Menanti Drone Kamikaze Made In Indonesia
loading...
A
A
A
ASA Indonesia mampu membuat drone Kamikaze mencuat kala Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali mengungkapkan Sekolah Staf Angkatan Laut (Seskoal) Angkatan Ke-61 berhasil menciptakan drone untuk misi bunuh diri tersebut.
baca juga: Perbandingan Drone Kamikaze Hamas dan Israel, Canggih Mana?
Inovasi karya salah satu Perwira Siswa (Pasis) Pendidikan Reguler (Dikreg) bernama Mayor Laut (T) Cahya Kusuma itu mengindikasikan kapasitas SDM Indonesia tak kalah dibanding negara maju, termasuk menciptakan drone Kamikaze. Bagi TNI AL, hadirnya drone Kamikaze bisa dimanfaatkan untuk mendukung implementasi strategi perang gerilya di laut, yang diarahkan untuk mengeliminir kapal perang permukaan.
Berdasarkan hasil uji coba, drone mampu terbang pada jarak 10.000 meter dan pada ketinggian 80 meter, mampu mencapai kecepatan jelajah 80 km/jam dengan posisi throttle 30%, serta dapat mencapai kecepatan maksimal kurang lebih 200 km/jam.
Sebenarnya, munculnya proyek drone Kamikaze made in Indonesia sudah terlebih dulu disampaikan PT Dahana. Bahkan, pada 2022 lalu drone Kamikaze yang diistilahkan sebagai loitering munition Rajata itu telah dipaparkan langsung di depan Presiden Jokowi saat mengunjungi booth DEFEND ID dalam Pameran Indo Defence 2022.
baca juga: Menyiapkan Drone untuk Kekuatan Masa Depan TNI
Pada momen tersebut Rajata meraih penghargaan Balitbang Kementerian Pertahanan, dan Kepala Staf Angkatan Darat telah memerintahkan agar Rajata terus disempurnakan. Diungkapkan Direktur Teknologi dan Pengembangan DAHANA, Suhendra Yusuf RPN, Rajata telah dikembangkan sejak akhir Oktober 2021 melalui development team yang berlatar ilmu penerbangan (aerodinamik dan aviasi).
Langkah tersebut merespons dinamika teknologi alutsista yang digunakan dalam perang Rusia vs Ukraina. Beberapa bulan kemudian Rajata uji coba, dan hasilnya teknologi Rajata memungkinkan personel yang menggunakannya dapat menghancurkan target tanpa diketahui musuh.Berdasar uji coba pula, Rajata diyakini bisa menjadi alternatif solusi penggunaan rudal karena nilainya lebih ekonomis, dan di sisi lain memiliki tingkat akurasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan roket.
Ternyata kemampuan yang telah dicapai tidaklah cukup. Dahana terus melakukan proses penyempurnaan, termasuk mengarah pada pengembangan teknologi pembatalan yang memastikan Rajata aman terhadap warga sipil yang ada di wilayah perang. Dahana meyakini, kemampuan Rajata tidak kalah dengan drone Kamikaze papan atas dunia seperti seperti Kalashnikov milik Rusia, Warmate Polandia, Switchblade Amerika, dan Hero-30 Israel.
baca juga: Gerombolan Drone Kamikaze Serang Pangkalan AS di Suriah
Walaupun keunggalan sama, Rajata diklaim akan menjadi drone termurah di dunia. Sebagai perbandingan, drone Kamikaze termurah saat ini adalah Warmate. Alutsista yang dikembangkan WB Electronics Polandia pada 2012 ini berbobot kurang dari 6 kg, bisa terbang di ketinggian 150m – 300m, dan memiliki kecepatan 150 km/jam.
Berangkat dari diskripsi awal tentang pengembangan drone Kamikaze TNI AL dan capaian yang telah digapai Rajata, siapapun optimistis harapan negeri ini bisa memproduksi drone Kamikaze secara mandiri. Belajar dari proyek Elang Hitam, jangan sampai projek yang sudah setengah jalan itu tidak berlanjut alias berhenti pada prototipe. Terlebih, kehadiran drone Kamikaze telah menjadi bagian penting dalam beberapa medan laga modern yang pecah beberapa tahun belakangan, dan menjadi solusi ekonomis mencapai kemenangan.
Warna Baru di Palagan Dunia
Bila melihat konsepsi tentang perang modern seperti dijelaskan The Oxford History of Modern Warfare, maka kehadiran drone Kamikaze merupakan bagian metamorfis perang modern sejak bubuk mesiu ditemukan dan menjadi game changer peperangan. Penggunaan drone Kamikaze menjadi aktor alutsista terbaru yang mewarnai perang kontemporer termutakhir saat ini.
Dalam beberapa catatan, drone Kamikaze sudah digunakan dalam perang Azerbaijan vs Armenia untuk memperebutkan Nagorno-Karabakh pada 2020. Penggunaannya menemukan momentum pada perang Rusia vs Ukraina. Berdasar laporan BBC Indonesia bertajuk Perang Ukraina: Bagaimana Rusia Menggunakan Drone Kamikaze untuk Menggempur Kyiv?, Rusia diyakini menggunakan drone Shahed-136 buatan Iran sejak September 2022. Namun belakangan Iran membantah klaim tersebut.
baca juga: Drone Kamikaze Jatuh di Timur Moskow, Rusia Waspada
Drone Kamikaze yang dijuluki negeri Papa Beruang sebagai Geranium-2 itu memiliki bahan peledak pada hulu ledak di bagian hidungnya. Selain harganya murah, yakni sekitar USD20.000 atau sekitar Rp309 juta, Shahed-136 mampu terbang rendah hingga tidak mudah tertangkap radar. Beberapa target strategis yang diduga menjadi korbannya antara lain pangkalan militer Rusia di Saky, Krimea barat; pangkalan udara dekat Sevastopol; dan kapal-kapal Rusia di Pelabuhan Sevastopol.
Pada perkembangannya, Rusia menggunakan drone Kamikaze buatan sendiri, yakni Lancet. Drone Lancet yang bermuatan hingga 3 kg bahan peledak, mampu terbang rendah untuk menghindari deteksi, lincah bermanuver, dilaporkan The Telegraph sebagai ancaman besar bagi artileri Ukraina.
Selain karakternya yang unik, Lancet atau drone Kamikaze lainnya ‘terlalu mahal’ untuk ditangkal dengan sistem rudal pertahanan udara. Selain di palagan Eropa Timur, penggunaan drone juga nyaring terdengar dalam perang gerilya yang dilakukan Hamas melawan Israle Defense Force (IDF).
Penggunaan drone Kamikaze sangat strategis untuk mendukung implementasi perang asimetris (asymmetric warfare). Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, Hamas terbukti mampu merepotkan kekuatan Israel yang memiliki alutsista canggih dan tak terbatas.
Menurut sejumlah laporan, Hamas memanfaatkan drone Kamikaze untuk melakukan gempuran susulan, setelah first strike yang dilakukan roket murah meriah, yakni roket Qassam dan roket Tamir, merobek sistem pertahanan Iron Dome yang diandalkan Israel untuk menjaga wilayahnya. Analisis badan intelijen drone swasta DroneSec menunjukkan ada dua jenis drone yang digunakan, yakni drone FPV murah dilengkapi bahan peledak, dan drone sayap tetap baru yang juga bermuatan amunisi.
Armada drone sederhana terbukti sukses membantu membuka jalan bagi serangan darat pasukan Hamas. Hebatnya, sasaran drone Kamikaze Hamas terarah pada menara penjaga, menara keamanan, pos perbatasan, menara komunikasi, dan kamera CCTV yang memiliki pengenalan wajah.
baca juga: Pasukan Rusia Gelar Latihan Drone Kamikaze, Lihat Aksi Serunya!
Alutsista buatan Hamas yang di antaranya dinamai Zouari - diambil dari nama Mohamed Zouari, inisiator drone yang terbunuh pada 2016 - bahkan berhasil menghanguskan Tank Merkava-4 yang konon dianggap tercanggih di dunia. Analisis menyebut, penggunaan drone sangat efektif karena sistem pertahanan Israel dirancang untuk menargetkan rudal, bukan serangan drone, termasuk drone Kamikaze.
Mendukung Implementasi Taktik Gerilya
Belajar dari pengalaman dua palagan perang modern di Eropa Timur dan Timur Tengah, maka penggunaan drone Kamikaze sangat efisien karena harganya murah, dapat diandalkan menembus pertahanan udara, mampu menyasar target sasaran secara tepat, dan memiliki mobilitas tinggi karena bisa dipindahkan secara cepat.
Drone Kamikaze mampu menjadi alternatif solusi penggunaan rudal karena nilainya yang lebih ekonomis, serta memiliki tingkat akurasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan roket. Tak kalah penting, drone Kamikaze bisa menjadi alutsista penting untuk mengimplementasikan konsep pertahanan negeri ini, termasuk mengimplementasikan taktik gerilya aspek laut.
Drone Kamikaze maritim menjadi alutsista tepat untuk menjadi pendukung strategi Perisai Samudera Nusantara yang merupakan bagian Perisai Trisula Nusantara untuk matra laut. Tentu akan sangat mahal bagi Indonesia untuk melulu mengandalkan rudal kelas kakap untuk menjadi benteng pertahanan laut, karena sangat mahal harganya, seperti surface to air missile (SAM), surface to surface missile (SSM) 180 km, torpedo 17 km, rudal pertahanan pantai Brahmos yang rencananya akan diakuisisi, dan lainnya.
baca juga: Inilah Lancet, Drone Kamikaze Rusia yang Pusingkan Pertahanan Ukraina
Dengan kemampuan mengeliminasi kapal permukaan dan bisa digotong dengan kapal cepat rudal (KCR) atau kapal boat yang bisa mobile, maka drone Kamikaze maritim menjadi pilihan yang sangat tepat. Dengan pemahaman seperti itu, drone Kamikaze maritim sangat mendukung penerapan taktik gerilya yang salah satu karakternya adalah diarahkan untuk mengikat musuh sebanyak-banyaknya, membuat lelah, memeras darah, keringat dan urat saraf sebanyak mungkin.
Tujuan ini dilakukan dengan taktik muncul dan menghilang atau hit and run, sehingga musuh tidak mudah menemukan posisi, tapi sebaliknya merasakan serangan dari banyak tempat. Palagan Rusia vs Ukraina dan Hamas vs Israel membuktikan drone Kamikaze juga bisa menjadi solusi murah-meriah mendukung taktik matra darat, dalam hal ini menjembatani kebutuhan rudal yang sangat mahal harganya dan roket yang memiliki kekurangan dalam presisi target serangan.
Tak kalah pentingnya, drone Kamikaze seperti Rajata dapat dimanfaatkan untuk operasi anti-gerilya, termasuk menghancurkan markas atau pergerakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Namun keunggulan drone Kamikaze yang ekonomis mustahil tercapai bila produk alutsista tersebut harus dibeli TNI dari negara lain, bukan produksi dalam negeri. Karena itu, kehadiran drone Kamikaze maritim maupun Rajata patut ditunggu. (*)
baca juga: Perbandingan Drone Kamikaze Hamas dan Israel, Canggih Mana?
Inovasi karya salah satu Perwira Siswa (Pasis) Pendidikan Reguler (Dikreg) bernama Mayor Laut (T) Cahya Kusuma itu mengindikasikan kapasitas SDM Indonesia tak kalah dibanding negara maju, termasuk menciptakan drone Kamikaze. Bagi TNI AL, hadirnya drone Kamikaze bisa dimanfaatkan untuk mendukung implementasi strategi perang gerilya di laut, yang diarahkan untuk mengeliminir kapal perang permukaan.
Berdasarkan hasil uji coba, drone mampu terbang pada jarak 10.000 meter dan pada ketinggian 80 meter, mampu mencapai kecepatan jelajah 80 km/jam dengan posisi throttle 30%, serta dapat mencapai kecepatan maksimal kurang lebih 200 km/jam.
Sebenarnya, munculnya proyek drone Kamikaze made in Indonesia sudah terlebih dulu disampaikan PT Dahana. Bahkan, pada 2022 lalu drone Kamikaze yang diistilahkan sebagai loitering munition Rajata itu telah dipaparkan langsung di depan Presiden Jokowi saat mengunjungi booth DEFEND ID dalam Pameran Indo Defence 2022.
baca juga: Menyiapkan Drone untuk Kekuatan Masa Depan TNI
Pada momen tersebut Rajata meraih penghargaan Balitbang Kementerian Pertahanan, dan Kepala Staf Angkatan Darat telah memerintahkan agar Rajata terus disempurnakan. Diungkapkan Direktur Teknologi dan Pengembangan DAHANA, Suhendra Yusuf RPN, Rajata telah dikembangkan sejak akhir Oktober 2021 melalui development team yang berlatar ilmu penerbangan (aerodinamik dan aviasi).
Langkah tersebut merespons dinamika teknologi alutsista yang digunakan dalam perang Rusia vs Ukraina. Beberapa bulan kemudian Rajata uji coba, dan hasilnya teknologi Rajata memungkinkan personel yang menggunakannya dapat menghancurkan target tanpa diketahui musuh.Berdasar uji coba pula, Rajata diyakini bisa menjadi alternatif solusi penggunaan rudal karena nilainya lebih ekonomis, dan di sisi lain memiliki tingkat akurasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan roket.
Ternyata kemampuan yang telah dicapai tidaklah cukup. Dahana terus melakukan proses penyempurnaan, termasuk mengarah pada pengembangan teknologi pembatalan yang memastikan Rajata aman terhadap warga sipil yang ada di wilayah perang. Dahana meyakini, kemampuan Rajata tidak kalah dengan drone Kamikaze papan atas dunia seperti seperti Kalashnikov milik Rusia, Warmate Polandia, Switchblade Amerika, dan Hero-30 Israel.
baca juga: Gerombolan Drone Kamikaze Serang Pangkalan AS di Suriah
Walaupun keunggalan sama, Rajata diklaim akan menjadi drone termurah di dunia. Sebagai perbandingan, drone Kamikaze termurah saat ini adalah Warmate. Alutsista yang dikembangkan WB Electronics Polandia pada 2012 ini berbobot kurang dari 6 kg, bisa terbang di ketinggian 150m – 300m, dan memiliki kecepatan 150 km/jam.
Berangkat dari diskripsi awal tentang pengembangan drone Kamikaze TNI AL dan capaian yang telah digapai Rajata, siapapun optimistis harapan negeri ini bisa memproduksi drone Kamikaze secara mandiri. Belajar dari proyek Elang Hitam, jangan sampai projek yang sudah setengah jalan itu tidak berlanjut alias berhenti pada prototipe. Terlebih, kehadiran drone Kamikaze telah menjadi bagian penting dalam beberapa medan laga modern yang pecah beberapa tahun belakangan, dan menjadi solusi ekonomis mencapai kemenangan.
Warna Baru di Palagan Dunia
Bila melihat konsepsi tentang perang modern seperti dijelaskan The Oxford History of Modern Warfare, maka kehadiran drone Kamikaze merupakan bagian metamorfis perang modern sejak bubuk mesiu ditemukan dan menjadi game changer peperangan. Penggunaan drone Kamikaze menjadi aktor alutsista terbaru yang mewarnai perang kontemporer termutakhir saat ini.
Dalam beberapa catatan, drone Kamikaze sudah digunakan dalam perang Azerbaijan vs Armenia untuk memperebutkan Nagorno-Karabakh pada 2020. Penggunaannya menemukan momentum pada perang Rusia vs Ukraina. Berdasar laporan BBC Indonesia bertajuk Perang Ukraina: Bagaimana Rusia Menggunakan Drone Kamikaze untuk Menggempur Kyiv?, Rusia diyakini menggunakan drone Shahed-136 buatan Iran sejak September 2022. Namun belakangan Iran membantah klaim tersebut.
baca juga: Drone Kamikaze Jatuh di Timur Moskow, Rusia Waspada
Drone Kamikaze yang dijuluki negeri Papa Beruang sebagai Geranium-2 itu memiliki bahan peledak pada hulu ledak di bagian hidungnya. Selain harganya murah, yakni sekitar USD20.000 atau sekitar Rp309 juta, Shahed-136 mampu terbang rendah hingga tidak mudah tertangkap radar. Beberapa target strategis yang diduga menjadi korbannya antara lain pangkalan militer Rusia di Saky, Krimea barat; pangkalan udara dekat Sevastopol; dan kapal-kapal Rusia di Pelabuhan Sevastopol.
Pada perkembangannya, Rusia menggunakan drone Kamikaze buatan sendiri, yakni Lancet. Drone Lancet yang bermuatan hingga 3 kg bahan peledak, mampu terbang rendah untuk menghindari deteksi, lincah bermanuver, dilaporkan The Telegraph sebagai ancaman besar bagi artileri Ukraina.
Selain karakternya yang unik, Lancet atau drone Kamikaze lainnya ‘terlalu mahal’ untuk ditangkal dengan sistem rudal pertahanan udara. Selain di palagan Eropa Timur, penggunaan drone juga nyaring terdengar dalam perang gerilya yang dilakukan Hamas melawan Israle Defense Force (IDF).
Penggunaan drone Kamikaze sangat strategis untuk mendukung implementasi perang asimetris (asymmetric warfare). Dengan keterbatasan sumber daya yang dimiliki, Hamas terbukti mampu merepotkan kekuatan Israel yang memiliki alutsista canggih dan tak terbatas.
Menurut sejumlah laporan, Hamas memanfaatkan drone Kamikaze untuk melakukan gempuran susulan, setelah first strike yang dilakukan roket murah meriah, yakni roket Qassam dan roket Tamir, merobek sistem pertahanan Iron Dome yang diandalkan Israel untuk menjaga wilayahnya. Analisis badan intelijen drone swasta DroneSec menunjukkan ada dua jenis drone yang digunakan, yakni drone FPV murah dilengkapi bahan peledak, dan drone sayap tetap baru yang juga bermuatan amunisi.
Armada drone sederhana terbukti sukses membantu membuka jalan bagi serangan darat pasukan Hamas. Hebatnya, sasaran drone Kamikaze Hamas terarah pada menara penjaga, menara keamanan, pos perbatasan, menara komunikasi, dan kamera CCTV yang memiliki pengenalan wajah.
baca juga: Pasukan Rusia Gelar Latihan Drone Kamikaze, Lihat Aksi Serunya!
Alutsista buatan Hamas yang di antaranya dinamai Zouari - diambil dari nama Mohamed Zouari, inisiator drone yang terbunuh pada 2016 - bahkan berhasil menghanguskan Tank Merkava-4 yang konon dianggap tercanggih di dunia. Analisis menyebut, penggunaan drone sangat efektif karena sistem pertahanan Israel dirancang untuk menargetkan rudal, bukan serangan drone, termasuk drone Kamikaze.
Mendukung Implementasi Taktik Gerilya
Belajar dari pengalaman dua palagan perang modern di Eropa Timur dan Timur Tengah, maka penggunaan drone Kamikaze sangat efisien karena harganya murah, dapat diandalkan menembus pertahanan udara, mampu menyasar target sasaran secara tepat, dan memiliki mobilitas tinggi karena bisa dipindahkan secara cepat.
Drone Kamikaze mampu menjadi alternatif solusi penggunaan rudal karena nilainya yang lebih ekonomis, serta memiliki tingkat akurasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan roket. Tak kalah penting, drone Kamikaze bisa menjadi alutsista penting untuk mengimplementasikan konsep pertahanan negeri ini, termasuk mengimplementasikan taktik gerilya aspek laut.
Drone Kamikaze maritim menjadi alutsista tepat untuk menjadi pendukung strategi Perisai Samudera Nusantara yang merupakan bagian Perisai Trisula Nusantara untuk matra laut. Tentu akan sangat mahal bagi Indonesia untuk melulu mengandalkan rudal kelas kakap untuk menjadi benteng pertahanan laut, karena sangat mahal harganya, seperti surface to air missile (SAM), surface to surface missile (SSM) 180 km, torpedo 17 km, rudal pertahanan pantai Brahmos yang rencananya akan diakuisisi, dan lainnya.
baca juga: Inilah Lancet, Drone Kamikaze Rusia yang Pusingkan Pertahanan Ukraina
Dengan kemampuan mengeliminasi kapal permukaan dan bisa digotong dengan kapal cepat rudal (KCR) atau kapal boat yang bisa mobile, maka drone Kamikaze maritim menjadi pilihan yang sangat tepat. Dengan pemahaman seperti itu, drone Kamikaze maritim sangat mendukung penerapan taktik gerilya yang salah satu karakternya adalah diarahkan untuk mengikat musuh sebanyak-banyaknya, membuat lelah, memeras darah, keringat dan urat saraf sebanyak mungkin.
Tujuan ini dilakukan dengan taktik muncul dan menghilang atau hit and run, sehingga musuh tidak mudah menemukan posisi, tapi sebaliknya merasakan serangan dari banyak tempat. Palagan Rusia vs Ukraina dan Hamas vs Israel membuktikan drone Kamikaze juga bisa menjadi solusi murah-meriah mendukung taktik matra darat, dalam hal ini menjembatani kebutuhan rudal yang sangat mahal harganya dan roket yang memiliki kekurangan dalam presisi target serangan.
Tak kalah pentingnya, drone Kamikaze seperti Rajata dapat dimanfaatkan untuk operasi anti-gerilya, termasuk menghancurkan markas atau pergerakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua. Namun keunggulan drone Kamikaze yang ekonomis mustahil tercapai bila produk alutsista tersebut harus dibeli TNI dari negara lain, bukan produksi dalam negeri. Karena itu, kehadiran drone Kamikaze maritim maupun Rajata patut ditunggu. (*)
(hdr)