Good Bye Politik Identitas
loading...
A
A
A
Anis Masykhur
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peneliti pada Alhikmah Institut for Islamic Studies Jakarta
MEMASUKI masa kampanye, suhu politik terasa makin menghangat. Tentunya setiap calon harus cerdas dalam mempromosikan gagasannya, agar terhindar dari blunder kampanye, dan dapat menggaet sebanyak-banyaknya pemilih, tanpa harus menjual "agama" atau sejenisnya yang sering dijadikan alat efektif mobilisasi. Itu yang kemudian dikenal dengan sebutan "politik identitas".
baca juga: Tepis Politik Identitas
Hemat penulis, kecenderungan selama beberapa pekan terakhir ini, muncul trend meredupnya isu politik identitas dalam masa kampanye kali ini. Sehingga, yang jadi alat jualan tentunya adu gagasan dan wawasan. Ini adalah gejala positif.
Bangsa ini harus gembira bahwa berita politik Nusantara tidak banyak mengangkat isu agama atau identitas lainnya. Semoga isu ini betul-betul memang sudah tidak laku. Cacian ataupun makian berbasis identitas kian meredup, dan berharap akhirnya mati.
Siapapun dapat merasakan bahwa suhu politik periode ini tidak sepanas pemilu 2019. Kalaupun suhu memanas, bukan karena efek "memperjual-belikan" identitas agama, tapi lebih kepada adanya melodrama atau bahkan dramaturgi politik.
Sekali lagi, ini menjadi gejala positif akan tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan dalam berpolitik. Di awal-awal pencalonan presiden, memang cukup beralasan untuk khawatir dengan masa depan politik Indonesia, karena salah satu capres 2024 ini pernah memegangi pendapat dengan mengikuti pada sebuah teori bahwa dalam berpolitik tidak bisa dilepaskan dari politik identitas.
Menurutnya, penggunaan identitas adalah sebuah keniscayaan dalam memperjuangkan kepentingan. Tidaklah aneh jika ia didukung oleh partai yang satu frekwensi dan sepemikiran. Sebenarnya, identitas ini tidak hanya soal agama, namun juga identitas lainnya seperti etnisitas, gender atau seksualitas.
Namun, takdir politik berbicara lain, yakni ketika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dikenal sebagai partai nasionalis religius "belok tanpa sen" bergabung ke koalisi perubahan. Bergabungnya partai tersebut ke dalam koalisi memiliki pengaruh signifikan dalam meredupkan pemunculan isu politik identitas dan mengkanalisasinya.
baca juga: Politik Identitas Dinilai Ancam Kebinekaan dan Demokrasi
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peneliti pada Alhikmah Institut for Islamic Studies Jakarta
MEMASUKI masa kampanye, suhu politik terasa makin menghangat. Tentunya setiap calon harus cerdas dalam mempromosikan gagasannya, agar terhindar dari blunder kampanye, dan dapat menggaet sebanyak-banyaknya pemilih, tanpa harus menjual "agama" atau sejenisnya yang sering dijadikan alat efektif mobilisasi. Itu yang kemudian dikenal dengan sebutan "politik identitas".
baca juga: Tepis Politik Identitas
Hemat penulis, kecenderungan selama beberapa pekan terakhir ini, muncul trend meredupnya isu politik identitas dalam masa kampanye kali ini. Sehingga, yang jadi alat jualan tentunya adu gagasan dan wawasan. Ini adalah gejala positif.
Bangsa ini harus gembira bahwa berita politik Nusantara tidak banyak mengangkat isu agama atau identitas lainnya. Semoga isu ini betul-betul memang sudah tidak laku. Cacian ataupun makian berbasis identitas kian meredup, dan berharap akhirnya mati.
Siapapun dapat merasakan bahwa suhu politik periode ini tidak sepanas pemilu 2019. Kalaupun suhu memanas, bukan karena efek "memperjual-belikan" identitas agama, tapi lebih kepada adanya melodrama atau bahkan dramaturgi politik.
Sekali lagi, ini menjadi gejala positif akan tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan dalam berpolitik. Di awal-awal pencalonan presiden, memang cukup beralasan untuk khawatir dengan masa depan politik Indonesia, karena salah satu capres 2024 ini pernah memegangi pendapat dengan mengikuti pada sebuah teori bahwa dalam berpolitik tidak bisa dilepaskan dari politik identitas.
Menurutnya, penggunaan identitas adalah sebuah keniscayaan dalam memperjuangkan kepentingan. Tidaklah aneh jika ia didukung oleh partai yang satu frekwensi dan sepemikiran. Sebenarnya, identitas ini tidak hanya soal agama, namun juga identitas lainnya seperti etnisitas, gender atau seksualitas.
Namun, takdir politik berbicara lain, yakni ketika Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dikenal sebagai partai nasionalis religius "belok tanpa sen" bergabung ke koalisi perubahan. Bergabungnya partai tersebut ke dalam koalisi memiliki pengaruh signifikan dalam meredupkan pemunculan isu politik identitas dan mengkanalisasinya.
baca juga: Politik Identitas Dinilai Ancam Kebinekaan dan Demokrasi