Isu Pemakzulan Jokowi, Peta Kekuatan di Parlemen, dan Jalan Panjang Prosesnya

Selasa, 16 Januari 2024 - 20:21 WIB
loading...
Isu Pemakzulan Jokowi, Peta Kekuatan di Parlemen, dan Jalan Panjang Prosesnya
Isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) disuarakan oleh kelompok aktivis yang tergabung dalam Petisi 100. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - Isu pemakzulan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) kembali kencang terdengar. Salah satunya disuarakan oleh kelompok aktivis yang tergabung dalam Petisi 100 saat audiensi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) pada 9 Januari 2024.

Juru bicara Petisi 100, Faizal Assegaf dalam keterangan terbuka kepada media mengatakan, pihaknya menyampaikan kepada Menko Polhukam Mahfud MD bahwa solusi tepat untuk mengurangi atau mencegah kecurangan Pemilu 2024 adalah memakzulkan Presiden Jokowi. Menurutnya, publik menganggap bahwa dugaan kecurangan telah dilakukan melalui pengaruh presiden dan keluarga inti.

"Fakta yang tersedia misalnya rontoknya Mahkamah Konstitusi telah berimbas mengakibatkan psikologi politik yang dapat melegalkan faktor-faktor keterlibatan oknum aparat di level bawah untuk melalukan kecurangan," kata Faizal Assegaf usai audiensi dengan Mahfud MD di Kemenko Polhukam pada Selasa (9/1/2024).



Menanggapi hal itu, Mahfud MD menegaskan, dirinya tak memiliki ranah dan kewenangan untuk mengurusi pemakzulan presiden. Menurutnya, pemakzulan seorang presiden merupakan ranah partai politik (parpol) dan DPR.

"Ada juga mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta Pemilu tanpa Pak Jokowi. Saya bilang kalau urusan pemakzulan itu kan sudah didengar orang, mereka sudah sampaikan ke beberapa kesempatan, dan itu urusannya parpol dan DPR. Bukan Menko Polhukam," kata Mahfud dalam video wawancara dengan media yang diunggah di akun Instagramnya @mohmahfudmd dan dikutip, Senin (15/1/2024).

Mahfud meyakini, proses pemakzulan Jokowi itu akan berjalan lama. Proses pemakzulan itu tak bisa selesai sebelum pemungutan suara rampung pada 14 Februari 2024.

"Itu enggak bakalan selesai setahun kalau situasinya begini. Paling tidak, tidak bakal selesailah sebelum Pemilu selesai, itu lama, ada sidang pendahuluan, sidang apa di DPR," katanya.

Di tempat terpisah, Ketua DPR Puan Maharani belum menerima laporan soal pemakzulan Presiden Jokowi. Menurutnya, DPR masih dalam masa reses.

"Saat ini DPR masih dalam masa reses saya belum mendapatkan informasi apa pun," kata Puan usai meresmikan GOR Bung Karno Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (11/1/2024).

Puan mengatakan, aspirasi terkait pemakzulan Jokowi harus dijalankan sesuai konstitusi yang berlaku. Ia mempersilakan aspirasi tersebut disampaikan ke lembaga yang berwenang.

Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PIDP) itu menghimbau agar kelompok yang menyampaikan aspirasi tersebut tetap menjaga situasi aman menjelang pemilu 2024.

"Namun kita tetap menjaga situasi menjelang pemilu ini, supaya damai dan terjaganya netralitas dari penegak hukum. Sehingga kita sama-sama menjaga agar pesta demokrasi akan datang berjalan jujur dan adil," tutupnya.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, menyampaikan pendapat, kritik atau bahkan mimpi politik merupakan hal yang wajar di negara demokrasi, termasuk mengusulkan adanya pemakzulkan kepala negara.



Namun ia mengingatkan, pemakzulan presiden mempunyai mekanisme yang telah diatur dalam konstitusi dengan syarat-syarat yang ketat. Menurutnya, jika pemakzulan tersebut tidak sesuai koridor yang berlaku maka bisa disebut inkonstitusional.

"Tetapi, terkait pemakzulan Presiden, mekanismenya sudah diatur dalam Konstitusi. Koridornya juga jelas, harus melibatkan lembaga-lembaga negara (DPR, MK, MPR), dengan syarat-syarat yg ketat. Diluar itu adalah tindakan inkonstitusional," kata Ari saat dihubungi, Jumat (12/1/2024).

Terkait tuduhan kecurangan pemilu, Ari meminta agar hal itu bisa diuji dan dibuktikan dalam mekanisme yang sudah diatur dalam undang-undang. Menurutnya, berdasarkan UU, Bawaslu dibentuk untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif Pemilu serta pelanggaran pidana Pemilu berdasarkan tingkatan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Jadi, apabila terjadi pelanggaran pemilu, laporkan saja ke Bawaslu" kata Ari.

Empat Faktor Pemakzulan

Peneliti PolMark Research Centre, Eep Saefulloh termasuk pihak yang tidak menutup kemungkinan adanya pemakzulan terhadap presiden seperti halnya terjadi di Amerika Latin. Menurutnya, ada empat faktor paling penting yang menyebabkan seorang presiden dimakzulkan.

Faktor pertama adalah terjadinya skandal yang terbukti secara hukum dan politik dan terkait langsung dengan presiden.

"Yang membuat Presiden Jokowi harus hati-hati adalah kasus di MK, kasus pencawapresan Gibran, dan seterusnya, itu bisa kita diskusikan sebagai faktor pertama," kata Eep dalam podcast berjudul 'Buka Rahasia Data Pemenang Pilpres 2024 & Pemakzulan. Prabowo-Gibran, Anies-Imin, Ganjar-Mahfud' yang ditayangkan di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up, Kamis (26/10/2023).

Faktor kedua yang menjadi penyebab pemakzulan di Amerika Latin adalah kegagalan kebijakan yang dirasakan secara nyata. Eep menyebut selama ini survei telah meninabobokan masyarakat dengan menyatakan tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi sangat tinggi, di atas 80%. Namun, ia memiliki keinginan untuk membedahnya berdasarkan data yang cukup.

Faktor ketiga adalah resistensi Parlemen yang melembaga dan kuat serta meluasnya oposisi dari gerakan sosial. Eep melihat meski saat ini hubungan Presiden Jokowi dan DPR yang berisi perwakilan partai politik terlihat cukup baik tapi bisa saja hanya di permukaan.

"Bagaimana jika Bu Megawati dan PDI Perjuangan ternyata punya ketidakpuasan dan kemarahan yang masih terpendam dan belum terlihat, dengan teman PPP. Sementara Koalisi Perubahan jelas di luar Jokowi. Nah dua kubu ini menjadi mayoritas meski bukan mayoritas mutlak di dalam parlemen," katanya.

Faktor keempat adalah keresahan publik yang meluas. Eep memandang ada silent majority yang memendam kemarahan terhadap pemerintahan saat ini. Kelompok ini dalam beberapa kasus menjadi pemicu perubahan yang dahsyat. Misalnya, kekalahan Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat bukan karena kehebatan Joe Biden tapi karena publik tidak lagi diam dan akhirnya menentukan sikap.

"Empat faktor ini bukan tidak mungkin tersedia sekarang ini," katanya.

Peta Kekuatan di Parlemen

Bagaimana peluang pemakzulan presiden sangat tergantung dari peta politik di DPR. Sebab, tanpa adanya dukungan mayoritas Parlemen maka isu tersebut hanya akan menguap begitu saja.

Saat ini tidak ada partai politik mayoritas di DPR. Berdasarkan hasil Pemilu 2019, PDIP adalah pemilik kursi terbanyak di Parlemen, yakni 128. Kemudian di tempat kedua ada Partai Golkar 85 kursi, disusul Partai Gerindra 78 kursi, Partai Nasdem 59 kursi, dan PKB 58 kursi. Selanjutnya Partai Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi, dan PPP 19 kursi.

Pada Pilpres 2024, parpol-parpol tersebut terkonsentrasi dalam tiga kubu sesuai dengan pasangan capres-cawapres yang diusung. PDIP bersama PPP mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD; kemudian Partai Nasdem, PKS, dan PKB (Koalisi Perubahan) mengajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar; sedangkan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PAN (Koalisi Indonesia Maju) meng-endorse Prabowo Subiyanto-Gibran Rakabuming Raka.

Jika mendasarkan pendapat Eep Saifulloh, maka parpol pengusung Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin bisa menjadi satu kekuatan di Parlemen. Fusi politik itu akan membuat peluang pemakzulan terhadap presiden terbuka karena suaranya menjadi mayoritas dengan 314 kursi. Sementara parpol pengusung Prabowo-Gibran yang hampir pasti mendukung Presiden Jokowi kekuatannya hanya 261 kursi.

Jalan Panjang Pemakzulan

Namun pemakzulan presiden tidak semudah membalik telapak tangan. Prosesnya sangat panjang dan membutuhkan energi politik yang besar. Jika pun nantinya DPR bersepakat memakzulkan presiden tidak serta merta dilaksanakan. Banyak tahapan lain yang harus dilalui.

Berikut ini prosedur pemberhentian presiden dan atau wakil presiden menurut Pasal 7B UUD 1945:

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1454 seconds (0.1#10.140)