Good Bye Politik Identitas

Minggu, 10 Desember 2023 - 11:28 WIB
loading...
A A A
Secara ideologi, isu politik identitas "ditelan" oleh kebesaran dan hiruk pikuk partai besar. Partai besutan Gus Dur ini, diakui atau tidak, memiliki sejarah anti identitas. Ia lahir dari rahim NU tentu akan membawa ideologi "ibu kandung"nya yang berpegang teguh pada manhaj tawassuth, tawazun dan moderat.

Karena itu, politik identitas tidak layak lagi untuk dimunculkan. Begitu pula dengan dua koalisi partai sisanya, yang juga tampak tidak tertarik mengusung isu identitas ini. Pengalaman dua kali pemilu peroode sebelumnya betul-betul membawa luka mendalam yang masih terasa hingga kini. Selamat tinggal politik identitas!!

Politik Identitas Dalam Teori

Michel Foucault(1926-1984), seorang filsuf Prancis, berpendapat bahwa identitas adalah konstruksi sosial yang diproduksi oleh kekuasaan. Identitas muncul sebagai counter atas politik tradisional yang lebih fokus pada kepentingan umum dan nasional. Identitas diperjuangkan untuk melindungi kepentingan kelompok minoritas.

Dalam sebuah teori lain disebutkan bahwa politik identitas adalah teori yang mengkaji politik yang didasarkan pada identitas kelompok, seperti ras, etnisitas, gender, seksualitas, dan agama. Politik identitas memiliki daya lenting yang penting, dalam rangka memperjuangkan hak-hak minoritas tersebut. Tapi menjadi berdampak negatif ketika identitas tersebut menjadi faktor dominan dan terlebih lagi jika menggunakan isu agama.

Politik identitas pernah menjadi salah satu tren politik yang paling penting dalam beberapa dekade terakhir. Politik identitas telah digunakan untuk memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas, seperti hak-hak perempuan dan hak-hak kelompok etnis.

baca juga: Ganjar: Saya Tidak Punya Sejarah Politik Identitas

Namun di Indonesia, politik identitas diatasnamakan memperjuangkan kelompok mayoritas, karena 'merasa' minoritas dalam mengakses sumber-sumber strategis terutama pada aspek ekonomi. Identitas memang menjadi instrumen penting dalam menyolidkan isu-isu yang akan diperjuangkan.

Tapi dampak negatifnya dipandang sangat membahayakan, karena mudah memunculkan pembelahan organ penting dalam perpolitikan dan membuat rapuh persatuan dan kesatuan bangsa. Bahkan berpotensi menimbulkan perpecahan.

Pengalaman buruk penggunaan identitas dalam politik ini adalah pada pilkada DKI dan pilpres 2019, yang menggunakan identitas keagamaan sebagai alat mobilitas politik. Agama yang seyogyanya sakral, mendapatkan posisi terendah untuk memperebutkan kekuasaan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1906 seconds (0.1#10.140)