Hattrick: Penguatan Fondasi Fiskal Indonesia
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Kementerian Keuangan
INDONESIA patut berbangga. Tatkala dinamika perekonomian global masih bergulir, Indonesia berhasil menorehkan keberhasilan yang luar biasa dalam mencapai target pajak yang ditetapkan.
Data Kementerian Keuangan RI mencatat bahwa penerimaan pajak Indonesia mencapai Rp1.869,2 triliun pada 2023, meningkat 8,9% dibanding 2022 (yoy). Pun angka tersebut setara 108,8% dari target APBN 2023 atau 102,8% dari target Perpres 75/2023.
Sepanjang tahun 2023 tersebut penerimaan pajak paling banyak berasal dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas, yakni Rp993 triliun atau 101,5% dari target APBN. Berikutnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) mencapai Rp764,3 triliun atau 104,7% dari target.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya menyumbang Rp43,1 triliun atau 114,4% dari target. Kemudian PPh migas membukukan Rp68,8 triliun, realisasinya 96% dari target.
Hattrick, kali ketiga goals berturut-turut. Indonesia berhasil menorehkan prestasi keberhasilan dalam melampaui target penerimaan pajak yang ditetapkan selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021 hingga 2023. Capaian ini patut disyukuri, mengingat dalam kilas balik ke tahun 2020, setoran pajak sempat jeblok akibat pandemi.
Kala itu, pajak tumbuh minus 19,6% atau hanya mencapai 89,4% dari target. Rasio perpajakan (tax ratio) pun anjlok ke 8,33% dari 9,77% pada 2019, jauh di bawah level ideal negara berkembang sebesar 15%. Tak butuh lama, pada 2021, setoran pajak kembali tumbuh positif 19,3%, terbantu oleh efek basis pertumbuhan yang rendah di tahun sebelumnya.
Bahkan, untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, capaian pajak berhasil melampaui target, yaitu 104% di atas target APBN 2021. Pada 2022, penerimaan pajak kembali tembus target untuk kedua kalinya, yakni 115,6% di atas target.
Saat itu, pajak selamat berkat harga komoditas dunia yang naik tinggi, hingga tumbuh dua digit sebesar 34,3%. Kinerja pajak juga terbantu oleh Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) jilid II dan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menambah setoran pajak.
Kini, penerimaan pajak 2023 pun kembali melampaui target untuk ketiga kalinya. Setoran pajak mampu melampaui batas konservatif dan tumbuh 8,9% sebesar Rp1.869,2 triliun, alias 102,8% di atas target.
Keberhasilan Indonesia dalam mencapai target penerimaan pajak saat ini telah berhasil dilewati tanpa berkah momentum ”temporer”, seperti ledakan harga komoditas, pengampunan pajak, dan kenaikan tarif PPN, sebagaimana yang terjadi di tahun 2022. Tidak ada pula efek basis pertumbuhan rendah yang mendongkrak kinerja pajak seperti tahun 2021.
Kinerja pajak 2023 mutlak didorong oleh peningkatan pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap wajib pajak terdaftar. Selain itu, pemerintah juga mengoptimalkan perluasan basis pajak, terutama di sektor ekonomi digital, serta membenahi pelayanan pajak bagi masyarakat.
Artinya, capaian fantastis ini tak lepas dari hasil sinergi antara kondisi ekonomi domestik yang stabil, peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, dan upaya DJP yang gencar dalam melakukan pengawasan dan pelayanan. Capaian tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah dalam mengelola keuangan negara, termasuk dalam membangun fondasi keuangan yang kuat di tengah ancaman gejolak ekonomi global.
Catatan dalam Capaian Kinerja Pajak
Pajak memiliki peran krusial dalam perekonomian suatu negara. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan utama bagi berbagai program pembangunan nasional. Selama ini porsi penerimaan perpajakan terhadap total penerimaan negara di atas 75%.
Hal yang sama juga berlaku di hampir semua negara, dimana porsi penerimaan negaranya didominasi dari perpajakan. Praktik tersebut selaras dengan teori pembangunan, penerimaan perpajakan mempunyai fungsi budgeter di samping fungsi regulasi.
Pasalnya, meskipun capaian kinerja perpajakan di Indonesia mengalami pertumbuhan positif, namun penerimaan perpajakan di Indonesia masih belum optimal dan tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain termasuk di ASEAN. Berdasarkan data Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), rata-rata rasio perpajakan ASEAN pada 2022 adalah 13,6%.
Indonesia ada di posisi terendah bersama Laos yang rasio pajaknya sebesar 10,39% pada 2022, di mana angka tersebut berada di bawah rata-rata kawasan. Selain itu, rasio perpajakan Indonesia juga masih kalah dari Kamboja (20,2%), Vietnam (15,8%), Thailand (15,5%), dan Filipina (15%). Tak hanya di ASEAN, di dunia pun, RI termasuk negara dengan tax ratio terendah.
Adapun beberapa faktor yang dapat menjelaskan rendahnya tax ratio tersebut salah satunya didorong oleh praktik penghindaran pajak oleh sejumlah besar pelaku usaha, adanya ketidaksetaraan dalam sistem perpajakan, informalitas ekonomi yang masih sangat tinggi, serta kurangnya kepatuhan wajib pajak. Artinya, meski saat ini penerimaan pajak di Indonesia telah mencapai target, namun masih banyak yang perlu dibenahi bersama.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya lebih lanjut dalam reformasi perpajakan dan peningkatan kesadaran pajak agar penerimaan pajak dapat memberikan kontribusi yang lebih substansial terhadap pembangunan ekonomi secara menyeluruh.
Optimalisasi Penerimaan Pajak di Indonesia
Signifikansi peran pajak tidak hanya sebatas sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah, tetapi juga sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan pajak digunakan untuk membiayai berbagai program publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan layanan sosial lainnya.
Selain itu, pajak juga berfungsi sebagai alat pengatur kebijakan ekonomi, yang dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi, mengatur distribusi pendapatan, dan merangsang investasi. Oleh karenanya, mendorong optimalisasi penerimaan pajak menjadi suatu hal penting dalam menjaga keberlangsungan ekonomi nasional.
Hal itu karena penerimaan pajak yang meningkat akan dapat memberikan pemerintah lebih banyak ruang untuk mengalokasikan dana bagi proyek pembangunan nasional seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor kunci lainnya. Melalui dukungan fiskal yang memadai, pemerintah juga dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup.
Salah satu cara untuk mendorong optimalisasi penerimaan pajak ialah melalui perbaikan sistem perpajakan menjadi lebih efisien. Perbaikan sistem perpajakan merupakan suatu keniscayaan untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam memenuhi kewajiban pajak para Wajib Pajak (WP).
Hal ini karena peningkatan aktivitas ekonomi cenderung membawa kompleksitas yang lebih besar dalam pelaporan pajak dan pengelolaan data keuangan. Oleh sebab itu, penerapan teknologi informasi yang canggih akan menjadi kunci dalam mempercepat dan memudahkan proses administratif.
Integrasi sistem online yang sederhana dan mudah diakses akan membantu Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban mereka dengan lebih efektif.
Selain itu, pencegahan terhadap praktik tax avoidance dan peningkatan tax compliance juga menjadi fondasi penting dalam memastikan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak semakin meningkat. Hal itu karena pelaku bisnis yang cerdik seringkali menggunakan celah dalam regulasi untuk mengurangi kewajiban pajak mereka.
Oleh karena itu, pemantauan yang ketat dan perubahan regulasi yang responsif menjadi kunci dalam menanggulangi praktek ini. Pemerintah perlu terus memperbarui peraturan perpajakan agar tetap relevan dengan dinamika bisnis modern.
Begitu juga dalam peningkatan tax compliance, di mana kesadaran dan pemahaman mengenai kewajiban pajak harus ditingkatkan melalui kampanye edukasi yang efektif. Program tersebut dapat mencakup penyuluhan, seminar, dan penggunaan media sosial untuk menyampaikan informasi mengenai pentingnya kontribusi pajak bagi pembangunan negara. Semakin tinggi kesadaran masyarakat, semakin besar juga kemungkinan masyarakat menjadi WP yang patuh.
Tidak hanya itu, pemanfaatan teknologi informasi dapat membantu meningkatkan efisiensi dalam administrasi perpajakan. Sistem perpajakan yang terintegrasi dan mudah diakses akan memberikan kenyamanan bagi WP, dan sekaligus membantu pemerintah dalam mengawasi transaksi keuangan dengan lebih cermat.
Sehingga, melalui adanya teknologi, maka pencegahan tax avoidance dapat dilakukan lebih efektif, dan pengawasan terhadap tax compliance dapat ditingkatkan. Keberhasilan Indonesia dalam mendorong optimalisasi penerimaan pajak tersebut akan dapat membangun fondasi yang kuat untuk meraih potensi ekonominya secara penuh.
Hal ini karena optimalisasi penerimaan pajak bukan hanya tentang meningkatkan jumlah uang yang masuk ke kas negara, tetapi juga menciptakan dasar keuangan yang stabil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Melalui strategi yang bijak dan perbaikan terus-menerus dalam sistem perpajakan, Indonesia dapat membangun fondasi yang kuat menuju kemandirian fiskal yang lebih baik. Semoga.
Staf Khusus Kementerian Keuangan
INDONESIA patut berbangga. Tatkala dinamika perekonomian global masih bergulir, Indonesia berhasil menorehkan keberhasilan yang luar biasa dalam mencapai target pajak yang ditetapkan.
Data Kementerian Keuangan RI mencatat bahwa penerimaan pajak Indonesia mencapai Rp1.869,2 triliun pada 2023, meningkat 8,9% dibanding 2022 (yoy). Pun angka tersebut setara 108,8% dari target APBN 2023 atau 102,8% dari target Perpres 75/2023.
Sepanjang tahun 2023 tersebut penerimaan pajak paling banyak berasal dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas, yakni Rp993 triliun atau 101,5% dari target APBN. Berikutnya pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) mencapai Rp764,3 triliun atau 104,7% dari target.
Pajak bumi dan bangunan (PBB) serta pajak lainnya menyumbang Rp43,1 triliun atau 114,4% dari target. Kemudian PPh migas membukukan Rp68,8 triliun, realisasinya 96% dari target.
Hattrick, kali ketiga goals berturut-turut. Indonesia berhasil menorehkan prestasi keberhasilan dalam melampaui target penerimaan pajak yang ditetapkan selama tiga tahun berturut-turut sejak 2021 hingga 2023. Capaian ini patut disyukuri, mengingat dalam kilas balik ke tahun 2020, setoran pajak sempat jeblok akibat pandemi.
Kala itu, pajak tumbuh minus 19,6% atau hanya mencapai 89,4% dari target. Rasio perpajakan (tax ratio) pun anjlok ke 8,33% dari 9,77% pada 2019, jauh di bawah level ideal negara berkembang sebesar 15%. Tak butuh lama, pada 2021, setoran pajak kembali tumbuh positif 19,3%, terbantu oleh efek basis pertumbuhan yang rendah di tahun sebelumnya.
Bahkan, untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, capaian pajak berhasil melampaui target, yaitu 104% di atas target APBN 2021. Pada 2022, penerimaan pajak kembali tembus target untuk kedua kalinya, yakni 115,6% di atas target.
Saat itu, pajak selamat berkat harga komoditas dunia yang naik tinggi, hingga tumbuh dua digit sebesar 34,3%. Kinerja pajak juga terbantu oleh Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) jilid II dan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menambah setoran pajak.
Kini, penerimaan pajak 2023 pun kembali melampaui target untuk ketiga kalinya. Setoran pajak mampu melampaui batas konservatif dan tumbuh 8,9% sebesar Rp1.869,2 triliun, alias 102,8% di atas target.
Keberhasilan Indonesia dalam mencapai target penerimaan pajak saat ini telah berhasil dilewati tanpa berkah momentum ”temporer”, seperti ledakan harga komoditas, pengampunan pajak, dan kenaikan tarif PPN, sebagaimana yang terjadi di tahun 2022. Tidak ada pula efek basis pertumbuhan rendah yang mendongkrak kinerja pajak seperti tahun 2021.
Kinerja pajak 2023 mutlak didorong oleh peningkatan pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap wajib pajak terdaftar. Selain itu, pemerintah juga mengoptimalkan perluasan basis pajak, terutama di sektor ekonomi digital, serta membenahi pelayanan pajak bagi masyarakat.
Artinya, capaian fantastis ini tak lepas dari hasil sinergi antara kondisi ekonomi domestik yang stabil, peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, dan upaya DJP yang gencar dalam melakukan pengawasan dan pelayanan. Capaian tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah dalam mengelola keuangan negara, termasuk dalam membangun fondasi keuangan yang kuat di tengah ancaman gejolak ekonomi global.
Catatan dalam Capaian Kinerja Pajak
Pajak memiliki peran krusial dalam perekonomian suatu negara. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan utama bagi berbagai program pembangunan nasional. Selama ini porsi penerimaan perpajakan terhadap total penerimaan negara di atas 75%.
Hal yang sama juga berlaku di hampir semua negara, dimana porsi penerimaan negaranya didominasi dari perpajakan. Praktik tersebut selaras dengan teori pembangunan, penerimaan perpajakan mempunyai fungsi budgeter di samping fungsi regulasi.
Pasalnya, meskipun capaian kinerja perpajakan di Indonesia mengalami pertumbuhan positif, namun penerimaan perpajakan di Indonesia masih belum optimal dan tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain termasuk di ASEAN. Berdasarkan data Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), rata-rata rasio perpajakan ASEAN pada 2022 adalah 13,6%.
Indonesia ada di posisi terendah bersama Laos yang rasio pajaknya sebesar 10,39% pada 2022, di mana angka tersebut berada di bawah rata-rata kawasan. Selain itu, rasio perpajakan Indonesia juga masih kalah dari Kamboja (20,2%), Vietnam (15,8%), Thailand (15,5%), dan Filipina (15%). Tak hanya di ASEAN, di dunia pun, RI termasuk negara dengan tax ratio terendah.
Adapun beberapa faktor yang dapat menjelaskan rendahnya tax ratio tersebut salah satunya didorong oleh praktik penghindaran pajak oleh sejumlah besar pelaku usaha, adanya ketidaksetaraan dalam sistem perpajakan, informalitas ekonomi yang masih sangat tinggi, serta kurangnya kepatuhan wajib pajak. Artinya, meski saat ini penerimaan pajak di Indonesia telah mencapai target, namun masih banyak yang perlu dibenahi bersama.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya lebih lanjut dalam reformasi perpajakan dan peningkatan kesadaran pajak agar penerimaan pajak dapat memberikan kontribusi yang lebih substansial terhadap pembangunan ekonomi secara menyeluruh.
Optimalisasi Penerimaan Pajak di Indonesia
Signifikansi peran pajak tidak hanya sebatas sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah, tetapi juga sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan pajak digunakan untuk membiayai berbagai program publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan layanan sosial lainnya.
Selain itu, pajak juga berfungsi sebagai alat pengatur kebijakan ekonomi, yang dapat digunakan untuk mengendalikan inflasi, mengatur distribusi pendapatan, dan merangsang investasi. Oleh karenanya, mendorong optimalisasi penerimaan pajak menjadi suatu hal penting dalam menjaga keberlangsungan ekonomi nasional.
Hal itu karena penerimaan pajak yang meningkat akan dapat memberikan pemerintah lebih banyak ruang untuk mengalokasikan dana bagi proyek pembangunan nasional seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor kunci lainnya. Melalui dukungan fiskal yang memadai, pemerintah juga dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup.
Salah satu cara untuk mendorong optimalisasi penerimaan pajak ialah melalui perbaikan sistem perpajakan menjadi lebih efisien. Perbaikan sistem perpajakan merupakan suatu keniscayaan untuk memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam memenuhi kewajiban pajak para Wajib Pajak (WP).
Hal ini karena peningkatan aktivitas ekonomi cenderung membawa kompleksitas yang lebih besar dalam pelaporan pajak dan pengelolaan data keuangan. Oleh sebab itu, penerapan teknologi informasi yang canggih akan menjadi kunci dalam mempercepat dan memudahkan proses administratif.
Integrasi sistem online yang sederhana dan mudah diakses akan membantu Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban mereka dengan lebih efektif.
Selain itu, pencegahan terhadap praktik tax avoidance dan peningkatan tax compliance juga menjadi fondasi penting dalam memastikan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak semakin meningkat. Hal itu karena pelaku bisnis yang cerdik seringkali menggunakan celah dalam regulasi untuk mengurangi kewajiban pajak mereka.
Oleh karena itu, pemantauan yang ketat dan perubahan regulasi yang responsif menjadi kunci dalam menanggulangi praktek ini. Pemerintah perlu terus memperbarui peraturan perpajakan agar tetap relevan dengan dinamika bisnis modern.
Begitu juga dalam peningkatan tax compliance, di mana kesadaran dan pemahaman mengenai kewajiban pajak harus ditingkatkan melalui kampanye edukasi yang efektif. Program tersebut dapat mencakup penyuluhan, seminar, dan penggunaan media sosial untuk menyampaikan informasi mengenai pentingnya kontribusi pajak bagi pembangunan negara. Semakin tinggi kesadaran masyarakat, semakin besar juga kemungkinan masyarakat menjadi WP yang patuh.
Tidak hanya itu, pemanfaatan teknologi informasi dapat membantu meningkatkan efisiensi dalam administrasi perpajakan. Sistem perpajakan yang terintegrasi dan mudah diakses akan memberikan kenyamanan bagi WP, dan sekaligus membantu pemerintah dalam mengawasi transaksi keuangan dengan lebih cermat.
Sehingga, melalui adanya teknologi, maka pencegahan tax avoidance dapat dilakukan lebih efektif, dan pengawasan terhadap tax compliance dapat ditingkatkan. Keberhasilan Indonesia dalam mendorong optimalisasi penerimaan pajak tersebut akan dapat membangun fondasi yang kuat untuk meraih potensi ekonominya secara penuh.
Hal ini karena optimalisasi penerimaan pajak bukan hanya tentang meningkatkan jumlah uang yang masuk ke kas negara, tetapi juga menciptakan dasar keuangan yang stabil untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Melalui strategi yang bijak dan perbaikan terus-menerus dalam sistem perpajakan, Indonesia dapat membangun fondasi yang kuat menuju kemandirian fiskal yang lebih baik. Semoga.
(poe)