Suarakan Solidaritas, OIC Youth Indonesia Gelar Seminar soal Uighur
loading...
A
A
A
Abdulhakim menjelaskan, dalam perjalanan seminar mereka, pihaknya membawa laporan dan buku untuk menguraikan situasi di Uighur, membahas islamofobia, serta memberikan pemahaman mendalam mengenai sejarah dan budaya Uighur.
"Misi Center for Uighur Studies adalah mempelajari sejarah, budaya, politik Uighur, dan mempromosikan karya sastra serta tokoh sejarah Uighur kepada dunia," ucapnya.
Dia juga menyampaikan hasil penilaian UN Human Rights Office of the High Commissioner (OHCHR) terhadap kekhawatiran hak asasi manusia di Wilayah Otonom Uighur Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok.
"OHCHR menyuarakan keprihatinan yang serius terhadap situasi di Xinjiang, yang semakin menunjukkan urgensi untuk tindakan internasional," pungkasnya.
Masih di forum yang sama, Imam Sopyan menyoroti sejarah panjang bangsa Uighur sejak abad 5 dan 6. Ia menyampaikan bahwa situasi HAM yang dialami dapat dikategorikan sebagai genosida.
"Dari pendekatan budaya dan peradaban, akan sangat disayangkan jika bangsa Uighur terhapus dan punah," ujarnya.
Sekjen OIC Youth Indonesia Adlan Athori, selaku ketua penyelenggara seminar menyampaikan, konferensi ini memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan, aktivis, dan masyarakat umum untuk mendengarkan pembaruan terkini mengenai isu Uyghur dan bersatu dalam menyuarakan keadilan.
"Berharap melalui kesadaran dan solidaritas yang terbangun, kita dapat berkontribusi pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat Uighur," pungkasnya.
"Misi Center for Uighur Studies adalah mempelajari sejarah, budaya, politik Uighur, dan mempromosikan karya sastra serta tokoh sejarah Uighur kepada dunia," ucapnya.
Dia juga menyampaikan hasil penilaian UN Human Rights Office of the High Commissioner (OHCHR) terhadap kekhawatiran hak asasi manusia di Wilayah Otonom Uighur Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok.
"OHCHR menyuarakan keprihatinan yang serius terhadap situasi di Xinjiang, yang semakin menunjukkan urgensi untuk tindakan internasional," pungkasnya.
Masih di forum yang sama, Imam Sopyan menyoroti sejarah panjang bangsa Uighur sejak abad 5 dan 6. Ia menyampaikan bahwa situasi HAM yang dialami dapat dikategorikan sebagai genosida.
"Dari pendekatan budaya dan peradaban, akan sangat disayangkan jika bangsa Uighur terhapus dan punah," ujarnya.
Sekjen OIC Youth Indonesia Adlan Athori, selaku ketua penyelenggara seminar menyampaikan, konferensi ini memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan, aktivis, dan masyarakat umum untuk mendengarkan pembaruan terkini mengenai isu Uyghur dan bersatu dalam menyuarakan keadilan.
"Berharap melalui kesadaran dan solidaritas yang terbangun, kita dapat berkontribusi pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh masyarakat Uighur," pungkasnya.
(maf)