Capres Pertama Kunjungi Banda Neira, Ganjar: Tempat yang Saya Impikan untuk Didatangi
loading...
A
A
A
BANDA NEIRA - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo menjadi capres pertama yang mengunjungi pulau kecil di Provinsi Maluku, Banda Neira . Ganjar menjadi capres yang membuktikan komitmennya dalam memberi perhatian terhadap pulau-pulau kecil di Indonesia, yang dikenal sebagai daerah 3T (daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Ganjar mengunjungi Banda Neira, yang sebenarnya dikenal sebagai pulau yang memiliki keindahan alam sekaligus sarat sejarah perjuangan melawan penjajah di Indonesia. Selain Banda Neira, Ganjar pun juga sudah berkunjung ke Pulau Nias Sumatera Utara dan Pulau Rote Nusa Tenggara Timur.
Saat tiba di Banda Neira, pria berambut putih itu disambut dengan antusias seperti biasanya. Ganjar pun dikalungi bunga oleh tokoh masyarakat. Selain itu, ia diberikan hadiah buku “Tana Banda” berisi esai-esai tentang mitos, sejarah, sosial, budaya Pulau Banda Neira.
“Iya, Banda Neira ini memang menjadi tempat yang saya impikan untuk didatangi. Alhamdulillah hari ini bisa sampai di sini,” ujar Ganjar, Selasa (30/1/2024).
Alasan Ganjar secara bersemangat mau menjadi capres pertama yang menginjakkan kakinya di Banda Neira dikarenakan potensi yang ada harus mendapat perhatian, baik alam maupun sejarah dan budaya.
“Potensi pala harus terus dikembangkan karena ini punya catatan bagus. Selain itu, tempat-tempat bersejarah perlu dirawat dan dijaga lebih-lebih bisa dijadikan wisata,” tutur Suami dari Siti Atikoh Supriyanti itu.
Ganjar pun mengatakan saat berkunjung ke Banda Neira mendapatkan banyak masukan dan saran apabila terpilih menjadi orang nomor satu se-Republik Indonesia itu.
“Di antaranya infrastruktur akses transportasi ke Banda Neira karena harus menyeberang laut atau udara. Rasa-rasanya pemerintah harus membantu itu,” papar Ganjar.
Sebagai informasi, Pulau Banda Neira pernah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli (bunga pala) dunia dan satu-satunya pulau penghasil rempah yang bernilai tinggi itu hingga pertengahan abad ke-19. Itulah yang membuat bangsa Eropa kepincut untuk menguasai.
Pulau yang berpenduduk 14.000 jiwa itu juga dijadikan tempat pengasingan pejuang nasional pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Beberapa di antaranya Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo.
Ganjar mengunjungi Banda Neira, yang sebenarnya dikenal sebagai pulau yang memiliki keindahan alam sekaligus sarat sejarah perjuangan melawan penjajah di Indonesia. Selain Banda Neira, Ganjar pun juga sudah berkunjung ke Pulau Nias Sumatera Utara dan Pulau Rote Nusa Tenggara Timur.
Saat tiba di Banda Neira, pria berambut putih itu disambut dengan antusias seperti biasanya. Ganjar pun dikalungi bunga oleh tokoh masyarakat. Selain itu, ia diberikan hadiah buku “Tana Banda” berisi esai-esai tentang mitos, sejarah, sosial, budaya Pulau Banda Neira.
“Iya, Banda Neira ini memang menjadi tempat yang saya impikan untuk didatangi. Alhamdulillah hari ini bisa sampai di sini,” ujar Ganjar, Selasa (30/1/2024).
Alasan Ganjar secara bersemangat mau menjadi capres pertama yang menginjakkan kakinya di Banda Neira dikarenakan potensi yang ada harus mendapat perhatian, baik alam maupun sejarah dan budaya.
“Potensi pala harus terus dikembangkan karena ini punya catatan bagus. Selain itu, tempat-tempat bersejarah perlu dirawat dan dijaga lebih-lebih bisa dijadikan wisata,” tutur Suami dari Siti Atikoh Supriyanti itu.
Ganjar pun mengatakan saat berkunjung ke Banda Neira mendapatkan banyak masukan dan saran apabila terpilih menjadi orang nomor satu se-Republik Indonesia itu.
“Di antaranya infrastruktur akses transportasi ke Banda Neira karena harus menyeberang laut atau udara. Rasa-rasanya pemerintah harus membantu itu,” papar Ganjar.
Sebagai informasi, Pulau Banda Neira pernah menjadi pusat perdagangan pala dan fuli (bunga pala) dunia dan satu-satunya pulau penghasil rempah yang bernilai tinggi itu hingga pertengahan abad ke-19. Itulah yang membuat bangsa Eropa kepincut untuk menguasai.
Pulau yang berpenduduk 14.000 jiwa itu juga dijadikan tempat pengasingan pejuang nasional pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Beberapa di antaranya Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo.
(kri)