Presiden dan Menteri Boleh Berkampanye, Setara Institute: Harus Cuti dan Tanggalkan Fasilitas Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan mengakui bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memperbolehkan presiden dan menteri ber kampanye . Namun ada syaratnya, yakni harus cuti dan menanggalkan beragam fasilitas negara yang melekat.
Hal itu disampaikan Halili menanggapi Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) yang menyebut presiden dan menteri boleh berkampanye dan berpihak kepada pasangan calon (paslon) tertentu dalam Pemilu. Menurutnya, meski diatur dalam UU, tapi pernyataan itu tidak layak disampaikan seorang presiden yang masih berkuasa. Pasalnya, semua orang sudah tahu jika menteri dan pejabat negara boleh berkampanye dan tidak netral, tetapi harus menanggalkan berbagai atribut milik negara.
"Kenapa presiden mengatakan hal itu? Ini motifnya melegalisasi, menjustifikasi apa yang telah dilakukan beliau dan aparatur pemerintahan. Melegalkan secara politik, tapi UU Pemilu membatasi agar tidak menyalahgunakan kekuasaan," kata Halili di Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Ia menekankan, presiden dan menteri yang berkampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara yang didanai dari APBN. "Masalahnya presiden menggunakan kendaraan dinas berpelat nomor RI-1, dan mengacungkan dua jari dari dalam mobil. Jelas, ini menjadi masalah," ujar Halili mengomentari video viral Jokowi mengacungkan dua jari tangan kiri dari dalam kendaraan dinas presiden saat berkunjung ke Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (23/1/2024).
Halili mengatakan, sudah banyak kecurangan pemilu yang terjadi. Misalnya penggunaan fasilitas negara, seperti mobil dinas, mobilisasi sumber daya negara seperti bantuan sosial (bansos), serta kehadiran aparat pemda, dan pemerintah provinsi yang menyambut kedatangan presiden maupun menteri jika berkunjung ke daerah.
Khusus untuk bansos, Halili mengingatkan bantuan sosial itu berasal dari uang rakyat dan untuk semua orang, sehingga bukan milik salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
"Kalau presiden mau kampanye mendukung salah satu pasangan capres-cawapres, maka harus cuti, melepaskan seluruh fasilitas negara yang melekat pada dirinya sesuai yang diatur dalam UU Pemilu, minimal sarana mobil, pengawalan. Itu sebenarnya semua fasilitas negara," ujarnya.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
Hal itu disampaikan Halili menanggapi Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) yang menyebut presiden dan menteri boleh berkampanye dan berpihak kepada pasangan calon (paslon) tertentu dalam Pemilu. Menurutnya, meski diatur dalam UU, tapi pernyataan itu tidak layak disampaikan seorang presiden yang masih berkuasa. Pasalnya, semua orang sudah tahu jika menteri dan pejabat negara boleh berkampanye dan tidak netral, tetapi harus menanggalkan berbagai atribut milik negara.
"Kenapa presiden mengatakan hal itu? Ini motifnya melegalisasi, menjustifikasi apa yang telah dilakukan beliau dan aparatur pemerintahan. Melegalkan secara politik, tapi UU Pemilu membatasi agar tidak menyalahgunakan kekuasaan," kata Halili di Jakarta, Rabu (24/1/2024).
Ia menekankan, presiden dan menteri yang berkampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara yang didanai dari APBN. "Masalahnya presiden menggunakan kendaraan dinas berpelat nomor RI-1, dan mengacungkan dua jari dari dalam mobil. Jelas, ini menjadi masalah," ujar Halili mengomentari video viral Jokowi mengacungkan dua jari tangan kiri dari dalam kendaraan dinas presiden saat berkunjung ke Salatiga, Jawa Tengah, Selasa (23/1/2024).
Halili mengatakan, sudah banyak kecurangan pemilu yang terjadi. Misalnya penggunaan fasilitas negara, seperti mobil dinas, mobilisasi sumber daya negara seperti bantuan sosial (bansos), serta kehadiran aparat pemda, dan pemerintah provinsi yang menyambut kedatangan presiden maupun menteri jika berkunjung ke daerah.
Khusus untuk bansos, Halili mengingatkan bantuan sosial itu berasal dari uang rakyat dan untuk semua orang, sehingga bukan milik salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres).
"Kalau presiden mau kampanye mendukung salah satu pasangan capres-cawapres, maka harus cuti, melepaskan seluruh fasilitas negara yang melekat pada dirinya sesuai yang diatur dalam UU Pemilu, minimal sarana mobil, pengawalan. Itu sebenarnya semua fasilitas negara," ujarnya.
Lihat Juga: 6 Menteri Perdagangan Sedekade Terakhir, Nomor 2 Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Importasi Gula
(abd)