DKPP Buktikan Pelanggaran Etik, TPN Ganjar-Mahfud: Seharusnya Prabowo-Gibran Mundur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari melakukan pelanggaran etik. Tidak hanya itu, DKPP juga memberi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari dan 6 anggota KPU lainnya.
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD, Todung Mulya Lubis buka suara. Menurut Todung, dengan keputusan tersebut seharusnya pendaftaran capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran dapat dibatalkan.
“Sebenarnya alasannya cukup kuat bahwa pendaftaran Prabowo Gibran ini dapat dibatalkan. Bukan batal demi hukum, tetapi akan ada proses yang lain. Ini adalah persoalan tata negara yang serius karena pelanggaran etika bukan pelanggaran hukum, tetapi tentu ada basisnya dalam hukum,” kata Todung di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Pengacara senior itu menekankan, kalau ingin melihat pemilu yang konstitusional dan jurdil maka seharusnya secara sukarela yang bersangkutan mundur sebagai capres dan cawapres.
“Saya mengapresiasi putusan DKPP seperti juga putusan DKMK waktu itu. Ini menunjukkan pada publik bahwa kita punya persoalan tata negara yang serius terkait pemilu presiden dan wakil presiden. Kita punya kekhawatiran bahwa pemilu dan pilpres itu punya banyak sekali pelanggaran hukum dan etika,” ungkapnya.
Todung membeberkan, putusan DKPP pada KPU RI dijatuhkan karena semua komisioner KPU dianggap melanggar kode etik, yang berkaitan dengan Putusan MK No. 90, di mana pada waktu itu putusan MKMK menyatakan eks ketua MK Anwar Usman dan hakim MK yang lain dinyatakan melanggar kode etik.
“Sementara KPU pada 25 Oktober 2023 menerima pendaftaran Prabowo - Gibran sebagai capres - cawapres. Putusan MK keluar pada 16 Oktober 2023. Lalu menindaklanjuti putusan MK, KPU menulis surat pada semua parpol pada 17 Oktober untuk menjadikan putusan MK No. 90 itu sebagai pedoman, baru 25 Oktober pendaftaran itu dilakukan,” terangnya.
Di sisi lain, pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sudah melakukan pendaftaran. Pada 26 Oktober 2023, Prabowo - Gibran melakukan medical check up di RSPAD. Apa yang menarik adalah berita acara pemeriksaan kesehatan dikeluarkan tanggal 27 Oktober.
Menurut DKPP ini yang menjadi masalah karena seharusnya berita acara dikeluarkan pada tanggal yang sama, tetapi baru 27 Oktober baik untuk paslon 1, 2, dan 3. “Inilah yang menjadi masalah kita bersama apakah putusan ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” kata Todung.
Todung membeberkan, ketika Gibran mendaftar pada 25 Oktober, Peraturan PKPU No. 23 Tahun 2023 belum berubah. Jadi berdasarkan PKPU tersebut usia minimal masih 40 tahun dan belum berubah.
“Putusan ini adalah warning bagi kita, bahwa kita ada dalam bahaya konstitusional. Kita berharap bahwa Pemilu berjalan dengan jurdil. Sama juga dengan seruan dari kampus-kampus bahwa ini bukan pemilu yang ideal, dan penuh potensi pelanggaran hukum dan etika,” jelasnya.
Menanggapi persoalan hukum menjerat seniman Butet Kartaredjasa, Todung mengatakan laporan polisi untuk Butet sudah dicabut oleh pihak kepolisian, dan pencabutan laporan itu dilakukan atas perintah Presiden Joko Widodo.
“Kita mengapresiasi pencabutan laporan ini, tapi seharusnya bukan hanya laporan untuk Butet saja yang dicabut. Juga bagi pelapor lain, baik untuk kasus Aiman Witjaksono, Palti Hutabarat, untuk segera mencabut laporan pada polisi. Tidak boleh ada kriminalisasi pada kritik terkait kebebasan berpendapat,” katanya.
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD, Todung Mulya Lubis buka suara. Menurut Todung, dengan keputusan tersebut seharusnya pendaftaran capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran dapat dibatalkan.
“Sebenarnya alasannya cukup kuat bahwa pendaftaran Prabowo Gibran ini dapat dibatalkan. Bukan batal demi hukum, tetapi akan ada proses yang lain. Ini adalah persoalan tata negara yang serius karena pelanggaran etika bukan pelanggaran hukum, tetapi tentu ada basisnya dalam hukum,” kata Todung di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Pengacara senior itu menekankan, kalau ingin melihat pemilu yang konstitusional dan jurdil maka seharusnya secara sukarela yang bersangkutan mundur sebagai capres dan cawapres.
“Saya mengapresiasi putusan DKPP seperti juga putusan DKMK waktu itu. Ini menunjukkan pada publik bahwa kita punya persoalan tata negara yang serius terkait pemilu presiden dan wakil presiden. Kita punya kekhawatiran bahwa pemilu dan pilpres itu punya banyak sekali pelanggaran hukum dan etika,” ungkapnya.
Baca Juga
Todung membeberkan, putusan DKPP pada KPU RI dijatuhkan karena semua komisioner KPU dianggap melanggar kode etik, yang berkaitan dengan Putusan MK No. 90, di mana pada waktu itu putusan MKMK menyatakan eks ketua MK Anwar Usman dan hakim MK yang lain dinyatakan melanggar kode etik.
“Sementara KPU pada 25 Oktober 2023 menerima pendaftaran Prabowo - Gibran sebagai capres - cawapres. Putusan MK keluar pada 16 Oktober 2023. Lalu menindaklanjuti putusan MK, KPU menulis surat pada semua parpol pada 17 Oktober untuk menjadikan putusan MK No. 90 itu sebagai pedoman, baru 25 Oktober pendaftaran itu dilakukan,” terangnya.
Di sisi lain, pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sudah melakukan pendaftaran. Pada 26 Oktober 2023, Prabowo - Gibran melakukan medical check up di RSPAD. Apa yang menarik adalah berita acara pemeriksaan kesehatan dikeluarkan tanggal 27 Oktober.
Menurut DKPP ini yang menjadi masalah karena seharusnya berita acara dikeluarkan pada tanggal yang sama, tetapi baru 27 Oktober baik untuk paslon 1, 2, dan 3. “Inilah yang menjadi masalah kita bersama apakah putusan ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” kata Todung.
Todung membeberkan, ketika Gibran mendaftar pada 25 Oktober, Peraturan PKPU No. 23 Tahun 2023 belum berubah. Jadi berdasarkan PKPU tersebut usia minimal masih 40 tahun dan belum berubah.
“Putusan ini adalah warning bagi kita, bahwa kita ada dalam bahaya konstitusional. Kita berharap bahwa Pemilu berjalan dengan jurdil. Sama juga dengan seruan dari kampus-kampus bahwa ini bukan pemilu yang ideal, dan penuh potensi pelanggaran hukum dan etika,” jelasnya.
Menanggapi persoalan hukum menjerat seniman Butet Kartaredjasa, Todung mengatakan laporan polisi untuk Butet sudah dicabut oleh pihak kepolisian, dan pencabutan laporan itu dilakukan atas perintah Presiden Joko Widodo.
“Kita mengapresiasi pencabutan laporan ini, tapi seharusnya bukan hanya laporan untuk Butet saja yang dicabut. Juga bagi pelapor lain, baik untuk kasus Aiman Witjaksono, Palti Hutabarat, untuk segera mencabut laporan pada polisi. Tidak boleh ada kriminalisasi pada kritik terkait kebebasan berpendapat,” katanya.
(cip)