Isu Pemakzulan Jokowi, Peta Kekuatan di Parlemen, dan Jalan Panjang Prosesnya

Selasa, 16 Januari 2024 - 20:21 WIB
loading...
A A A
"Yang membuat Presiden Jokowi harus hati-hati adalah kasus di MK, kasus pencawapresan Gibran, dan seterusnya, itu bisa kita diskusikan sebagai faktor pertama," kata Eep dalam podcast berjudul 'Buka Rahasia Data Pemenang Pilpres 2024 & Pemakzulan. Prabowo-Gibran, Anies-Imin, Ganjar-Mahfud' yang ditayangkan di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Kamis (26/10/2023).

Faktor kedua yang menjadi penyebab pemakzulan di Amerika Latin adalah kegagalan kebijakan yang dirasakan secara nyata. Eep menyebut selama ini survei telah meninabobokan masyarakat dengan menyatakan tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi sangat tinggi, di atas 80%. Namun, ia memiliki keinginan untuk membedahnya berdasarkan data yang cukup.

Faktor ketiga adalah resistensi Parlemen yang melembaga dan kuat serta meluasnya oposisi dari gerakan sosial. Eep melihat meski saat ini hubungan Presiden Jokowi dan DPR yang berisi perwakilan partai politik terlihat cukup baik tapi bisa saja hanya di permukaan.

"Bagaimana jika Bu Megawati dan PDI Perjuangan ternyata punya ketidakpuasan dan kemarahan yang masih terpendam dan belum terlihat, dengan teman PPP. Sementara Koalisi Perubahan jelas di luar Jokowi. Nah dua kubu ini menjadi mayoritas meski bukan mayoritas mutlak di dalam parlemen," katanya.

Faktor keempat adalah keresahan publik yang meluas. Eep memandang ada silent majority yang memendam kemarahan terhadap pemerintahan saat ini. Kelompok ini dalam beberapa kasus menjadi pemicu perubahan yang dahsyat. Misalnya, kekalahan Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat bukan karena kehebatan Joe Biden tapi karena publik tidak lagi diam dan akhirnya menentukan sikap.

"Empat faktor ini bukan tidak mungkin tersedia sekarang ini," katanya.

Peta Kekuatan di Parlemen

Bagaimana peluang pemakzulan presiden sangat tergantung dari peta politik di DPR. Sebab, tanpa adanya dukungan mayoritas Parlemen maka isu tersebut hanya akan menguap begitu saja.

Saat ini tidak ada partai politik mayoritas di DPR. Berdasarkan hasil Pemilu 2019, PDIP adalah pemilik kursi terbanyak di Parlemen, yakni 128. Kemudian di tempat kedua ada Partai Golkar 85 kursi, disusul Partai Gerindra 78 kursi, Partai Nasdem 59 kursi, dan PKB 58 kursi. Selanjutnya Partai Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi, dan PPP 19 kursi.

Pada Pilpres 2024, parpol-parpol tersebut terkonsentrasi dalam tiga kubu sesuai dengan pasangan capres-cawapres yang diusung. PDIP bersama PPP mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD; kemudian Partai Nasdem, PKS, dan PKB (Koalisi Perubahan) mengajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; sedangkan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PAN (Koalisi Indonesia Maju) meng-endorse Prabowo Subiyanto-Gibran Rakabuming Raka.

Jika mendasarkan pendapat Eep Saifulloh, maka parpol pengusung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin bisa menjadi satu kekuatan di Parlemen. Fusi politik itu akan membuat peluang pemakzulan terhadap presiden terbuka karena suaranya menjadi mayoritas dengan 314 kursi. Sementara parpol pengusung Prabowo-Gibran yang hampir pasti mendukung Presiden Jokowi kekuatannya hanya 261 kursi.

Jalan Panjang Pemakzulan

Namun pemakzulan presiden tidak semudah membalik telapak tangan. Prosesnya sangat panjang dan membutuhkan energi politik yang besar. Jika pun nantinya DPR bersepakat memakzulkan presiden tidak serta merta dilaksanakan. Banyak tahapan lain yang harus dilalui.

Berikut ini prosedur pemberhentian presiden dan atau wakil presiden menurut Pasal 7B UUD 1945:
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1668 seconds (0.1#10.140)