Kultur Musyawarah Mufakat Luntur, Bangsa Mudah Terpecah Belah

Rabu, 04 April 2018 - 12:13 WIB
Kultur Musyawarah Mufakat Luntur, Bangsa Mudah Terpecah Belah
Kultur Musyawarah Mufakat Luntur, Bangsa Mudah Terpecah Belah
A A A
JAKARTA - Konsepsi musyawarah mufakat sebagai falsafah bangsa telah tumbuh di masyarakat Indonesia sebelum bangsa ini merdeka.

Kultur ini telah menjadikan bangsa Indonesia sempat menjadi salah satu negara terdemokratis di dunia. Namun, sekarang kultur ini sudah mulai ditinggalkan dan masyarakat lebih memilih sistem voting.

Mantan Anggota Komisi I DPR Lily Wahid mengaku prihatin musyawarah mufakat bukan lagi jadi bagian dari masyarakat Indonesia.

"Sekarang masyarakat lebih menyetujui suara terbanyak daripada kesepakatan bersama dan itu menjadi sesuatu yang berbahaya bagi bangsa ini karena masyarakat sekarang ini sedang berada di titik yang kalau kamu tidak sependapat sama saya, berarti kamu bukan teman saya,” ujarnya, di Jakarta, Selasa 3 April 2018.

Cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari ini memaparkan zaman dulu musyawarah sudah menjadi jalan tengah dalam menghadapi masalah sehari-hari. Berbagai problem di tengah masyarakat diperbincangkan bersama dan mencari solusi yang terbaik.

Saat ini kondisi masyarakat telah berbeda dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan diselesaikan dengan cara voting, tanpa memikirkan maslahat untuk masyarakat. Kultur musyawarah mufakat telah menjadi landasan negara yang ditinggalkan baik dalam pemerintah maupun masyarakat.

“Masyarakat terkadang juga tidak mampu menyelesaikan persoalan perbedaan karena lunturnya kultur musyawarah. Perbedaan ekonomi menjadikan suatu alasan mengapa perbedaan agama menjadi sesuatu yang diributkan. Seperti penyerangan rumah ibadah dan sebagainya yang terjadi 10 terakhir terjadi. Mungkin dulu ada juga, tapi itu karena hanya emosi sesaat dan hanya di suatu daerah saja, bukan yang menjadi berita nasional seperti saat ini,” tandas Lily.

Dia menilai rentannya perpecahan di tengah masyarakat karena komunikasi dalam anggota masyarakat tidak banyak lagi diselesaikan dengan musyawarah. Salah satu imbasnya radikalisme dan terorisme semakin subur karena tidak ada wadah untuk mengutarakan pendapat dalam diskusi bersama.

“Saya melihat fenomena radikalisme terorisme ini memang dimasukkan ke Indonesia dengan berbagai cara dan rupa dan dengan ketersediaan media yang akhirnya menyulut fanatisme yang tidak perlu. Padahal kalau kita lihat orang yang radikal ini juga belum tentu menjalankan ibadahnya dengan benar,” ujar Lily.

Lily mengimbau masyarakat tidak mudah tersulut emosi dengan provokasi yang dapat memecah belang bangsa. Kekuatan bangsa ini terletak pada kultur musyawarah mufakat yang telah menjadi salah landasan berbangsa kita.

“Bangsa ini akan kuat dengan musyawarah dan akan terpecah belah ketika kultur ini menjadi luntur,” katanya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4194 seconds (0.1#10.140)