Gizi Terpenuhi, Stunting Hilang, Generasi Emas Tercapai

Jum'at, 26 Januari 2024 - 23:13 WIB
loading...
A A A
Di lain sisi, masyarakat juga berpendapat bahwa anak rentan terkena stunting karena keluarga tidak mampu membelikan pangan yang bergizi (858 dari 1.648 atau 52 persen). Kondisi tersebut sejalan dengan perilaku pengaturan makan di keluarga yang lebih memilih memasak daripada membeli makanan untuk keluarga (1.589 dari 1.663 atau 95 persen). Persepsi masyarakat tersebut juga dari pemahaman masyarakat bahwa penyebab utama terjadinya stunting adalah pola makan, kemiskinan, dan pengetahuan terkait stunting. Ini sejalan dengan pemahaman responden tentang perilaku yang dianggap dapat mencegah stunting yakni mengatur pola makan yang seimbang untuk anak dan mencari tahu tentang stunting.

Selain itu, 98,3% subjek penelitian mengetahui bahwa stunting berbahaya untuk kesehatan anak dan 71% masyarakat percaya stunting terjadi juga di kota, tak hanya pedesaan. Dari seluruh subjek penelitian, masih ada yang tidak memiliki pemahaman terkait gizi yang akurat, yaitu: 4 dari 10 (39%) subjek penelitian tidak setuju bila stunting disebabkan oleh faktor kurang nutrisi dari makanan dan 5 dari 10 (47%) subjek penelitian menganggap risiko stunting bukan karena ketidakmampuan membeli pangan bergizi.

Pemenuhan gizi dalam penurunan stunting dalam suatu studi lain yang dilakukan oleh Headey et.al (2018) menyatakan adanya bukti kuat hubungan antara stunting dan indikator konsumsi pangan berasal dari hewan, seperti daging, ikan, telur dan susu atau produk turunannya (keju, yoghurt, dan lain-lain). Penelitian juga menunjukan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan daripada konsumsi pangan berasal dari hewani tunggal.

Berdasarkan Susenas Tahun 2022, konsumsi protein per kapita Indonesia sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram namun masih cukup rendah untuk sumber protein hewani, yakni kelompok ikan/udang/cumi/kerang sebesar 9,58 gram, daging 4,79 gram, sementara telur dan susu sebanyak 3,37 gram. Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, konsumsi daging di Indonesia masih tergolong sangat sedikit, selain harganya mahal, sedikitnya konsumsi daging penduduk Indonesia juga disebabkan karena daya beli penduduk yang masih rendah.

Penduduk yang mengonsumsi kalori berasal dari daging paling tinggi terdapat di Kepulauan Riau sebesar 124,20 kkal sedangkan yang terendah di Provinsi Maluku Utara sebesar 23,08 kkal. Telur merupakan sumber protein, asam amino dan lemak sehat, sementara susu mengandung tinggi protein dan kalsium. Penduduk di Kepulauan Riau paling tinggi mendapatkan kalori yang berasal dari telur dan susu sebesar 94,45 kkal per kapita, sedangkan penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengonsumsi kalori yang berasal dari telur dan susu hanya sebesar 24,93 kkal.

Perbaikan gizi masyarakat pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dengan konsumsi beragam makanan bergizi dan mengandung protein hewani setiap kali makan akan berdampak pada penurunan stunting. Untuk bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya harus mendapatkan ASI eksklusif dan dapat diberikan kepada bayi kapan pun bayi membutuhkan. Setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI tetap dilanjutkan disertai dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang memenuhi syarat tepat waktu, adekuat dan kaya protein hewani, aman dan diberikan dengan cara yang benar. Pastikan setiap kali makan MP ASI mengandung protein hewani dan pastikan pula anak dipantau pertumbuhannya setiap bulan.

Pemenuhan Gizi melalui Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu cara pemenuhan gizi di masyarakat dapat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Salah satu yang di inisiasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional adalah Dapur Sehat Atasi Stunting (DASHAT). Keberadaan DASHAT ini di Kampung Keluarga Berkualitas. Mengutip dalam panduannya bahwa DASHAT merupakan sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemenuhan gizi seimbang bagi keluarga berisiko stunting (catin, bumil, busui, baduta/balita stunting terutama dari keluarga kurang mampu), melalui pemanfaatan sumber daya lokal (termasuk bahan pangan lokal) yang dapat dipadukan dengan sumber daya/kontribusi kemitraan lainnya.

Baca Juga


DASHAT ini harus diwujudkan sebagai bentuk kepedulian antar sesama, kepedulian terhadap persiapan generasi berkualitas di masa datang, dan tentunya juga sebagai upaya peningkatan ekonomi keluarga. Dilaksanakan di Kampung Keluarga Berkualitas sebagai aktivitas nyata dalam upaya pembentukan keluarga berkualitas sebagaimana namanya yaitu Kampung Keluarga Berkualitas.

Kampung Keluarga Berkualitas yang memiliki kegiatan DASHAT, berharap ibu hamil, ibu mau hamil, ibu baru menyusui, semua mendapatkan nutrisi produk olahan dari DASHAT yang sehat. Sehingga di Kampung Keluarga Berkualitas tidak ada ibu yang mau hamil, ibu mau menikah dan ibu mau bulan madu tidak teratasi kondisi kesehatannya atau gizinya sebelum hamil. Begitu juga pada saat bayi sudah lahir lebih dari 6 (enam) bulan harus mendapat suplementasi, komplemen suplemen makanan tambahan selain ASI. Di Kampung Keluarga Berkualitas yang DASHAT ini juga tidak ada lagi bayi-bayi 1.000 HPK yang telantar yang tidak mendapatkan asupan makanan gizi seimbang untuk makanan tambahannya.

Indonesia kaya akan sumber daya pangan yang diproduksi, diperjualbelikan dan tersedia di Indonesia, yang sering disebut sebagai pangan lokal Indonesia. Bahkan ada juga beberapa jenis pangan tersedia di semua wilayah Indonesia tetapi memiliki cara pengolahan atau kuliner dan cita rasa yang unik di daerah tertentu. Ubi dan ikan tersedia di hampir semua wilayah Indonesia tetapi memiliki berbagai kuliner di berbagai daerah.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1351 seconds (0.1#10.140)