Menanti Drone Kamikaze Made In Indonesia
loading...
A
A
A
Walaupun keunggalan sama, Rajata diklaim akan menjadi drone termurah di dunia. Sebagai perbandingan, drone Kamikaze termurah saat ini adalah Warmate. Alutsista yang dikembangkan WB Electronics Polandia pada 2012 ini berbobot kurang dari 6 kg, bisa terbang di ketinggian 150m – 300m, dan memiliki kecepatan 150 km/jam.
Berangkat dari diskripsi awal tentang pengembangan drone Kamikaze TNI AL dan capaian yang telah digapai Rajata, siapapun optimistis harapan negeri ini bisa memproduksi drone Kamikaze secara mandiri. Belajar dari proyek Elang Hitam, jangan sampai projek yang sudah setengah jalan itu tidak berlanjut alias berhenti pada prototipe. Terlebih, kehadiran drone Kamikaze telah menjadi bagian penting dalam beberapa medan laga modern yang pecah beberapa tahun belakangan, dan menjadi solusi ekonomis mencapai kemenangan.
Warna Baru di Palagan Dunia
Bila melihat konsepsi tentang perang modern seperti dijelaskan The Oxford History of Modern Warfare, maka kehadiran drone Kamikaze merupakan bagian metamorfis perang modern sejak bubuk mesiu ditemukan dan menjadi game changer peperangan. Penggunaan drone Kamikaze menjadi aktor alutsista terbaru yang mewarnai perang kontemporer termutakhir saat ini.
Dalam beberapa catatan, drone Kamikaze sudah digunakan dalam perang Azerbaijan vs Armenia untuk memperebutkan Nagorno-Karabakh pada 2020. Penggunaannya menemukan momentum pada perang Rusia vs Ukraina. Berdasar laporan BBC Indonesia bertajuk Perang Ukraina: Bagaimana Rusia Menggunakan Drone Kamikaze untuk Menggempur Kyiv?, Rusia diyakini menggunakan drone Shahed-136 buatan Iran sejak September 2022. Namun belakangan Iran membantah klaim tersebut.
baca juga: Drone Kamikaze Jatuh di Timur Moskow, Rusia Waspada
Drone Kamikaze yang dijuluki negeri Papa Beruang sebagai Geranium-2 itu memiliki bahan peledak pada hulu ledak di bagian hidungnya. Selain harganya murah, yakni sekitar USD20.000 atau sekitar Rp309 juta, Shahed-136 mampu terbang rendah hingga tidak mudah tertangkap radar. Beberapa target strategis yang diduga menjadi korbannya antara lain pangkalan militer Rusia di Saky, Krimea barat; pangkalan udara dekat Sevastopol; dan kapal-kapal Rusia di Pelabuhan Sevastopol.
Pada perkembangannya, Rusia menggunakan drone Kamikaze buatan sendiri, yakni Lancet. Drone Lancet yang bermuatan hingga 3 kg bahan peledak, mampu terbang rendah untuk menghindari deteksi, lincah bermanuver, dilaporkan The Telegraph sebagai ancaman besar bagi artileri Ukraina.
Selain karakternya yang unik, Lancet atau drone Kamikaze lainnya ‘terlalu mahal’ untuk ditangkal dengan sistem rudal pertahanan udara. Selain di palagan Eropa Timur, penggunaan drone juga nyaring terdengar dalam perang gerilya yang dilakukan Hamas melawan Israle Defense Force (IDF).
Penggunaan drone Kamikaze sangat strategis untuk mendukung implementasi perang asimetris (asymmetric warfare). Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, Hamas terbukti mampu merepotkan kekuatan Israel yang memiliki alutsista canggih dan tak terbatas.
Berangkat dari diskripsi awal tentang pengembangan drone Kamikaze TNI AL dan capaian yang telah digapai Rajata, siapapun optimistis harapan negeri ini bisa memproduksi drone Kamikaze secara mandiri. Belajar dari proyek Elang Hitam, jangan sampai projek yang sudah setengah jalan itu tidak berlanjut alias berhenti pada prototipe. Terlebih, kehadiran drone Kamikaze telah menjadi bagian penting dalam beberapa medan laga modern yang pecah beberapa tahun belakangan, dan menjadi solusi ekonomis mencapai kemenangan.
Warna Baru di Palagan Dunia
Bila melihat konsepsi tentang perang modern seperti dijelaskan The Oxford History of Modern Warfare, maka kehadiran drone Kamikaze merupakan bagian metamorfis perang modern sejak bubuk mesiu ditemukan dan menjadi game changer peperangan. Penggunaan drone Kamikaze menjadi aktor alutsista terbaru yang mewarnai perang kontemporer termutakhir saat ini.
Dalam beberapa catatan, drone Kamikaze sudah digunakan dalam perang Azerbaijan vs Armenia untuk memperebutkan Nagorno-Karabakh pada 2020. Penggunaannya menemukan momentum pada perang Rusia vs Ukraina. Berdasar laporan BBC Indonesia bertajuk Perang Ukraina: Bagaimana Rusia Menggunakan Drone Kamikaze untuk Menggempur Kyiv?, Rusia diyakini menggunakan drone Shahed-136 buatan Iran sejak September 2022. Namun belakangan Iran membantah klaim tersebut.
baca juga: Drone Kamikaze Jatuh di Timur Moskow, Rusia Waspada
Drone Kamikaze yang dijuluki negeri Papa Beruang sebagai Geranium-2 itu memiliki bahan peledak pada hulu ledak di bagian hidungnya. Selain harganya murah, yakni sekitar USD20.000 atau sekitar Rp309 juta, Shahed-136 mampu terbang rendah hingga tidak mudah tertangkap radar. Beberapa target strategis yang diduga menjadi korbannya antara lain pangkalan militer Rusia di Saky, Krimea barat; pangkalan udara dekat Sevastopol; dan kapal-kapal Rusia di Pelabuhan Sevastopol.
Pada perkembangannya, Rusia menggunakan drone Kamikaze buatan sendiri, yakni Lancet. Drone Lancet yang bermuatan hingga 3 kg bahan peledak, mampu terbang rendah untuk menghindari deteksi, lincah bermanuver, dilaporkan The Telegraph sebagai ancaman besar bagi artileri Ukraina.
Selain karakternya yang unik, Lancet atau drone Kamikaze lainnya ‘terlalu mahal’ untuk ditangkal dengan sistem rudal pertahanan udara. Selain di palagan Eropa Timur, penggunaan drone juga nyaring terdengar dalam perang gerilya yang dilakukan Hamas melawan Israle Defense Force (IDF).
Penggunaan drone Kamikaze sangat strategis untuk mendukung implementasi perang asimetris (asymmetric warfare). Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, Hamas terbukti mampu merepotkan kekuatan Israel yang memiliki alutsista canggih dan tak terbatas.