Serangan ke Erick Adalah Serangan ke Jokowi?

Selasa, 11 Agustus 2020 - 12:08 WIB
loading...
Serangan ke Erick Adalah Serangan ke Jokowi?
Abraham Runga Mali, Koordinator Forum Financial Watch. Foto: Ist
A A A
Abraham Runga Mali
Koordinator Forum Financial Watch

DALAM beberapa waktu terakhir, politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu gencar melancarkan serangan terhadap Menteri BUMN Erick Thohir, mulai dari soal pengisian posisi direksi dan komisaris BUMN, soal utang gede perusahaan pelat merah hingga ke persoalan ‘remeh’ macam penggantian logo Kementerian BUMN.

Adian menilai seleksi untuk pengisian jabatan direksi dan komisaris BUMN selama ini tidak pernah dilakukan terbuka melalui pengumuman di media, tapi dilakukan tertutup dan bergaya Orde Baru.

Alhasil nyaris semua jajaran direksi dan komisaris BUMN merupakan titipan dari berbagai pihak. Adian juga mengkritik rekrutmen pensiunan pejabat, termasuk TNI dan Polri untuk menjadi komisaris BUMN. Termasuk kalangan milenial yang menurutnya dekat dengan Erick.

Mestinya, demikian Adian, posisi komisaris BUMN diprioritaskan untuk unsur relawan dan partai politik pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, karena mereka yang paling tahu dan memahami visi-misi Presiden sejak kampanye pilpres.

Terkait dengan kritik-kritiknya ke Menteri BUMN Erick Thohir, Adian sempat diundang Presiden Joko Widodo ke Istana untuk berbicara empat mata.

Dalam pandangan penulis, kritik-kritik tersebut dalam batas tertentu patut diapresiasi sebagai kepedulian sekaligus pelecut semangat Kementerian BUMN untuk bekerja dan memperbaiki perusahaan-perusahaan milik negara.

Namun, dalam tataran praktis, hampir tak satu pun pendapat Adian itu yang bisa dijadikan pegangan dan panduan untuk menata perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut.

Katakan saja soal utang, Erick saat ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun lalu, niscaya tidak masuk ke ruang hampa BUMN. Kinerja perusahaan-perusahaan BUMN itu berikut utangnya adalah warisan kepemimpinan sebelumnya.

Bahwa Erick serius dan cakap melakukan konsolidasi dan penggabungan perusahaan-perusahaan sejenis, itu yang mesti menjadi perhatian dan apresiasi.

Patut disimak bahwa rencana merger dan konsolidasi ditata dengan cepat dan mendapat afirmasi oleh Presiden Jokowi melalui Keppres yang keluar pada pertengahan Mei tahun ini.

Mengapa ini penting? Karena gagasan dan rencana ini sudah dilontarkan sejak satu-dua dekade silam, namun belum pernah direalisasikan secara maksimal. Baru sekarang, saat Erick menjadi komandan BUMN, kita akhirnya disuguhkan dengan narasi holding tambang, asuransi, dan hotel.

Bukan hanya konsolidasi bisnis, tapi koneksi unit bisnis dengan perusahaan BUMN lain juga dibenahi. Erick juga menata koneksi antaraperusahaan semen dengan BUMN karya atau perusahaan pupuk dengan BUMN pertanian.

Persoalan ini sangat strategis karena seiring serbuan Covid-19, Erick sebagai Menteri BUMN juga merumuskan rasionalisasi dan pengurangan capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex) dari berbagai perusahaaan pelat merah.

Menyimak apa yang dilakukan Erick, maka kritik Adian terkesan hanya menyentuh urusan yang sangat remeh temeh alias tidak mendasar dan substansial terkait dengan perbaikan kinerja BUMN sebagai organisasi bisnis.

Balik Dikritik

Alhasil atas serangkaian kritiknya tersebut, Adian pun menuai kritik alias serangan balik dari beberapa pihak. Pada intinya, kritik-kritik Adian selain dinilai tidak substansial juga dinilai tidak murni atau lebih sebagai ungkapan ‘sakit hati karena daftar nama koleganya yang disodorkan tidak atau sangat sedikit yang dipilih menjadi petinggi BUMN, tepatnya komisaris.

Tentu saja Adian menyangkal keras tudingan itu. Namun, soal daftar nama, dia mengakui itu memang diminta langsung oleh Presiden Jokowi dan pihaknya telah menyerahkannya kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Adian mengaku tak pernah menyerahkannya secara langsung kepada Menteri BUMN Erick Thohir.

Lepas dari kritik-kritik Adian terhadap Erick Thohir dalam cara pengelolaan BUMN, terutama ihwal rekrutmen direksi dan komisaris perusahaan pelat merah, adakah serangan Adian tersebut bisa dipersepsikan sebagai wujud kekecewaan dan ketidakpuasan PDIP terhadap Jokowi?

Wabil khusus terkait dengan kekecewaan PDIP dengan posisi Menteri BUMN yang bukan diisi kader PDIP atau setidaknya sosok yang diinginkan partai banteng tersebut?

Kewenangan Luas

Harus diakui, Menteri BUMN memang memiliki kewenangan begitu besar dan luas dalam penentuan orang-orang yang akan duduk menjadi pimpinan BUMN, entah itu posisi direksi atau komisaris. Alhasil, siapapun partai yang berkuasa pasti mengincar kursi kementerian itu.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa partai yang menggenggam kursi Menteri BUMN hamper bisa dipastikan tak akan kesulitan dalam menggalang dana.

Karena itu, agar BUMN tidak jadi ‘sapi perah’ dengan berbagai modus, ada kesepakatan tak tertulis bahwa sebaiknya Menteri BUMN dijabat sosok profesional atau praktisi dunia usaha yang tidak menjadi anggota atau terafiliasi dengan partai politik. Tentu saja di samping memiliki kapabilitas dan kompetensi teknikal, sosok tersebut juga mesti bisa dipercaya dan mendapatkan kepercayaan presiden.

Tak diragukan lagi, Erick Thohir jelas memenuhi kualifikasi tersebut. Jauh sebelumnya, Erick dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses. Dia adalah satu dari beberapa pengusaha sukses generasi penerus geng pendiri Grup Astra. Ayahnya adalah Teddy Thohir, pengusaha pribumi muslim dan salah satu pendiri Astra bersama William Soerjadjaya. Erick tumbuh jadi pengusaha seangkatan dengan Sandiaga Uno, yang juga bisa dimasukkan dalam geng Astra.

Meski tak menjadi pengurus partai politik manapun, tapi Erick dipercaya Jokowi-Maruf Amin menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional dalam Pilpres 2019 setelah sebelumnya sukses menjadi ketua panitia penyelenggaraan Asian Games 2018.

Tak pelak lagi, dua hal itu—latar belakang sebagai pengusaha sukses dan keberhasilan mengemban amanah untuk dua event besar—, menjadi modal utama Erick untuk mendapatkan kepercayaan Presiden Jokowi mengemban posisi Menteri BUMN.

Segera setelah dilantik, Erick mencanangkan gebrakan melakukan reformasi BUMN dengan menggelar restrukturisasi, pembentukan holding, memangkas/menutup BUMN dan anak-cucunya yang tidak efisien, serta melakukan perombakan jajaran direksi dan komisaris BUMN.

Tujuannya tentu saja agar semua BUMN memiliki performa yang makin baik, efisien, dan pada gilirannya bisa menjadi motor pembangunan ekonomi, terutama memberi kontribusi lebih baik terhadap penerimaan negara.

Tentu saja tak mudah bagi siapapun yang menjadi Menteri BUMN untuk menjalankan seluruh agenda pembenahan BUMN tanpa gangguan dari pihak manapun. Erick pernah mengatakan dirinya sadar bahwa Menteri BUMN adalah kursi panas, yang siap digoyang dari berbagai sisi oleh siapapun yang merasa kepentingannya terganggu.

Namun, apakah hanya karena kritik atau direcoki pihak luar lalu Erick mutung dan memilih mengundurkan diri, rasanya tidak. Erick adalah tipe petarung, kecuali dia dicopot oleh presiden.

Dengan kata lain, serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Adian rasanya tak akan membuat seorang Erick mengendurkan langkah untuk membenahi BUMN. Sebaliknya, hal itu niscaya justru memacu Erick untuk meningkatkan performa.

Lalu, kemana muara serangan bertubi-tubi dari Adian? Secara politik, tentu saja semua terpulang kepada Jokowi. Bukankah kritik atau serangan kepada menteri pada dasarnya adalah serangan kepada presiden itu sendiri?
(jon)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1081 seconds (0.1#10.140)