Kampanye Pemilu 2024: Antara Gimmick, Gagasan dan Elektabilitas
loading...
A
A
A
Herik Kurniawan
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
DALAM pemilu, gagasan adalah buah pemikiran positif dari para kontestan yang ditawarkan pada rakyat agar mereka dipilih dan kemudian mewujudkannya. Isinya, secara rasional harus dapat dilaksanakan untuk kepentingan kemajuan rakyat, bangsa dan negara.
baca juga: Kampanye Pilpres 2024, Wapres: Kalau Tonjolkan Gimmick, Tidak Betul
Ada berjuta gagasan yang dimiliki para kontestan, namun tidak semuanya bisa disampaikan secara komprehensif, maka gimmick menjadi jalan keluarnya. Menurut Collins Dictionary, gimmick merupakan tindakan yang tidak biasa dan tidak perlu yang tujuannya adalah untuk menarik perhatian atau publisitas.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gimmick adalah gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran, bisa juga sesuatu alat atau trik yang digunakan untuk menarik perhatian. Gimmick bisa berwujud apa saja, antara lain bisa berbentuk kata-kata, bahasa tubuh seperti berjoget, ciri-ciri fisik seperti rambut.
Dalam konteks komunikasi, gimmick adalah salah satu strategi untuk menyampaikan pesan agar memberikan dampak yang diinginkan pengirim pesan. Gimmick tidak hanya muncul begitu saja, tapi bisa juga sengaja dimunculkan.
Dalam dunia hiburan kita mengenal komedian Azis Gagap yang menjadikan gimmick tergagap-gagap sebagai ciri khasnya yang kemudian sukses membuat pesan-pesan lucunya disambut derai tawa penonton. Begitu juga Haji Bolot, yang membuat kekurangan pendengaran sebagai gimmick dalam aksi panggungnya. Di dua nyata, Azis Gagap tidak gagap, dan Haji Bolot sama sekali tidak terganggu pendengarannya. Tapi begitulah gimmick.
Tujuan gimmick adalah membangun relasi antara si pemilik gimmick dengan publik. Gimmick dibuat agar orang dengan cepat terkesan dan menyukai. Bila sudah menyukai, dalam konteks Pemilu, langkah berikutnya berharap publik memilih dirinya.
baca juga: Pentingnya Pilih Pemimpin dengan Bijak, Jangan Termakan Gimmick Kampanye
Membangun relasi adalah sesuatu yang mendasar dalam pemilu. Kontestan, baik itu calon legislator hingga calon Presiden, harus membangun relasi atau keterhubungan seluas-luasnya dengan publik. Pemenang pemilu adalah mereka yang memiliki relasi terbanyak dengan rakyat.
Gimmick diawali dengan penggalian tentang sosok yang akan di-branding. Antara lain dengan menelusuri kepribadian seseorang, kekhasan seseorang, keunikan seseorang, orisinalitas gagasan seseorang. Gimmick juga bahkan bisa dilakukan dengan dengan mencari karakter atau kebutuhan publik. Dari penggalian-penggalian tersebut, maka muncullah gimmick.
Sesuai fungsinya, yaitu untuk membongkar tembok hambatan komunikasi, gimmick yang baik adalah yang mampu membangun keterhubungan antara kontestan dengan publiknya. Lewat gimmick ada kehangatan, keakraban, sehingga seolah tak ada jarak yang memisahkan keduanya. Situasi inilah yang dituju oleh para kontestan dalam menarik perhatian publik.
Bahkan jauh sebelum masa kampanye tiba, perang gimmick itu sudah terjadi. Dua kata saja cukup untuk dijadikan gimmick. Dua kata ini mewakili gagasan panjang lebar yang dimiliki seorang kontestan tentang visi misi yang ingin disampaikan pada calon pemilih mereka. Dua kata itu ditulis tegas bersama foto kontestan di poster, baliho, dan atau alat peraga kampanye lainnya.
Bayangkan apa yang terjadi bila gagasan bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan ditulis lengkap di poster-poster atau baliho-baliho. Jangankan memahami, membacanya saja sulit. Bahkan, bilapun gagasan itu dibukukan, berapa juta copy yang harus dicetak.
baca juga: Reshuffle Kabinet Bisa Jadi Hanya Gimmick Politik Jokowi
Berapa banyak orang yang mau meluangkan waktu membaca, memahami dan mencernanya sebagai sebuah gagasan yang sesuai harapan. Jadi, bila gimmick dijadikan sebagai strategi komunikasi dalam kampanye, maka hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah. Selain memangkas waktu, gimmick juga memangkas biaya.
Dalam kampanye Pilpres 2024 , gerakan perubahan Capres nomor urut satu Anies Baswedan , joget khas ala Capres nomor urut dua Prabowo Subianto , atau ‘Sat Set’ milik Capres nomor tiga Ganjar Pranowo , bisa dinilai juga sebagai gimmick yang dibuat untuk membangun relasi dengan calon pemilih.
Pesta demokrasi sedang berlangsung. Selama 75 hari, mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia, serta ratusan ribu calon legislator bertarung dan berjuang menarik simpati 204.807.222 penduduk yang tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Gimmick adalah satu sisi, namun gagasan adalah hal yang paling utama. Rakyat Indonesia tentu harus dewasa menyikapi fenomena ini. Semuanya dari balik bilik pemilihan di 14 Februari 2024 mendatang, rakyat memberikan suaranya pada mereka. Tanyakan pada hati nurani, siapa yang paling layak dipilih.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
DALAM pemilu, gagasan adalah buah pemikiran positif dari para kontestan yang ditawarkan pada rakyat agar mereka dipilih dan kemudian mewujudkannya. Isinya, secara rasional harus dapat dilaksanakan untuk kepentingan kemajuan rakyat, bangsa dan negara.
baca juga: Kampanye Pilpres 2024, Wapres: Kalau Tonjolkan Gimmick, Tidak Betul
Ada berjuta gagasan yang dimiliki para kontestan, namun tidak semuanya bisa disampaikan secara komprehensif, maka gimmick menjadi jalan keluarnya. Menurut Collins Dictionary, gimmick merupakan tindakan yang tidak biasa dan tidak perlu yang tujuannya adalah untuk menarik perhatian atau publisitas.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gimmick adalah gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran, bisa juga sesuatu alat atau trik yang digunakan untuk menarik perhatian. Gimmick bisa berwujud apa saja, antara lain bisa berbentuk kata-kata, bahasa tubuh seperti berjoget, ciri-ciri fisik seperti rambut.
Dalam konteks komunikasi, gimmick adalah salah satu strategi untuk menyampaikan pesan agar memberikan dampak yang diinginkan pengirim pesan. Gimmick tidak hanya muncul begitu saja, tapi bisa juga sengaja dimunculkan.
Dalam dunia hiburan kita mengenal komedian Azis Gagap yang menjadikan gimmick tergagap-gagap sebagai ciri khasnya yang kemudian sukses membuat pesan-pesan lucunya disambut derai tawa penonton. Begitu juga Haji Bolot, yang membuat kekurangan pendengaran sebagai gimmick dalam aksi panggungnya. Di dua nyata, Azis Gagap tidak gagap, dan Haji Bolot sama sekali tidak terganggu pendengarannya. Tapi begitulah gimmick.
Tujuan gimmick adalah membangun relasi antara si pemilik gimmick dengan publik. Gimmick dibuat agar orang dengan cepat terkesan dan menyukai. Bila sudah menyukai, dalam konteks Pemilu, langkah berikutnya berharap publik memilih dirinya.
baca juga: Pentingnya Pilih Pemimpin dengan Bijak, Jangan Termakan Gimmick Kampanye
Membangun relasi adalah sesuatu yang mendasar dalam pemilu. Kontestan, baik itu calon legislator hingga calon Presiden, harus membangun relasi atau keterhubungan seluas-luasnya dengan publik. Pemenang pemilu adalah mereka yang memiliki relasi terbanyak dengan rakyat.
Gimmick diawali dengan penggalian tentang sosok yang akan di-branding. Antara lain dengan menelusuri kepribadian seseorang, kekhasan seseorang, keunikan seseorang, orisinalitas gagasan seseorang. Gimmick juga bahkan bisa dilakukan dengan dengan mencari karakter atau kebutuhan publik. Dari penggalian-penggalian tersebut, maka muncullah gimmick.
Sesuai fungsinya, yaitu untuk membongkar tembok hambatan komunikasi, gimmick yang baik adalah yang mampu membangun keterhubungan antara kontestan dengan publiknya. Lewat gimmick ada kehangatan, keakraban, sehingga seolah tak ada jarak yang memisahkan keduanya. Situasi inilah yang dituju oleh para kontestan dalam menarik perhatian publik.
Bahkan jauh sebelum masa kampanye tiba, perang gimmick itu sudah terjadi. Dua kata saja cukup untuk dijadikan gimmick. Dua kata ini mewakili gagasan panjang lebar yang dimiliki seorang kontestan tentang visi misi yang ingin disampaikan pada calon pemilih mereka. Dua kata itu ditulis tegas bersama foto kontestan di poster, baliho, dan atau alat peraga kampanye lainnya.
Bayangkan apa yang terjadi bila gagasan bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan ditulis lengkap di poster-poster atau baliho-baliho. Jangankan memahami, membacanya saja sulit. Bahkan, bilapun gagasan itu dibukukan, berapa juta copy yang harus dicetak.
baca juga: Reshuffle Kabinet Bisa Jadi Hanya Gimmick Politik Jokowi
Berapa banyak orang yang mau meluangkan waktu membaca, memahami dan mencernanya sebagai sebuah gagasan yang sesuai harapan. Jadi, bila gimmick dijadikan sebagai strategi komunikasi dalam kampanye, maka hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah. Selain memangkas waktu, gimmick juga memangkas biaya.
Dalam kampanye Pilpres 2024 , gerakan perubahan Capres nomor urut satu Anies Baswedan , joget khas ala Capres nomor urut dua Prabowo Subianto , atau ‘Sat Set’ milik Capres nomor tiga Ganjar Pranowo , bisa dinilai juga sebagai gimmick yang dibuat untuk membangun relasi dengan calon pemilih.
Pesta demokrasi sedang berlangsung. Selama 75 hari, mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia, serta ratusan ribu calon legislator bertarung dan berjuang menarik simpati 204.807.222 penduduk yang tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Gimmick adalah satu sisi, namun gagasan adalah hal yang paling utama. Rakyat Indonesia tentu harus dewasa menyikapi fenomena ini. Semuanya dari balik bilik pemilihan di 14 Februari 2024 mendatang, rakyat memberikan suaranya pada mereka. Tanyakan pada hati nurani, siapa yang paling layak dipilih.
(hdr)