Pemerintah Harus Batalkan Rencana Angkat Pejabat Polri Jadi Plt Gubernur
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin mengganggap, rencana pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang akan mengangkat pejabat tinggi Polri menjadi Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara melanggar Undang-undang (UU).
Menurut Irman, UU yang dimaksud adalah UU Pilkada dan peraturan pemerintah yang mengatur Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, jabatan ASN tertentu yang dapat diisi anggota Polri hanya berada di instansi pusat.
(Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Mendagri Mending Diganti Jenderal Polisi Aktif )
Sehingga, perwira Polri yang dapat menjadi Penjabat gubernur, harus terlebih dahulu telah menduduki jabatan pimpinan tinggi madya di instansi pusat, bukan jabatan “setingkat” yang bisa dicaplok secara langsung dari Polri.
"Karena jabatan “setingkat” tidak dibolehkan oleh UU cq konstitusi," ujar Irman kepada Sindonews, Minggu (28/1/2018).
Irman menilai, rencana penunjukan Pati Polri yang sedang menduduki jabatan di Kepolisian Negara RI yang tidak tergolong jabatan Pimpinan Tiggi Madya seperti dimaksud UU Pilkada cq UU ASN adalah inkonstitusional. Pakar Tata Negara Minta Pemerintah Batalkan Rencana Angkat Pejabat Polri Jadi Plt Gubernur. Karenanya, harus dibatalkan.
(Baca juga: Penjabat Gubernur Diisi Pati Polri Dinilai Bertentangan dengan UU )
Selain itu, bahwa jantung konstitusi dan refomasi adalah berada pada Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian 2002 bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Perlu juga dicermati bahwa jikalau kemudian Kemendagri memudahkan anggota Polri untuk dijadikan personil pemerintahan, maka hal ini jangan sampai akan menjadi eskalasi metamorfosa Polri akan dijadikan institusi dibawah Kemendagri, tentunya ini bertentangan dengan konstitusi," pungkasnya.
Menurut Irman, UU yang dimaksud adalah UU Pilkada dan peraturan pemerintah yang mengatur Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, jabatan ASN tertentu yang dapat diisi anggota Polri hanya berada di instansi pusat.
(Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Mendagri Mending Diganti Jenderal Polisi Aktif )
Sehingga, perwira Polri yang dapat menjadi Penjabat gubernur, harus terlebih dahulu telah menduduki jabatan pimpinan tinggi madya di instansi pusat, bukan jabatan “setingkat” yang bisa dicaplok secara langsung dari Polri.
"Karena jabatan “setingkat” tidak dibolehkan oleh UU cq konstitusi," ujar Irman kepada Sindonews, Minggu (28/1/2018).
Irman menilai, rencana penunjukan Pati Polri yang sedang menduduki jabatan di Kepolisian Negara RI yang tidak tergolong jabatan Pimpinan Tiggi Madya seperti dimaksud UU Pilkada cq UU ASN adalah inkonstitusional. Pakar Tata Negara Minta Pemerintah Batalkan Rencana Angkat Pejabat Polri Jadi Plt Gubernur. Karenanya, harus dibatalkan.
(Baca juga: Penjabat Gubernur Diisi Pati Polri Dinilai Bertentangan dengan UU )
Selain itu, bahwa jantung konstitusi dan refomasi adalah berada pada Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian 2002 bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Perlu juga dicermati bahwa jikalau kemudian Kemendagri memudahkan anggota Polri untuk dijadikan personil pemerintahan, maka hal ini jangan sampai akan menjadi eskalasi metamorfosa Polri akan dijadikan institusi dibawah Kemendagri, tentunya ini bertentangan dengan konstitusi," pungkasnya.
(pur)