahid menyebutkan bahwa suara para akademisi dan guru besar tersebut merupakan suara dari kampus dan hal itu menjadi barometer suhu demokrasi di Indonesia.
Baca Juga
"Mereka menjadi alat pengukur apakah Indonesia ini sedang baik-baik saja atau tidak. Ketika kampus bersuara menyuarakan keprihatinan tentang penyelenggaraan pemilu yang dianggap penuh kecurangan. Lalu hal-hal yang bersifat etis banyak dilanggar. Nah ini tentu menjadi keprihatinan kita," ujar Putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid ini usai menghadiri kegiatan di Kota Malang, Selasa (6/2/2024).
Yenny yang juga Direktur Wahid Foundation ini menyebutkan bahwa perjuangan melawan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) pada zaman Orde Baru merupakan perjuangan yang sangat besar dan telah memakan banyak korban baik mahasiswa, aktivis HAM, aktivis kemanusiaan, aktivis demokrasi dan lainnya.
"Ini harus kita jaga, demokrasi ini adalah sebuah sistem yang telah kita pilih bersama dan berhasil diraih dengan pengorbanan yang tidak main-main," jelasnya.
Dengan demikian, kata Yenny, pendapat rakyat tentang pemilu yang adil, pemilu yang jujur tersebut harus dijaga.
"Jadi ketika akademisi bersuara ya, tentu bagi kita menjadi keprihatinan yang luar biasa. Dan bagi kami makin menguatkan keinginan untuk berjuang, untuk menjaga demokrasi," paparnya.
Selain itu, Yenny juga mengaku sedih dengan adanya aparat baik TNI dan Polri yang melakukan intimidasi terhadap rakyat terkait pemilu. Yenny menyebut para aparat tersebut terpaksa melakukan ini karena mereka juga diintimidasi dan dipaksa untuk melakukan hal itu.
"Jadi permintaan kita jelas, tolonglah para aparat keamanan TNI dan Polri jangan dihadapkan-hadapkan dengan rakyat, berikan mereka kekuasaan untuk menjaga netralitas. Karena mereka adalah abdi negara, bukan abdi keluarga," katanya.
Oleh karena itu, aparat TNI-Polri tidak boleh lagi dijadikan momok yang menakutkan di tengah masyarakat dan mengintimidasi rakyatnya sendiri.
Baca Juga
"Padahal mereka sendiri tugas yang paling utama adalah untuk menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Jangan paksa mereka untuk berhadapan dengan rakyat. Biarkan mereka bekerja dengan profesional, baik aparat desa, aparat keamanan, TNI, Polri, ASN semuanya itu tetap mengabdi pada negara. Jangan paksa mereka untuk berhadap- hadapan dengan rakyat," pungkasnya.
(kri)