Serangan ke Erick Adalah Serangan ke Jokowi?
loading...
A
A
A
Abraham Runga Mali
Koordinator Forum Financial Watch
DALAM beberapa waktu terakhir, politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu gencar melancarkan serangan terhadap Menteri BUMN Erick Thohir, mulai dari soal pengisian posisi direksi dan komisaris BUMN, soal utang gede perusahaan pelat merah hingga ke persoalan ‘remeh’ macam penggantian logo Kementerian BUMN.
Adian menilai seleksi untuk pengisian jabatan direksi dan komisaris BUMN selama ini tidak pernah dilakukan terbuka melalui pengumuman di media, tapi dilakukan tertutup dan bergaya Orde Baru.
Alhasil nyaris semua jajaran direksi dan komisaris BUMN merupakan titipan dari berbagai pihak. Adian juga mengkritik rekrutmen pensiunan pejabat, termasuk TNI dan Polri untuk menjadi komisaris BUMN. Termasuk kalangan milenial yang menurutnya dekat dengan Erick.
Mestinya, demikian Adian, posisi komisaris BUMN diprioritaskan untuk unsur relawan dan partai politik pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, karena mereka yang paling tahu dan memahami visi-misi Presiden sejak kampanye pilpres.
Terkait dengan kritik-kritiknya ke Menteri BUMN Erick Thohir, Adian sempat diundang Presiden Joko Widodo ke Istana untuk berbicara empat mata.
Dalam pandangan penulis, kritik-kritik tersebut dalam batas tertentu patut diapresiasi sebagai kepedulian sekaligus pelecut semangat Kementerian BUMN untuk bekerja dan memperbaiki perusahaan-perusahaan milik negara.
Namun, dalam tataran praktis, hampir tak satu pun pendapat Adian itu yang bisa dijadikan pegangan dan panduan untuk menata perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut.
Katakan saja soal utang, Erick saat ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun lalu, niscaya tidak masuk ke ruang hampa BUMN. Kinerja perusahaan-perusahaan BUMN itu berikut utangnya adalah warisan kepemimpinan sebelumnya.
Bahwa Erick serius dan cakap melakukan konsolidasi dan penggabungan perusahaan-perusahaan sejenis, itu yang mesti menjadi perhatian dan apresiasi.
Koordinator Forum Financial Watch
DALAM beberapa waktu terakhir, politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu gencar melancarkan serangan terhadap Menteri BUMN Erick Thohir, mulai dari soal pengisian posisi direksi dan komisaris BUMN, soal utang gede perusahaan pelat merah hingga ke persoalan ‘remeh’ macam penggantian logo Kementerian BUMN.
Adian menilai seleksi untuk pengisian jabatan direksi dan komisaris BUMN selama ini tidak pernah dilakukan terbuka melalui pengumuman di media, tapi dilakukan tertutup dan bergaya Orde Baru.
Alhasil nyaris semua jajaran direksi dan komisaris BUMN merupakan titipan dari berbagai pihak. Adian juga mengkritik rekrutmen pensiunan pejabat, termasuk TNI dan Polri untuk menjadi komisaris BUMN. Termasuk kalangan milenial yang menurutnya dekat dengan Erick.
Mestinya, demikian Adian, posisi komisaris BUMN diprioritaskan untuk unsur relawan dan partai politik pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, karena mereka yang paling tahu dan memahami visi-misi Presiden sejak kampanye pilpres.
Terkait dengan kritik-kritiknya ke Menteri BUMN Erick Thohir, Adian sempat diundang Presiden Joko Widodo ke Istana untuk berbicara empat mata.
Dalam pandangan penulis, kritik-kritik tersebut dalam batas tertentu patut diapresiasi sebagai kepedulian sekaligus pelecut semangat Kementerian BUMN untuk bekerja dan memperbaiki perusahaan-perusahaan milik negara.
Namun, dalam tataran praktis, hampir tak satu pun pendapat Adian itu yang bisa dijadikan pegangan dan panduan untuk menata perusahaan-perusahaan pelat merah tersebut.
Katakan saja soal utang, Erick saat ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun lalu, niscaya tidak masuk ke ruang hampa BUMN. Kinerja perusahaan-perusahaan BUMN itu berikut utangnya adalah warisan kepemimpinan sebelumnya.
Bahwa Erick serius dan cakap melakukan konsolidasi dan penggabungan perusahaan-perusahaan sejenis, itu yang mesti menjadi perhatian dan apresiasi.